Share

Perhatian Bapak

Author: Nailin RA
last update Last Updated: 2022-12-30 18:55:13

Mentari pagi ini, seolah enggan bersinar. Berganti pekatnya tetesan air mata yang terpaksa kusembunyikan di balik senyuman.

Mas Danu masih terlelap. Di hari libur, ia banyak menghabiskan waktu di rumah bersama anak-anak. Mengukir kenangan bagi dua balita yang menjadi tumpuan harapan, pewaris masa depan.

“Bu, dipanggil Tuan Besar.”

Bapak mertuaku bukan tipikal orang yang banyak bicara. Selama menjadi menantunya, tak banyak kata yang ia lontarkan untuk menyapa atau menasihati dengan aneka hikmah kehidupan. Hubungan bapak dengan Mas Danu, juga tak semesra hubungan Mas Danu dengan kedua anak kami. Bapak adalah orang yang banyak merenung, banyak berpikir, serta banyak berkegiatan di luar rumah. Mungkinkah, bapak merasa kurang enak badan sehingga membutuhkanku untuk merawatnya? Mengapa beliau memanggilku?

Perlahan, kupenuhi panggilan bapak mertua di teras samping rumah. Tempat di mana ia melihat ikan-ikan piaraannya di kolam. Berenang lincah menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Secangkir wedang jahe merah masih utuh tersaji di sisinya. Sepiring jajanan tradisional turut menemani hening di pagi hari.

“Bapak memanggil saya?” dengan suara lirih berusaha mengabarkan kedatangan, tanpa bermaksud merusak renungannya.

“Duduklah!” perintah pria sepuh dengan uban di kepala. Ia masih sangat berwibawa meski tak lagi muda. Seolah usia hanya berguna menambah kharismanya.

 Tanpa banyak bertanya, kujalankan instruksinya. Duduk di kursi taman, menghadap kolam, terdiam di sampingnya.

Sejenak ia melepas kacamata, menyeka embun yang melekat di bingkai kaca berbentuk persegi panjang. Diminumnya jahe perlahan. Pastilah, ia akan berbicara hal serius padaku kali ini.

“Bagaimana Danu?”

Itulah dia. Tak suka berbasa-basi menyusun kata pembuka.

“Alhamdulillah baik, Pak.” Apapun yang terjadi di antara kami, tak perlu kubeberkan padanya. Hanya akan menambah rasa iba yang membebani dada.

“Baik ... sebaik itu hingga Sekar berani datang untuk memperkenalkan dirinya?” tanyanya, sinis.

Kian kutundukkan kepala. Tak ada guna berdusta padanya. Rumah ini miliknya. Pembantu di rumah ini, dia pula yang menggajinya. Satpam dan sopir adalah orang-orang pilihannya. Semua mata ikut melihat, saat aku menangis ataupun tertawa.

“Jika ingin mempertahankan pernikahan, seorang wanita juga harus punya ilmunya. Melihat seringnya Danu pulang larut malam, tentu sebentar lagi kamu hanya akan jadi cangkang kosong yang teronggok di barisan paling belakang. Itukah yang kamu inginkan?”

Tentu saja aku menggeleng. Bibir terasa berat sekedar menjawab, tidak!

Meski kata-katanya terasa pedas, tetapi tak membuatku sakit hati. Melainkan merasa bersalah, karena menyadari betapa fakir diri ini dengan ilmu. Strata sosial kami berbeda. Sebagai anak yatim piatu yang hidup di jalanan, dipungut seorang kaya raya untuk dijadikan menantu adalah anugerah Sang Kuasa. Bagai kisah Cinderella. Bagaimana aku bisa merasa sakit hati meski berkali-kali dilukai? Aku hanya bisa bertahan. Tak sanggup melawan.

“Menjaga pernikahan itu butuh perjuangan. Bukan sekedar penantian. Mungkin ujung bahagia itu tak akan pernah kamu lihat jika kamu terpaku di tempat! Alihkan pandangan Danu, hingga tertuju hanya padamu.”

Kupandang mertua penuh kebingungan. Bukan tak mengerti apa yang ia katakan, tapi tak mengerti bagaimana cara melakukan. Mengalihkan pandangan Mas Danu? Oh, itu juga yang kumau. Tapi bagaimana bisa, jika ia selalu membuang muka saat kita hanya berdua. Pasti bapak mertuaku tidak tahu itu.

“Temui Caca. Dia akan membantumu.” Akhirnya, ia berikan jawaban. Caca, sekretaris mertuaku yang dipercaya mengurus bisnis keluarga, sekaligus keponakannya yang cerdas dan tangkas. Ia jarang ke rumah ini. Namun jika ia berkunjung, suasana langsung hidup seketika. Seolah membawa bahagia di manapun ia berada.   

“Bukankah seharusnya kamu meminta tolong pada seseorang yang ahli menaklukkan pria sejak lama? Sehingga lebih cepat kamu mengakhiri penderitaan yang mendera. Bagaimana rasanya melewati musim demi musim dalam kebekuan yang menyiksa?”

