"Kenapa sudah longgar begini?" pikir Marcel.Marcel tentu terkejut mendapati milik Celina yang sudah longgar, seperti sudah sering di pakai keluar masuk.Berbeda jauh dengan milik Raya.Marcel masih ingat jika malam itu ia harus bekerja ekstra keras untuk dapat membobol gawang wanita itu. Bahkan dirinya harus bertindak kasar untuk dapat mencapai keinginannya."Sayang, ada apa?" tanya Celina dengan lembut, wajah wanita itu terlihat cemas.Marcel menggeleng samar. Ia tidak pernah meniduri wanita lain selain Raya, dan sekarang Celina. Tapi ia bukan lelaki bodoh yang tidak bisa membedakan mana yang masih terjaga mana yang sudah terlepas.Pria itu ragu hendak mengambil keputusan. Sudah terlanjur masuk, mau di cabut lagi--tanggung. Mau lanjut di goyang--takut kecewa.Tapi Celina terus menggoyang-goyangkan pinggulnya di bawah sana dengan gerakan erotis, menghadirkan sensasi rasa yang menggugah hasrat kelakiannya."Sayang," panggil Celina dengan suara mendesah, membuat Marcel menatap ke arah
Wanita itu memakai kemeja putih miliknya, tanpa bawahan. Terlihat kebesaran tapi juga terlihat seksi.Begitu juga dengan kakinya yang ramping, terlihat sangat seksi. Rambut panjang yang di cepol ke atas sembarangan, meski berantakan namun justru terlihat indah.Leher jenjang itu ... terlihat begitu menggoda di mata Marcel.Tanpa bersuara, Marcel terus mendekat hingga berdiri tepat di belakangnya, begitu dekat.Rupanya wanita muda itu sedang mencuci tangannya. "Raya."Wanita itu berjengit kaget. Begitu menoleh ia mendapati wajah Marcel yang begitu dekat dengan wajahnya-- nyaris bersentuhan."Mas Marcel," cicit Raya dengan jantung berdebar.Bahkan hembusan nafas hangat Marcel menerpa wajahnya.Raya buru-buru memalingkan wajahnya, namun ia kembali terkejut saat mendapati kedua tangannya sudah di pegang oleh Marcel.Pria itu melanjutkan mencuci kedua tangannya dengan lembut, bahkan sampai mengusap satu persatu jari-jarinya yang lentik, sampai selesai.Marcel meraih handuk di atas lemari
Marcel bergerak naik ke atas tubuh Raya, mengungkung tubuh wanita itu di bawahnya."Ma-mas Marcel ...."Suara Raya seperti tercekat di tenggorokan. Wanita itu benar-benar tidak berdaya menolak Marcel.Namun, bayang-bayang peristiwa di malam itu membuat Raya kembali di landa ketakutan. Rasa sakit itu masih begitu terasa di tubuhnya."Aku menginginkanmu, sayang. Malam ini." Suara Marcel terdengar begitu berat, kedua matanya semakin berkabut menatap Raya.Ia begitu ingin segera memasuki tubuh wanita itu, hanya saja ia menginginkan Raya yang menyerahkan diri kepadanya, ia tidak ingin membuat wanita itu semakin terluka karna keinginannya.Tangan Marcel mulai bergerak membelai wajah cantik itu, lalu perlahan turun ke bawah mengusap bibir ranum yang begitu menggoda."A-aku takut, Mas," cicit Raya dengan bibir gemetar."Aku tidak akan menyakitimu, sayang. Aku janji, hem," bujuk Marcel dengan lembut.Tidak melukai? Bukankah sebelumnya ia sudah melukai Raya terlebih dahulu?Sekuat apa pun Raya
Wanita itu tertidur lelap, dalam pelukan pria yang semakin mencintainya kini.Setelah melewati malam pertama yang begitu panas, sampai membuat Marcel enggan untuk menyudahinya. Membuat Raya terkapar tidak berdaya di buatnya.Kalau tidak mengingat jika Raya sedang mengandung anaknya, dan kandungannya belum cukup kuat, ingin rasanya Mercel terus memasuki tubuh Raya sampai pagi."Maafkan aku, sayang. Kau pasti kelelahan," bisik Marcel, mencium kening Raya dengan lembut.Tangannya lalu bergerak turun, mengusap perut rata istrinya dengan senyum terukir di wajahnya."Tumbuhlah dengan baik di sini, baby. Ayah akan selalu bersama kalian."Marcel semakin erat mendekap tubuh Raya, lalu ikut memejamkan mata bersamanya."Mas ... haus."Baru saja memejamkan kedua matanya, Marcel kembali terbangun mendengar suara Raya yang kehausan."Sebentar, sayang. Aku ambilkan dulu," sahut Marcel.Dengan lembut memindahkan kepala Raya ke atas bantal, lalu bergegas turun untuk mengambil air minum di atas meja."
