Aron POV
Sejak kejadian saat liburan kemarin, gue berfikir keras siapa yang mendalangi semua ini. Pesan, terror, telfon, dan paket. Hal ini gak bisa gue diemin karena menyangkut keselamatan pacar yang gue sayang. Tapi suara di telfon kemarin… rasanya tidak asing, siapa dia?
“Aaarrrgghhhh” gue pun mengerang frustasi di dalam kamar karena memikirkan masalah ini.
“Gue harus minta bantuan” yah itu yang ada difikiran gue saat ini, akhirnya gue memutuskan untuk meminta bantuan sama temen gue yang ada di Amrik untuk cari tau dalang dibalik semua ini. Tidak menunggu waktu lagi, guepun mendial nomor telfon temen gue yang ahli soal masalah ini.
Tuuutt… tuuuttt… tuuuttt…
“Hallo, Aaron .. tumben lo nelfon” sapa orang diseberang telfon.
“Hai Lex, im sorry about that. But, I really need your help” jawab gue to the point ke Alex. Yah,
Ini hari pertama Alex tinggal di rumah gue, setelah tadi siang gue dan Alex menjemput Aera di rumah sakit untuk mengantarnya pulang, gue langsung memfokuskan pikiran gue untuk masalah ini. Rencananya gue dan Alex mau bahas soal ini dirumah aja, karna ini masalah yang bukan main-main, jadi Alex bilang harus meminimalisirkan orang lain tau kalau gue lagi nyelidikin ini diem-diem. Alex masih beristirahat karna perjalanan panjang nya hari ini. Jadi, sambil nunggu Alex istirahat, gue memutuskan untuk nelfon pacar kesayangan gue dulu. Tuuut tuuut tuuut deringan keempat Aera pun akhirnya mengangkat telfon gue. “Hallo Aaron” sapa nya dengan suara yang masih sedikit serak. “Hallo sayang, gimana keadaannya sekarang?” Tanya gue ke Aera. “Hmmm udah baikan, kamu sekarang dimana?” Tanya nya balik. “Syukur deh kalo udah baikan, aku dirumah ini lagi nyantai aja dikamar.” Jawab gue “Kamu udah munim obat? Jangan sampe telat loh!” lanjut gue lagi menging
“Jadi, kita mau kemana dulu?” Tanya gue ke Alex saat kami tengah sarapan pagi di ruang makan.“Toko perhiasan aja.” Jawab Alex singkat sambil fokus mengoles rotinya dengan selai coklat kesukaannya sejak dulu.“Cuma toko perhiasan?” Tanya gue lagi.“Iya.” Jawabnya singkat lalu langsung melahap roti yang sudah selesai ia oleskan dengan selai coklat tadi.“Oke deh” gue pun kembali fokus ke roti dan segelas susu yang udah ada didepan mata gue. Oh iya gue tinggal di rumah yang terpisah sama orang tua gue. Karena orang tua gue ada di Jogja dan gue di Jakarta.Selesai sarapan gue langsung manasin mobil dan bersiap untuk berangkat ke salah satu mall besar di Jakarta. Sesampainya di toko perhiasan, Alex langsung memilih kalung yang ada berlian kecil yang ada ditengahnya.“Mba saya minta yang ini ya… langsung bungkus aja” pinta Alex ke penjaga toko.“Kok lo yan
Aera POVHari ini gue seneng banget karena Aaron ngasih gue kalung dan cincin didepan temen kecilnya si Alex. Aaahhh beruntungnya gue punya pacar kaya Aaron yang perhatian nya sama kaya bokap gue perhatian ke nyokap. Bisa dibilang, Aaron adalah duplikat laki-laki yang mirip kaya bokap. Laki-laki idaman semua wanita pokoknya.Setelah mereka pulang tadi sore, gue gak berhenti tersenyum sambil megangin kalung yang dia pakein ke gue. Sangking bahagianya, gue sampe guling-guling di kasur kamar karna gak tau harus kaya gimana. Akhirnya ditengah rasa bahagia itu gue memutuskan untuk nelfon Gabriel dan menceritakan soal hari ini.Tuuuttt tuuutttt tuuuuttt… “Kok lama banget sih ni bocah ngangkatnya.” Gerutu gue karena sudah deringan ketiga Gabriel belum mengangkat telfon gue.Sampai di dering ke lima, “Hallo Ra, ada ape?” sapa orang diseberang telfon dengan suara serak khas bangun tidur
Aaron POVSaat Aera pamit ke toilet selesai makan, gue pun menunggu sambil memainkan handphone gue dan membuka applikasi instagram untuk sekedar mencari berita terbaru dan membalas beberapa pesan via DM yang masuk ke instagram gue.Gak kerasa udah lebih dari lima belas menit Aera pamit ke toilet, tapi gak kunjung balik ke kursi kami. Gue pun mencoba menelfon handphone nya, dan ternyata handphonennya ia tinggal di meja. Karena udah terlalu lama gue pun mulai bingung dan panik, gue berusaha nyamperin toilet wanita di cafe ini tapi hasilnya nihil gak ada orang sama sekali. Gue masih berusaha buat tetap tenang dan menanyakan keberadaan Aera ke beberapa pegawai wanita di cafe yang barangkali sempet ngeliat Aera masuk ke toilet.“Mba permisi, liat pacar saya gak yang duduk sama saya dimeja situ tadi masuk ke toilet ini?” Tanya gue dengan sopan ke pegawai cafe.“Oh pacar mas nya yang itu? Sa