Kukira selama ini, beliau tak pernah memperhatikan kami. Beliau sering ke luar kota untuk urusan bisnis. Pun saat di rumah, kami jarang mengobrol. Bapak mertua memiliki tumpukan buku berat yang gemar ia baca sambil menyeruput wedang jahe di ruang kerjanya. Wibawa yang ia punya, membuatku tak berani mendekat karena grogi dan takut berbuat salah di depannya.

“Keputusan di tanganmu. Tetapi satu yang harus kamu tahu, Laras. Saat ini, Danu terlibat proyek dengan Sekar. Jadi interaksi di antara mereka dalam sehari, lebih banyak dibanding interaksimu dengan Danu dalam 24 jam. Mereka tidak hanya berhubungan di kantor. Namun juga di luar jam kantor. Kamu harus bergegas jika memang ingin menyelamatkan sekoci ini. Atau kamu akan tenggelam bersama tsunami di kemudian hari.”

***

“Mas, sarapan sudah siap.”

Meski di kepala penuh tanya dan duga, aku belum lupa peristiwa semalam. Kala mas danu terang-terangan menyebut nama kekasihnya di ujung klimaks. Ah, kugeleng-gelengkan kepala. menghalau perih yang mendera. Terasa sekali bagaimana diri ini tak diingini suami. Hanya hasrat yang mendorongnya berbuat. Tanpa cinta mewarnainya.

Ia berjalan menuruni anak tangga. Berhenti sesaat untuk menoleh. Tep. Tep. Tep. Berbalik mendekatiku. Di dekatnya bibir ke telingaku. Gejolak dalam dadaku bergetar hebat. Aroma maskulin menguar tajam. Aroma yang selalu membuatku mabuk kerinduan.

“Jangan lupa minum pil KB. Aku enggak mau kamu hamil lagi kali ini.” Bisiknya halus, kejam, penuh penekanan.

Setelah tubuh Mas Danu menghilang dari anak tangga, giliran aku yang merosot ke lantai. Mencengkeram dada oleh sakit yang mendera. Dengan jemawa kusampaikan pada Sekar, mungkin aku akan segera mengandung anaknya yang ketiga. Namun dengan bengis, suamiku melarangku hamil lagi. Inikah pertanda?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Muda Wamah
KL wanita sekuat baja.bukan wanita lemah.sedikit2 nangis.keringkan air mata thor
goodnovel comment avatar
Siska Nayla
ok good, saya suka sekali
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Berhati Baja   WBB 122

    “Usahamu ‘kan masih bisa berjalan dengan baik, Mas. Dulu, Mas tak mau bekerja di perusahaan Bapak. Memilih berdikari di atas kaki sendiri. Mengapa sekarang harus mengandalkan harta Bapak untuk sukses?”“Dulu aku punya Sekar yang membantuku memenangkan banyak tender. Dia pintar melobi orang. Sekarang aku sering tak beruntung.”Hatiku retak mendengar jawabannya. Mengapa harus mengungkit jasa wanita itu dalam hidupnya. Itu seperti menyindirku yang tak bisa melakukan apa-apa untuk membantunya, kecuali berdoa.“Maaf, Sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu cemburu dengan ceritaku. Aku hanya ....”“Sudahlah, Mas. Tak perlu kaujelaskan. Semua terang bagiku. Dia adalah batu berlian, sementara aku batu kerikil.”“Bukan begitu ... bukan begitu maksudku. Maafkan aku salah bicara. Seharusnya tak kusebut-sebut namanya saat bersamamu.”Senyum tipis kuberikan. Sekadar menenangkan. Sekalipun aku tak tenang, merasa tak berguna sebagai pasangannya.Dia memandangku dengan tatapan yang aneh. Tatapan yang m

  • Wanita Berhati Baja   WBB 121

    Ini cinta yang berat, juga rumit. Di sisi hati, aku benci. Di sisi lain begitu mencintai. Di satu waktu, aku ragu. Di lain waktu, begitu menggebu. Adakah aku akan tetap berdiri di sisinya sekuat baja?___Kugandeng tangan Mas Danu. Membawanya menjauh dari rubah betina itu. Namun, kaki suamiku seolah terpaku. Tak bergerak dari tempatnya berdiri. Mungkinkah, dia jatuh cinta lagi?Mas Danu melepas pegangan tanganku, berjalan mengejar wanita itu, lalu memegang tangan Sekar hingga wanita itu berbalik. Menatapnya dengan pandangan penuh kebahagiaan. Ia menang. Sekali lagi ... dia menang dan menempatkan diriku sebagai pecundang. Rasa sakit melihat itu, membunuhku. Aku tak mampu bertahan lagi dengan siksa batin ini.Sekar langsung bergerak hendak memeluk Mas Danu, hingga aku tak sanggup memandang dan memilih memejamkan mata. Terkatup bersama bulir kristal bening yang merembes, membasahi pipi.“Jangan! Hubungan kita sudah berakhir.” Suara Mas Danu terdengar jelas. Segera kubuka mata untuk melih

