"Anggun tidak peduli kepadamu. Dia belum menampakkan diri di rumah sakit walaupun aku sudah memberitahu tentangmu. Dia lebih memilih Romeo daripada kamu, Sayang. Sebenarnya, aku tidak mau berkata seperti ini. Namun, kamu menanyakannya. Aku tidak bisa berbohong dan menyembunyikan kelakuan Anggun yang sebenarnya."
Nisa terus saja berkata bohong sembari pura-pura menangis untuk menjatuhkan Anggun di depan Rico. Namun sayang, Rico ternyata sudah tahu semunya. Dia pun akan meladeni istrinya itu untuk bermain peran. Yang terpenting untuk saat ini adalah dia bisa melindungi Anggun dengan caranya sendiri.
"Terima kasih, Sayang. Kamu sudah tulus mencintaiku dan bersedia merawatku tidak seperti Anggun. Aku mencintaimu, Sayang!" ujar Rico sembari menatap sedih. Dia tidak menyangka bawah Nisa benar-benar berubah tidak seperti Nisa yang dia kenal dulu.
"Sama-sama, Sayang! Aku adalah istrimu sudah sepantasnya akh berbakti kepadamu." Nisa menjawab dengan percaya diri. Di
Romeo ikut khawatir dengan keadaan Anggun. Dia pun mendekatkan kursinya dan memegang tangan Anggun."Anggun," panggil Romeo dengan lembut.Akhirnya, Anggun tersadar dari lamunannya dan melihat ke arah Romeo dengan mata berkaca-kaca. "Romeo," panggilnya dengan lirih dan wajah sendu."Apa yang terjadi? Kenapa kamu tampak sedih?""Mas Rico masuk rumah sakit dan belum sadarkan diri dari kemarin. Aku khawatir dia kenapa-kenapa! Dan, aku juga belum mendapatkan kabar dari Nisa tentang kabar Mas Rico.""Ya sudah, nanti aku ikut apabila menjenguk bang Rico," tutur Romeo."Baiklah, terima kasih, Romeo."***Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, Romeo, Vino, Vita dan Allina ikut dengan Anggun ke rumah sakit untuk menjenguk Rico. Setiba di sana Anggun sungguh bahagia karena suaminya sudah siuman dan tampak segar. Anggun tersenyum dengan mata berkaca-kaca, dia bersyukur bahwa Rico baik-baik saja. Ingin rasanya dia memeluk Rico tetapi di sini ban
Vino merasa aneh dengan perkataan Rico. Pasti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan! "Bro, kamu mau ke belakang? ayo aku antar ke kamar mandi!"***Rico mengernyitkan dahinya, pasalnya dia tidak mengatakan bahwa ingin pergi ke kamar mandi. Dia menatap lekat sahabatnya itu dan kemudian dia mulai paham maksud dari perkataan Vino."Terima kasih, Bro! Tolong bantu aku!" pinta Rico sembari turun dari tempat tidur dan membawa cairan infusannya.Ketika mereka berada di dalam kamar mandi, Rico berbicara dengan berbisik dan cepat agar Nisa tidak curiga."Vino, untuk sementara tolong bantu aku menjaga Anggun. Jauhkan dia dari aku dan Nisa. Ternyata perkataanmu ada benarnya! Nisa tidak sebaik yang aku kira. Namun, sekarang aku belum bisa bertindak. Aku harus mengingat sebagian memoryku yang terhapus karena kecelakaan tersebut sembari mencari bukti!" papar Rico menjelaskan."Baik, Bro. Akhirnya, kamu sadar bahwa Nisa tidak sebaik yang kamu pikirkan. Aku
"Baiklah, berikan obatnya!" pinta Rico sembari melihat ekspresi dan gerak gerik Nisa.Wajah Nisa pun tiba-tiba tersenyum lebar ketika Rico bersedia meminum obat tersebut. Dan, di hadapannya Rico telah meminum obat tersebut."Sayang, hari ini aku bisa menemanimu di rumah sakit karena aku sudah boleh pulang. Aku pergi dulu sebentar karena mau menyelesaikan administrasi dan membeli makanan. Kamu tidak apa-apa aku tinggal?" tanya Nisa sembari membelai lembut rambut sang suami."Tidak apa-apa, lagi pula kepalaku juga sedikit pusing. Aku juga mau beristirahat! Kamu hati-hati dan cepat kembali!" sahut Rico sembari merebahkan diri dari posisi duduknya.Sebelum pergi Nisa pun mengecup kening dan bibir sang suami secara bergantian. "Aku hanya sebentar, ya, Sayang.""Baiklah." Rico pun memejamkan matanya hingga Nisa benar-benar pergi dari ruang inapnya. Kemudian, dia membuka kembali matanya dan mengambil obat yang diberikan Nisa kepadanya. 'Ini obat apa?' ta