Aera POVAlaska. 08.23 am.Hal pertama yang gue rasakan saat membuka mata adalah rasa sakit yang luar biasa yang menyerang kepala gue, seakan-akan habis di benturkan ke dinding dengan sangat kuat. Gue pun berusaha mengumpulkan kesadaran dan melihat ke sekililing. Silau, itu yang terlihat saat pertama kali membuka mata.Tempat yang sangat luas, lembab serta kotor dan bau anyir memenuhi indra penciuman gue. “Tempat apa ini?” fikir gue dalam hati. Saat gue mengedarkan pandangan ke sekitar, dengan tidak sengaja gua melihat beberapa orang yang tergeletak dengan anggota tubuh yang terbuka dan sangat banyak darah. Apa mereka semua mati?“Mati?” saat gue baru menyadari apakah gue akan bernasib sama dengan mereka yang tergeletak didepan mata gue saat ini? Pikiran gue udah melayang kemana-mana… takut. Rasanya gue ingin berteriak untuk meminta tolong. Tapi tangan,
“Sir, posisi nona Aera terlacak berada di Ted Stevens Anchorage Airport, Alaska” Jelas Reynald saat ia sudah berhasil melacak titik koordinat yang ada di kalung Aera. “What? Apa kamu yakin Rey?” Tanya Alex memastikan. “Im sure Sir, but..” jawab Reynald lagi. “Tapi kenapa Rey? Katakan!” pinta Alex tegas. “Titik GPS nona Aera tidak ada pergerakan sejak lima jam yang lalu, dan saya rasa, kalung nona Aera terlepas atau sengaja di lepas oleh pelaku. Karena tidak mungkin mereka berada di tempat keramaian hingga lima jam.” Jelas Reynald lagi. “Oh God! Lawan kita sepertinya cukup cerdik Rey.. pantau terus! Kerahkan semua anak buah untuk mencari Aera di Alaska!” perintah Alex telak. “Yes Sir!” jawab Reynald cepat dan telfon pun mati. Setelah menerima informasi dari Reynald, Alex pun menghampiri Aaron dan dua temannya yang sudah datang. Karena tidak mau berbasa-basi lagi, Alex pun langsung memberitahukan informasi yang baru ia terima.
Sesampainya Aaron dan Alex di bandara internasional Washington, mereka langsung disambut oleh Reynald yang sudah menunggu kedatangan mereka.“Apa kabar Rey?” sapa Alex saat Reynald menghampiri mereka.“Im fine Sir” jawab Reynald singkat. “Welcome to America Sir Aaron” lanjut Reynald menyapa Aaron.“Thank you Reynald” jawab Aaron singkat.“So, bagaimana perkembangannya?” Tanya Alex lagi ke Reynald.“Setelah kami menelusuri bandara internasional Alaska tempat titik terakhir GPS nona Aera yang tidak ada pergerakan, kami menemukan kalung seperti gambar yang tuan kirim ke saya saat itu.” Jelas Reynald sambil menyerahkan kalung milik Aera ke Alex. Aaron dan Alex pun seketika menghentikan jalannya dan memeriksa kalung yang Reynald dan anak buahnya temukan itu.“Ini bener kalung Aera.” Jawab Alex cepat. Lalu mereka pun melanjutkan perjalanan menuju mobil yang sudah m
Sejak terakhir kali lelaki bertopeng itu mengatakan bahwa ia menginginkan Aera dan membenci Aaron, Aera tidak henti-hentinya berfikir keras memikirkan siapa orang yang berkemungkinan menjadi musuh Aaron.“Kayanya Aaron gak punya musuh deh” gumam Aera pelan. Aera pun sudah menahan rasa sakit karena posisi badannya yang harus bergantung dengan tangan yang diikat di atas atap. Ia pun meringis menahan perih pada bagian tangan yang terikat kencang oleh tali.Saat Aera sedang berusaha menggerak-gerakkan badannya agar bisa mengurasi rasa sakit pada tangannya itu, lelaki bertopeng itu masuk ke ruangan Aera dengan aura dingin.“Mencoba melepaskan diri dari ikatan itu heh?” Tanya lelaki bertopeng itu sarkas.“Tangan dan tubuh saya sakit, bisa kamu lepaskan ini? Saya janji tidak akan kabur.” Pinta Aera memohon.“Kamu fikir aku percaya dengan mu baby?”ejek lelaki bertopeng itu.“Kamu bisa melakukan a