  • Wanita Berhati Baja   WBB 120

    Biarlah yang lalu terbawa angin, agar yang sekarang bisa hidup dengan tenang, tanpa beban, ataupun penyesalan.___“Siapa, Mas?”Masih bergeming. Mas Danu mendadak beku. Tak dihiraukannya lagi ponsel yang terjatuh ke lantai. Apalagi menjawab pertanyaanku.Kuputuskan menghampiri dan menggoyang tubuhnya. Ia pun tersentak kaget. Kedua tangannya mencengkeram tubuhku erat.“Kamu tidak akan percaya ini, Laras. Dia ....”Aku melihatnya kebingungan. Sebenarnya apa yang terjadi?Apakah ini tentang Caca? Mas Danu tak tahu bahwa aku sudah memegang separuh rahasia Bapak.“Pemilik rumah ini adalah ....” Mas Danu sulit sekali berkata-kata. Mengusap wajahnya berulang-ulang. Lalu memegang dadanya dengan pandangan nanar. Siapa?“Dia ... Sekar.” Lirih suaranya, tapi dahsyat akibatnya.“Sekar, Mas?” Tanganku mencengkeram sisi meja agar tidak jatuh pingsan. Dia, wanita itu kembali setelah sekian lama. Tak mungkin rumah ini menarik baginya. Pasti ada hal lain yang hendak dia rebut dariku. Mas Danu.Kugele

  • Wanita Berhati Baja   WBB 119

    Aku pernah menentang niat baik istriku yang hendak menjadikan kamu menantu. Keberadaanmu menyiksaku. Namun, kamu tahu apa yang dikatakan istriku? Dia bilang, “Justru aku harus berada di dekatnya, sebab jalan takdir kalian tak akan jadi serumit ini jika malam itu aku tidak menemuimu.”Di situ aku terenyak. Menyadari istriku sengaja datang. Dia membaca surat-suratku untuk ibumu. Ia bilang, “Aku jatuh cinta padamu, lewat kata yang kau untai untuk sahabatku.” Jadi dia sengaja datang ke tempat seharusnya aku bertemu ibumu. Dia ingin menghiburku. Tanpa tahu aku sudah memilih alkohol untuk menemaniku.Dia merasa, dirinya yang membuat hidup kita berantakan. Pernahkah kamu melihat cinta sebodoh itu? Cobalah bercermin. Karena cinta yang bodoh itu, juga pernah kamu rasakan untuk anakku. Juga pernah kurasakan pada ibumu. Juga pernah dirasakan Danu pada Sekar. Hampir dari kita semua, pernah menjadi bodoh karena cinta. Merasa cinta adalah segalanya. Padahal, itu hanya ilusi. Hanya sebuah perasaan y

  • Wanita Berhati Baja   WBB 118

    “Sebaiknya kita kembali ke rumah kita, Mas. Di sini banyak duka yang membayang.” Setelah Mas Danu pulih sempurna, aku segera mengajukan keinginan yang lama terpendam. Rasanya tak betah terus berada di rumah ini. Penuh foto Bapak yang membuatku muak.“Duka itu ada di hati, terbawa ke mana pun kita pergi.” Ia duduk di balkon favoritnya untuk membaca koran. Secangkir wedang jahe—kesukaan Bapak—tersaji. Padahal, dulu Mas Danu tak suka minum wedang jahe. Ia lebih suka minum teh atau kopi. Semakin hari, ia semakin mirip dengan Bapak mertuaku itu. Mungkinkah ini hanya bayanganku saja?“Aku sudah menghubungi pihak bank. Rumah ini masuk daftar lelang. Jadi, bukan sehari dua hari ini terjadi. Semua sudah dijalankan diam-diam sejak lama oleh Caca. Aku akan merebut kembali semua milikku.” Dingin dalam suara itu membuatku kembali teringat almarhum Bapak. Akankah suamiku berubah menjadi pria ambisius yang mencintai bisnis dibanding keluarga?“Tak bisakah Mas relakan? Kita masih punya banyak hal ber

  • Wanita Berhati Baja   WBB 117

    Kuambil tisu dan menyeka beberapa keringat di wajahnya. Padahal AC mobil menyala, tapi bisa-bisanya ia berkeringat.“Jangan pikirkan hal-hal berat dulu, Mas. Kamu baru keluar dari rumah sakit. Sebaiknya kita pulang dan istirahat. Apa gunanya banyak harta jika tubuh sakit?”Dia diam, tak bersuara. Masih memijat kepalanya dengan wajah meringis menahan sakit. Segera kupasangkan seatbelt ke tubuhnya dan menyetir pulang.Meski dipaksa beristirahat, Mas Danu tetap gelisah dalam tidurnya. Ini memang tak mudah bagi kami. Tiba-tiba saja, kemewahan yang kami nikmati selama ini direnggut paksa. Bagai penduduk pribumi yang didepak kompeni. Kami tertipu oleh serigala berbulu domba.“Tidak, Bapak ... Bapak ... kembali. Kembalilah! Jangan pergi!” Mas Danu mengigau dalam tidurnya. Kusentuh keningnya, panas. Dia kembali demam. Kepanikan melanda diriku yang bingung harus bagaimana dalam situasi semacam ini. Suamiku yang kuharapkan bisa berdiri tegak, justru berulang kali jatuh sakit. Masalah bertubi-tu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status