Marcel langsung bersorak girang mendengar Raya menyatakan cinta kepadanya.Marcel semakin mendekap erat tubuh Raya sambil berulang kali mendaratkan ciuman hangat di keningnya."Terima kasih, sayang. Terima kasih karna sudah mau mencintai pria seperti aku. Terima kasih cintaku, sayangku, belahan jiwaku, separuh nafasku, puja—"CupRaya yang gemas mendengar gombalan Marcel langsung membungkam bibir Marcel dengan sebuah ciuman lembut, tapi singkat.Wajah cantik itu langsung merona, begitu Marcel menatapnya penuh cinta tanpa berkedip.Luka yang dulu di torehkan Marcel telah berganti dengan cinta dan kebahagiaan. Meskipun dia hanya wanita kedua, setidaknya Marcel begitu tulus mencintai dan menyayanginya."Aah ... Raya, kau benar-benar membuat pria tua ini seperti anak muda yang baru merasakan jatuh cinta," ungkap Marcel.Pria itu meraih dagu Raya, mendorong wajahnya ke atas hingga bertemu pandang dengannya.Marcel sedikit merunduk, hingga bibirnya bertemu dengan bibir Raya dan melumatnya d
Wanita itu masih mengenakan kimono mandinya dengan rambut yang masih setengah basah. Setelah selesai memandikan Raya, Marcel langsung saja membawanya ke balkon untuk berjemur."Duduklah dulu di sini, sayang. Aku akan mengambilkan sarapan untukmu di bawah."Marcel mendudukkan tubuh Raya di sebuah sofa bed yang ada di balkon bagian samping kamarnya. Balkon itu tepat menghadap ke arah matahari terbit, sehingga Raya bisa menikmati sinar matahari pagi setiap hari."Matahari pagi sangat bagus untuk kesehatan, sangat bagus juga untuk perkembangan calon anak kita di dalam, sayang," ucap Marcel sambil mengusap perut istrinya."Apa Mas Marcel sangat bahagia dengan kehadirannya?" tanya Raya dengan wajah polos."Tentu saja, sayang. Pria tua ini tentu sangat bahagia dengan kehadirannya," jawab Marcel dengan senyum bahagia."Pria tua yang sudah membuatku tidak berdaya," lirih Raya dengan wajah merona.Marcel terkekeh. Pria itu menunduk, mendaratkan sebuah ciuman lembut di bibir Raya."Aku ke bawah
Marcel menyelimuti tubuh Raya, tangannya bergerak merapikan anak rambut di keningnya. Wanita itu benar-benar lelap dalam tidurnya.Marcel tersenyum bahagia menatap wajah cantik di depannya. Wanita itu benar-benar sudah membuatnya bekerja keras pagi ini.Menyuruhnya untuk terus memasukinya hingga Raya benar-benar terkulai dan akhirnya lelap dalam pelukannya."Tidurlah, sayang. Jangan kuatir, aku akan segera pulang," lirih Marcel.Pria itu membungkuk, mencium kening wanita itu dengan lembut sebelum melangkah pergi meninggalkan kamar itu.Pria itu menuruni tangga, lalu menuju ke ruang kerja sang Ayah. Mengetuk pintu terlebih dulu, sebelum masuk ke dalam ruangan tersebut."Kau mau pergi, Nak?" Tuan Adam lantas bertanya begitu melihat Marcel menghampirinya."Iya, Ayah. Aku akan pergi bulan madu dengan Celina. Aku tidak ingin mengecewakannya lagi kali ini," jawab Marcel.Tuan Adam mengangguk samar, jari telunjuknya bergerak mengetuk permukaan meja."Kau yakin?" tanya Tuan Adam. Pria paruh ba
Marcel terdiam beberapa saat, menatap tubuh mulus Celina yang tertutup busa sabun. Kulit putih mulus itu begitu menggoda mata.Tapi entah mengapa, tidak ada sedikit pun keinginan yang timbul di hati Marcel untuk menyentuhnya. Hasratnya seakan menguar begitu saja."Sayang ... kau sudah pulang?"Marcel tersadar dari lamunananya, begitu mendengar suara Celina yang bertanya.Pria itu mengangguk, sembari tersenyum menatap wanita cantik yang kini menegakkan tubuhnya, hingga memperlihatkan dua bukit kembar miliknya.Terlihat besar dan menantang."Apa kau sudah berendam sejak tadi?" tanya Marcel seraya menghampiri Celina."Apa kau tidak mau bergabung bersamaku?" Celina balas bertanya.Marcel kembali tersenyum, lalu menggeleng. "Aku akan menunggu di tempat tidur, selesaikanlah mandimu dulu," jawab Marcel. Pria itu sedikit membungkuk, lalu mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening Celina. Setelah itu melangkah keluar meninggalkan Celina yang tersenyum penuh arti di dalam bathtub.Bukan di atas