"Aku tidak mau tahu, malam ini Anggun dan Vino harus lenyap dari muka bumi!" titah Nisa kepada seseorang di telepon.Setelah menginstruksikan seseorang untuk membunuh Anggun dan Rico. Nisa pun menutup teleponnya. Kemudian, dia kembali ke rumah sakit untuk menemani Rico.Di tempat tidur pasien, Rico terlihat tidur pulas. Dengan langkah perlahan tanpa bersuara, Nisa mendekat ke arah suaminya. Dia menatap lekat Rico dengan mata sayu. Tangannya mengusap dan membelai lembut rambut Rico yang hitam. Dia pun tersenyum bahagia, dan kemudian mengecup bibir Rico yang merah."Mas, ternyata kamu itu sangat tampan. Beruntung aku bisa menjadi istrimu. Aku sangat mencintaimu!" monolog Nisa dengan berbisik.'Lalu, kenapa kamu berubah? Kamu bukan Nisa yang aku kenal lagi sekarang. Apa yang menyebabkanmu menjadi wanita yang tidak punya hati?' ujar Rico dalam hati sembari berpura-pura tidur.***Sebelum masuk ke dalam mobil masing-masing, Vino membi
"Encer juga otak si Romeo. Mereka jadi tidak bisa berkutik sedikitpun di tempat ramai seperti ini!" pujian Vino untuk Romeo secara diam-diam.***Akhirnya mereka tiba di salah satu mall mewah di ibu kota. Sebelum turun dari mobil Vino meminta Romeo untuk parkir agak jauh dari mobilnya dan mobil Anggun. Romeo kali ini menurut saja kepada Vino. Vino mencari tempat parkir yang ramai dan dekat dengan pos tempat pembayaran parkir. Benar saja mobil yang sedari tadi mengikutinya, mereka parkir dekat dengan mobil Anggun dan Vino.Mereka berlima pun masuk ke dalam mall dan berbelanja bahan makanan, cemilan, dan pakaian untuk piknik besok."Aduh!" teriak Vita."Kenapa?" Anggun terlihat khawatir."Hehe, laper!" jawab Vita dengan dengan wajah polos dan tak berdosa."Baiklah, ayo kita cari makan!" ajak Vino kepada semua mahasiswanya.
"Aaa ...," teriak Vita dan Allina ketika melihat mobil yang dikendarai Vino hampir tertabrak.Beruntung truk tersebut tidak dalam kondisi kencang hingga kecelakaan dapat dihindari dan Vino bisa selamat. Setelah itu, ternyata mobil yang mengejar Vino tidak menyerah. Mereka saling kebut dan mendahului. Namun, sekawan genk motor itu berhasil menyalip dan menghentikan mobil yang Vino kendarai.***Kini mobil yang dikendarai Vino di kepung oleh orang-orang tersebut. Vino sengaja tidak keluar terlebih dahulu dari mobil. Dia mengirimkan pesan kepada Romeo agar membawa Anggun dan yang lainnya pergi sejauh mungkin dari tempat tersebut.Bugh bugh bugh! Kaca mobil Vino di gedor oleh salah satu preman yang wajahnya di tutup oleh helm.“Aku harus keluar!” ucap Anggun yang akan membuka pintu mobilnya.“Jangan! Pak Vino memintaku untuk membawa kalian pergi jauh dari sini. Lihatlah in
Anggun pun berlari ke mobil dan memajukan mobil tersebut dengan kecepetan penuh. Dan benar saja, ketika sampai lokasi Vino dan Romeo sudah babak belur dan bersimbah darah segar di wajah mereka.Anggun keluar dari mobil. “Lepaskan mereka!” teriak Anggun kepada para penjahat tersebut.“Hahaha, teman-teman ada wanita cantik, baiknya kita apakan dia?” sahut ketua penjahat tersebut.“Ketua, kamu duluan saja eksekusi perempuan itu! Aku mau cicip pria ini, dia sungguh tampan, dan kulitnya pun halus!” tutur salah seorang penjahat berjenis kelamin laki-laki bertubuh hitam dan tinggi besar kepada Romeo.“Pak Vino, tolong aku! Aku mau dilecehkan!” racau Romeo dengan wajah ketakutan.Vino ingin sekali mungumpat kepada mahasiswanya itu. Dia tidak tahu apa, bahwa posisinya sekarang sama. “Lawan dia, jika menang akan aku berikan nilai A dan
“Oke, sebentar izin bernapas!” pinta Anggun dengan napas tersenggal-senggal. Namun, sebenarnya dia sedang merencanakan sesuatu.“Menyerahlah, gadis cantik! Kamu tidak bisa kemana-kemana!”Anggun pura-pura terjatuh tetapi sebenarnya dia akan melakukan—Dor! tujuh peluru dia tembakan dengan cepat ke kaki para penjahat itu dan kemudian bergelinding ke belakang mobilnya untuk bersembunyi.“Aaa …,” suara teriakan tujuh penjahat yang kakinya terluka oleh tembakan Anggun.“Kemana wanita itu? cepat cari dan kita habisi saja! ternyata yang berbahaya itu adalah wanita tersebut bukan kedua pria tadi,” ujarnya dengan kaki pincang.Mereka pun berpencar mencari Anggun dengan kaki yang terpincang-pincang. Dari belakang mobil tampak lelaki yang mengenakan celana panjang hitam di dekat mobil sedang mencarinya. Anggu