Judul: Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Part: 22.***Ciko terlihat mengukir senyum sinis ke arah Angel. Gerak-geriknya selalu aku perhatikan.Sungguh tatapan Ciko seperti orang yang menyimpan sebuah dendam."Mama sudah tidak waras?" tanya Angel penuh penekanan."Jaga ucapanmu itu, Angel! Mama tahu Ciko ini bekas pacarmu, tapi kau sendiri sudah tak menginginkannya, bukan? Sekarang kami sudah sepakat untuk saling melengkapi," papar Mama mertua."Lelucon macam apa ini, Ma? Aku tidak akan pernah mendukung keinginan gila Mama ini," ujar Mas Rio."Terserah. Mama akan tetap bersama Ciko dengan atau tanpa dukungan kalian."Aku menarik napas panjang. Bisa-bisanya Mama sebeg
Judul: Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Part: 23.***POV Rio.Aku sampai di rumah Mama. Ternyata berondongnya itu jugaberada di dalam.Entah apa yang sudah Mama lakukan, tapi sungguh semua ini melewati batas kewajaran."Ma, istigfar! Mama sudah tua dan mengerti nilai-nilai kebaikan. Berada satu rumah dengan lelaki yang bukan siapa-siapa Mama di tengah malam begini tidak baik, Ma. Bagaimana kalau para tetangga memergoki dan menghakimi kalian?" paparku."Kami tidak melakukan apa-apa, Rio. Kalau para warga ingin menghakimi kami, ya tak masalah. Mama dan Ciko bisa langsung menikah," ujar Mama.Aku menggeleng-geleng tak menyangka."Maaf, sayang. Tapi aku sepertinya memang harus pulang dulu. Kamu pikirkan saja permintaanku tadi. Ingat, ak
Judul: Memadu kasih (Pernikahankedua suamiku)Part: 24.***POV Hana.Seminggu sudah berlalu, tapi Ciko belum juga datang menghalalkan Mama mertua.Kami semua sedang cemas memikirkan kebenarannya."Ma, apa Ciko ada bilang sesuatu pada Mama?" tanya Angel.Mama menggeleng lemah. Kepalanya tertunduk sedih. Aku sudah bisa menebak apa yang tengah ia pikirkan."Coba hubungi nomornya!" perintah Mas Rio pula."Tidak aktif, Rio. Mama sungguh resah sekarang," ujar Mama.Aku menarik napas dalam-dalam. Akhirnya semua yang aku takuti benar terjadi."Kita ke rumahnya saja sebelum terlambat," sambungku.
Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Part: 25.***Tak lama kemudian Mas Riodatang. Ia menatapku dengan tatapan sedih seperti yang lainnya."Ada apa ini? Bayiku di mana?" tanyaku mengulang kalimat yang sama."Kamu harus ikhlas, Han. Buah hati kita tidak ingin ikut tinggal bersama kita, sayang." Mas Rio berkata sembari mengusap sudut mata.Aku masih mencoba mencerna kalimatnya. Walau hatiku telah gundah dan resah."Katakan yang jelas, Mas!""Han, Putra kalian meninggal, Nak. Ikhlaskan," sambung Mama.Aku bergeming. Air mata bercucuran deras di pipi.Dengan sigap Mas Rio memelukku erat. "Sabar, Han. Aku yakin ini adalah yang terbaik.".Waktu berla
Judul: Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Season 2.Part: 26.***20 tahun kemudian ...."Ingat ya, Nisa! Kamu jangan jadi duri dalam kehidupanku! Tolong sifat Ibumu itu jangan.kamu warisi. CukupMamaku saja yang menderita karena harus berbagi suami dengan Ibumu," ketusku pada Nisa, Adik satu Ayah lain Ibu."Kak Arsi kenapa sih selalu mengungkit masa lalu Ibu? Bukannya Ibu pernah bilang kalau Mama Hana sudah ikhlas, dan bahkan saling menyayangi satu sama lain," sahut Nisa sok bijak."Itu kan cuma cerita Ibumu. Mana mungkin Mamaku seikhlas itu. Pastinya banyak air mata yang Mamaku tumpahkan karena ulah Ibumu. Lagian aku juga mendengar cerita staf kantor di perusahaan Mama. Mereka bilang Ibumu itu jahat, serakah, da
