“Hei, apa yang mau kamu lakukan!? Lepaskan aku!”
“Kamu tidak bisa diam, jangan salahkan aku jika harus melepaskan sepatumu. Biar aku lap sampai warnanya luntur.” Geram Selena Tan, ia masih bersikeras mempertahankan sepatu yang ada dalam pegangannya.
“Yak! Lepaskan aku! Konyol sekali kamu!” Bentak si bos muda tak kalah keras kepalanya dengan Selena Tan, mereka saling beradu kekuatan untuk memperebutkan sebuah sepatu. Hingga akhirnya si bos muda mengeluarkan tenaga penuh dan membuat tubuh Selena Tan terdorong ke belakang.
“Tuan, anda tidak apa-apa?” Pria pengawal itu tak tahan untuk terus berdiam diri menyaksikan tuannya terlibat ketegangan bersama seorang wanita. Namun di saat ia hendak membantu, tuan muda itu menepis bantuannya. Ia pun tak bisa menolak, membiarkan tuan muda itu mempertahankan gengsinya.
Selena Tan berupaya sendiri untuk bangun dan berdiri tegak lagi setelah diruntuhkan dengan satu kali dorongan. Tatapannya tertuju pada sepatu yang berhasil ia lap itu, sorot matanya seketika berbinar, ia yakin dengan pasti bahwa sepatu itu sudah kembali kinclong. “Tuan angkuh, lihat itu! Sepatumu sudah kembali seperti baru, jadi please jangan dilebih-lebihkan lagi masalah ini. Selamat bersenang-senang lagi, tuan angkuh. Saya permisi dulu!” Ujar Selena Tan seraya membungkukkan badannya, bersiap meninggalkan si pembuat onar itu.
“Hei tunggu! Siapa yang bilang aku sudah melepaskan kamu? Jangan seenaknya mengambil keputusan, aku belum menganggap masalah ini kelar.” Suara bariton itu mencegat Selena Tan yang baru saja membalikkan punggungnya, belum juga sempat melangkah namun sudah dicegat lagi. Selena Tan belum berani membalikkan badannya, agak takut berhadapan langsung dengan pria menyebalkan yang entah apa lagi maunya.
“Pak Fei, panggilkan manager bar ini kemari. Sepertinya pegawai nakalnya ini perlu diberi penataran ulang. Dia belum tahu apa sanksinya menyinggung pelanggan VIP di bar ini.” Tegas pria muda itu yang mulai menyombongkan keistimewaan dirinya untuk menekan lawan yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengannya itu.
Selena Tan tercengang mendengar pengakuan bahwa pria itu adalah tamu agung di bar ini, Menyinggung tamu sekelas ini sama saja dengan mendapatkan golden tiket menuju pemecatan. ‘Sial ... Apa aku harus kehilangan pekerjaan di hari pertama aku bekerja?’ Selena Tan meratapi nasibnya yang di ujung tanduk. Bukan mudah mendapatkan pekerjaan di kota besar ini dengan modal ijasah pas-pasan serta kemampuan yang terbatas. Andai memang mudah menemukan pekerjaan yang lebih baik, Selena Tan tentu tidak akan bersedia menjadi pelayan di tempat yang sarat akan dunia malam itu.
“Baik tuan.” Pria pengawal itu menyanggupi kemudian beranjak dari hadapan bos mudanya. Hanya tinggal dua orang yang masih terlibat masalah, Selena Tan sungguh tidak bisa lari dari keadaan yang tidak berpihak kepadanya itu. Sepasang mata menyorotinya dengan tajam, dilengkapi dengan senyum seringai, seakan Selena Tan adalah mangsa yang akan memuaskan rasa laparnya. “Sekarang aku mau lihat, kamu akan melawanku dengan cara apa lagi, Selena Tan?”
Keringat dingin mengucur dari dahi Selena Tan, kenyataan itu seketika menamparnya bahwa ia tidak akan bisa menang melawan seorang penguasa.
***
Selena Tan berdiri layaknya manekin yang punya nyawa. Jika tadinya ia begitu berani menantang tamunya yang semena-mena, sekarang setelah managernya ikut campur dalam urusan yang tadinya bersifat pribadi, berubah menjadi sidang terbuka untuk menyudutkannya. Selena Tan sudah bisa menebak, siapa yang paling dirugikan dalam kondisi seperti ini. Sekalipun dirinya benar, mustahil sekali managernya akan membelanya.
“Dia anak buahmu kan? Kesalahan yang dia lakukan sudah cukup fatal. Apa kamu tidak mengajarinya sopan santun?” Celetuk si tuan muda itu seraya menatap tajam pada manager muda yang berdiri setengah membungkuk di hadapannya.
Selena Tan mengepal sepasang tangannya, entah mengapa ia merasa mual mendengar pernyataan pria muda itu yang terlalu berlebihan. ‘Apanya yang fatal? Hanya menumpahkan wine di sepatunya saja dibilang fatal? Sepertinya beban hidup pria angkuh ini lebih berat daripada aku, sampai-sampai hal sepele begini saja dibilang berat.’ Gerutu Selena Tan yang terpaksa menambah beban hatinya dengan kedongkolan yang hanya bisa ia pendam. Sambil berharap ia bisa mendapatkan kesempatan untuk balas dendam pada pria kaya yang menyusahkan itu.