Judul: Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Season 2.Part: 27.***Ketika di rumah, Nisa mengajak aku bicara di teras lantai atas."Katakan ada apa? Aku tak punya waktu meladeni Anak pelakor sepertimu," ketusku."Cukup, Kak Arsi! Jangan pernah bicara seperti itu lagi padaku, atau Kakak akan menyesal ketika mengetahui kebenarannya!"Kali ini Nisa berani melawanku. Tatapannya tajam seolah menyimpan dendam.Aku tersenyum sinis. "Kau yang akan menyesal!""Terserah Kakak saja. Yang jelas aku hanya ingin bertanya perihal pertemuan Kakak dengan Reyhan tadi di taman samping kampus."Aku bergeming sesaat. Ternyata Nisa tahu. Jangan-jangan Reyhan yang mengatakan semuanya."Oh, itu ... kenapa memangnya?" "Apa tujuan Kak Arsi mengajak Reyhan bertemu berdua?" tanya Nisa menatapku serius."Kenapa kau bisa menyimpulkan aku yang mengajaknya bertemu? Bisa saja Reyhan sendiri yang ingin bertemu denganku.""Aku kenal sekali dengan karakter Reyhan, Kak. Jadi Kakak tidak akan bisa memfitnahnya," ujar
Judul: Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Season 2.Part: 28.***Suara isak tangisku sepertinya terdengar oleh Reyhan yang kini tengah berada di depan pintu kamarku."Arsi ... buka pintunya! Aku mengerti perasaanmu, Arsi. Aku percaya padamu. Aku juga tahu alasan kenapa kau ingin belajar secara sembunyi-sembunyi denganku. Arsi ... dengarkan aku! Kau tidak bersalah. Semua ini bukan kesalahanmu," ujar Reyhan.Seketika air mataku terhenti. Apa maksud Reyhan?"Apa maumu? Aku tidak ingin bertemu siapa-siapa termasuk kamu, Reyhan! Pergilah!" teriakku dari balik pintu."Tidak, Arsi. Aku akan tetap di sini sampai kau membukakan pintu untukku."Aku akhirnya menyerah. Sosok Reyhan mampu meluluhkan kerasnya hatiku saat ini."Katakan, apa yang harus aku dengar darimu?" tanyaku sembari membuka pintu.Reyhan tersenyum dan tampak menghembuskan napas kasar."Aku memikirkanmu semalaman, Arsi. Aku tidak tahu kenapa," ucapnya setengah berbisik."Omong kosong apa ini, Reyhan? Asal kau tahu, aku hany
Judul: Memadu kasih (Pernikahan kedua suamiku)Season 2.Part: 29.***"Ayah ... aku tidak ingin serumah dengan Kak Arsi lagi. Jadi, Ayah harus memilih! Aku yang pergi, atau Kak Arsi yang pergi," sambung Nisa yang muncul dari belakang.Sontak saja pelukanku dan Ayah terlepas. Kami berdua sama-sama menoleh ke arah Nisa."Apa maksudmu, Nak?" tanya Ayah.Nisa meneteskan air mata. Aku tahu, luka di hati Nisa tentunya sangat dalam."Apa masih kurang jelas, Ayah? Selama ini aku yang selalu mengalah. Namun, sekarang tidak lagi," ucap Nisa dengan suara bergetar.Aku hanya menunduk sedih. Semua memang berawal dari kesalahanku."Nisa, kau dan Arsi sama-sama Putri Ayah, Nak. Bagaimana mungkin Ayah harus memilih?""Tapi, aku sudah tidak mau serumah dengan Kak Arsi. Sepanjang hidupnya hanya ingin menghancurkan aku.""Tidak, Nisa. Itu memang niat burukku dulu, tapi sekarang tidak lagi," sanggahku."Jangan bersandiwara, Kak Arsi! Apa masih kurang Kakak menghinaku selama ini? Padahal kenyataannya aku