Manager muda itu melirik tak senang ke arah Selena Tan, sayangnya mereka tidak bisa beradu pandang lantaran wanita cantik itu terus menundukkan kepala. Pria itu menggertakkan gigi, dalam kondisi seperti ini pun ia harus pasang badan untuk menyatakan maaf kepada tamu penting itu. “Maafkan saya tuan Saputra, saya sungguh tidak menyangka anda akan mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan di tempat kami. Pegawai ini baru hari ini bekerja di sini, saya mohon maaf atas kelalaian yang dia lakukan. Untuk menunjukkan itikad baik kami, saya akan memberikan kompensasi kepada anda. Seluruh pesanan anda akan kami gratiskan, semoga itikad baik ini bisa diterima oleh anda, tuan. Ke depannya saya akan lebih memperhatikan kinerja pegawai.”
Pria muda yang dipanggil ‘tuan Saputra’ itu menyeringai, sorot mata yang memandang remeh pada orang yang hendak memberinya minum gratis. “Kamu manager baru di sini? Apa kamu juga ikut meremehkan aku? Hanya membayar minuman dan kudapan saja aku lebih dari sanggup, untuk apa harus menerima gratisan dari kamu? Ini tetap tidak akan menyelesaikan masalah. Anda tahu, apa yang sudah dia lakukan kepada saya?”
Manager bar itu kian serba salah, ia pun kembali membungkukkan badan. “Saya belum tahu pasti, tuan.”
“Kalau begitu, tanyakan pada dia! Apa yang sudah dia lakukan kepadaku sampai aku semarah itu. Aku mau lihat, apa dia berani berkata jujur.” Ujar tuan Saputra itu seraya tersenyum miring, sangat kebetulan sekali ketika ia mendelik ke arah wanita yang bermasalah itu, Selena Tan pun tengah mencuri tatap ke arahnya. Tuan Saputra merasa detik singkat itu menjadi detik berharga karena ia bisa melihat wanita tangguh itu mulai gentar. Kini ia yakin, upayanya memanggil manager untuk menggertaknya tidaklah sia-sia.
“Selena Tan, apa yang sudah kamu lakukan sehingga tuan Saputra begitu tersinggung?”
‘Jadi namanya Saputra? Cih ... Nama yang terlalu bagus untuk orang yang tak punya akhlak seperti itu.’ Gumam Selena Tan yang malah bicara dalam hatinya dan bercabang pikiran. Ia terkesiap begitu pundaknya diguncang pelan oleh pria manager itu.
“Kamu dengar aku!? Jadi sejak tadi aku sedang serius bicara dan kamu malah asyik melamun!? Apa kamu sungguh tidak menginginkan pekerjaan ini lagi?” Gertak manager muda itu terlihat mulai kehilangan kesabaran terhadap Selena Tan.
“Ah, maafkan saya pak. Saya mendengarkan anda kok ... Masalahnya sebenarnya sepele, saya tidak sengaja menumpahkan minuman pada sepatu tuan ini. Saya sudah membersihkannya namun tuan ini terus membesar-besarkan masalahnya.” Jawab Selena Tan, ia sudah merasa jujur dalam versinya.
***
“Nyonya besar, apa yang membawa anda tiba-tiba mengunjungi rumah ini? Maafkan saya yang tidak mengetahuinya lebih dulu sehingga tidak menyambut anda. Silahkan masuk nyonya besar.” Mbok Mina sedikit gelagapan menghadapi kunjungan tamu agung yang tak terduga. Bahkan tuan mudanya pun mungkin tak menyadari akan ada inspeksi dadakan dari wanita tua yang penuh kuasa itu. Meskipun rumah ini sepenuhnya milik Nicole Saputra, namun siapa yang berani mengabaikan status Lucia? Ibu dari tuan muda yang patut dihormati itu tak boleh sampai salah berucap yang berpotensi menyinggung dia.“Ya tentu saja datang untuk menyingkirkan parasit di rumah ini. Mana dia? Kalian sembunyikan wanita jalang itu?” Ujar Alice yang menyerobot pembicaraan, padahal bukan dirinya yang sedang diajak bicara. Tapi tingkahnya seakan dia adalah juru bicara sah nyonya Lucia.Mbok Mina mengerutkan dahinya, sebenarnya ia tahu siapa yang dimaksud oleh Alice namun hanya memasang tampang polos
Pak Fei mendatangi sebuah rumah kontrakan sesuai dengan alamat yang diberikan kepadanya. Urusan di luar pekerjaan kantor yang harus ia selesaikan hari ini juga, resiko menjadi tangan kanan bos muda yang tampaknya kini sedang dimabuk asmara sehingga begitu royal menggelontorkan uang dalam jumlah yang cukup besar hanya untuk kepentingan mendapatkan seorang wanita. Setelah mengetuk pintu kayu itu berulang kali, akhirnya ada respon suara dari dalam yang mempertanyakan siapa dirinya.“Saya utusan dari tuan muda Saputra, nona.”“Oh, tunggu sebentar.”Barulah si pemilik rumah itu merespon dengan membukakan pintu. Ini kali pertama bagi pak Fei bertemu dengan sosok wanita yang masih muda dan agak sederhana penampilannya. Ia disambut dengan senyum sumringah, terlihat jelas dari sepasang matanya berbinar bahwa saat ini si wanita muda itu begitu antusias.“Ma-masuklah, tapi rumahku agak berantakan. Aku belum sempat merapika
Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan Selena Tan, ia tidak menampik bahwa ancaman dari bos muda itu membuat nyalinya menciut. ‘Aku sudah banyak mengalami kesulitan hidup dan tahu betul bahwa di dunia ini akan sangat mudah bagi orang yang punya uang apalagi kekuasaan. Jika aku terus bersikeras melawan dia, melihat sifat kerasnya begitu, rasanya percuma saja aku memberontak. Dia akan tetap dengan mudah menyingkirkanku. Sudahlah, aku tak perlu berkeras lagi membantah. Akan kucoba ikuti permainannya.’ Selena Tan menimbang dalam hatinya, ia bahkan sudah didera rasa lelah karena sudah berulang kali membuktikan bahwa gertakkan Nicole Saputra memang bukan isapan jempol semata.“Hah, sudahlah, aku capek berdebat. Langsung katakan saja apa maumu?” Ujar Selena Tan seraya mengibaskan satu tangannya, ingin terlihat acuh namun jatuhnya malah seperti sedang menunjukkan kelelahan batinnya.Nicole Saputra menunjukkan senyum penuh kemenanga
“Selamat datang kembali nyonya muda.” Mbok Mina yang memimpin penyambutan datangnya Selena Tan bersama rombongan pelayan lainnya, termasuk Helen. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di malam sebelumnya, sampai ketika waktu sarapan tiba dan tidak mendapatkan nyonya muda itu ikut menyantap bersama tuan rumah. Barulah Nicole Saputra mengatakan yang sebenarnya sekaligus mengomando para pelayan itu agar tetap mengikuti instruksinya.Selena Tan hanya bisa menarik seulas senyuman tipis dan terpaksa, niat hatinya yang tidak ingin menginjakkan kaki di rumah mewah ini pun hanya tinggal angan. Belum juga dua puluh empat jam terbebas dari tampang menyebalkan bos muda yang sedari tadi cengar cengir itu, ia sudah harus menahan kesal sekaligus mual setiap kali melihat senyum kemenangan Nicole Saputra yang yang tampang sengaja seperti mengejeknya.“Te-terima kasih.” Jawab Selena Tan kikuk, susah untuk memposisikan dirinya sekarang ketika berhadapan dengan orang-
“Sah? Istri sah dari mana? Jelas-jelas kamu saja masih terikat pernikahan dengan wanita lain. Seenaknya saja menggertak orang tanpa dasar.” Gerutu Selena Tan yang tidak mau kalah debat, terlebih ia tahu bahwa Nicole Saputra hanya ingin menggertaknya saja.Bos muda itu mendengus, meski terlihat agak kesal tetapi beberapa detik kemudian senyum liciknya mengembang. “Kamu perlu bukti? Baiklah kalau hanya itu yang bisa membungkammu. Pak Fei, berikan surat itu kepadanya!”Pengawal yang sedari tadi hanya jadi penonton itu kebagian perannya juga. Pak Fei mendekat dengan membawakan secarik kertas yang disebut surat itu kepada Selena Tan. Tanpa menunggu lama, kertas itu sudah berpindah tangan kepada wanita yang terlihat sangat penasaran itu. Pak Fei menyadari reaksi Selena Tan dari mimiknya yang tampak bingung. “Itu adalah surat pernikahan anda dengan tuan Saputra yang sudah disahkan. Secara hukum ini sudah termasuk legalitas, nona. Selamat kepada a
Sepanjang perjalanan yang terasa sangat sunyi itu tidak membuat Selena Tan merasa curiga. Sebaliknya ia malah agak lega lantaran akan mengungsi di tempat yang aman. Ia tidak fokus pada perjalanannya, malah sibuk melamun dengan pikiran yang tidak menentu. Ketika ia melewati sebuah bangunan yang agak familiar, air muka Selena Tan mengerut seketika, menyusul feelingnya yang tidak enak lantaran merasa dejavu dengan lingkungan sekitar.“Pak, kita ke mana sebenarnya? Temanku itu meminta anda mengantarku ke mana?” Selidik Selena Tan yang kini malah meragu, padahal sebelumnya ia sudah sangat tenang dan yakin bahwa Weni telah menjadi penolongnya.“Sebentar lagi anda akan tahu, nona.” Hanya itu yang dikatakan oleh supir, sungguh tidak melegakan batin si penanya. Ia memang sudah diperintah untuk sedikit bicara, bahkan tidak diperkenankan untuk berinteraksi lebih kepada penumpang agar tidak menimbulkan kecurigaan. Sayangnya misi yang semula mulus itu tidak