Share

3. Suami Wulan

last update Last Updated: 2021-11-09 18:44:04

Keesokan harinya, aku berniat menginjakkan kakiku di restoran milikku. Aku hanya ingin menggertak pelakor itu, coba sejauh mana dia bermain-main. 

Selama ini suamiku memang tidak tahu tentang bisnis restoran ini. Dia hanya tahu aku mempunyai supermarket saja. Buat apa aku memberi tahunya? Restoran ini aku percayakan kepada kakak ku. Dulu, saat aku mengutarakan niat ingin membina bahtera dengan mas Aldi, semua keluargaku menolak mentah-mentah. 

Kini aku percaya, ridho orang tua adalah ridho Allah. Mungkin jalan rumah tanggaku yang curam ini, salah satu jawaban agar aku tidak lagi bersama dengan lelaki itu. 

Mita sudah antusias saat menginjak restoran ini, dia terus saja berceloteh dengan semangatnya karena akan berbicara banyak saat di hadapan suami Wulan. 

Saat pramusaji menghampiriku, aku membisikannya agar memanggil orang yang kumaksud. Tak berapa lama, orang memakai kemeja hitam dengan celana senada tengah tersenyum hormat menatap kami. Mungkin dia bingung aku siapa, karena aku jarang sekali kesini. Aku hanya menerima laporan saja dari kakak ku, jadi wajar saja lelaki di hadapanku tidak mengenaliku. 

“Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” ucapnya sopan. 

‌“Duduklah,” titahku. “Saya pemilik restoran ini,” kataku tegas. 

Dia terlihat kaget, “Bukannya ini restoran milik, Pak Adisana?” terangnya. 

Aku menggeleng sambil tersenyum, “Dia kakak saya,”

“Jadi, ada apa kemari, Non?” ingin sekali aku tertawa kala mendengar panggilannya berubah untukku. 

Ku ambil ponsel yang ada di tas hermes keluaran terbaruku, lalu menggesernya di atas meja, menyerahkan foto istrinya yang tengah duduk manis menatap suamiku.

Matanya membelalak, pastilah dia semakin bingung dengan apa yang selanjutnya aku katakan. Aku bersandar di kursi sembari menatapnya. 

“I-ini .... i-ini istri saya, Non.” matanya memandangku, tapi aku bisa melihat emosi yang perlahan menyala di bola matanya. 

“Kamu tahu siapa lelaki yang memakaikan sepatu di kaki istrimu?” tanyaku, dan dia hanya menggeleng. Sayang sekali. 

“Dia suamiku!” kataku tegas 

“Kenapa istri saya bisa dengan suamimu, Non?” ucapnya terkejut. 

“Wah, sayang sekali. Saya kira kamu lebih tahu di banding saya,” aku mengambil nafas, hatiku masih terasa perih. 

“Saya bisa saja membuatmu hilang pekerjaan dan bisa membuatmu tidak lagi bisa bekerja di restoran manapun. Ka--” 

“Jangan pecat saya, Non, jangan! Mau makan apa anak dan istri saya,” ucapnya memotong kata-kataku.

Sebegitu cintanya 'kah dia pada gundik suamiku itu? Kenapa di saat seperti ini saja Tuhan tidak adil padaku. Aku yang sudah mati-matian berusaha menjadi istri yang baik, tidak pernah membangkang, tapi mendapat suami seperti itu. 

Lihatlah lelaki ini, dia sudah terang-terangan di hianati, tapi masih memikirkan nasib istrinya yang sialan itu! Kuhela nafas kasar, mataku mengerjap berulang kali keatas menghalau embun yang perlahan menggenang. 

“Mari kita lakukan penawaran,” ucap Mita mengambil alih, dia memang sahabat yang bisa di andalkan. 

Sedetik kemudian, Mita menceritakan tentang persahabatan suamiku dan istrinya. Lelaki yang bernama Fais yang ku baca dari name tagnya berkali-kali menghela nafas saat mulut Mita terus saja berceloteh. 

“Maafkan saya, Non. Boneka yang dimaksud tadi ada di kamar kami, boneka panda yang di tengah kepalanya sudah koyak.” ucapnya dengan pandangan menerawang. 

“Dia berkata pada saya, boneka itu dari sahabatnya. Sahabat yang membantunya saat mencari kerja dulu.“ lelaki itu menghela nafas, “pernikahan kami memang dari perjodohan, saya kira ... Wulan sudah menyerahkan hatinya kepada saya,” imbuhnya, ada bulir bening yang meleleh disudut mata kirinya. 

Aku dan Mita berpandangan, kami bukan wanita yang tidak mempunyai hati. Sungguh, aku iba melihat lelaki ini. Cintanya yang besar tidak seharusnya berakhir seperti ini. 

“Nama anak, Pak Fais, siapa?” tanya Mita. 

“Kresnaldi Pramudia Wardana,” jawabnya tersenyum. Sedangkan Mita menolehku dan kujawab dengan anggukan untuk meneruskan. 

“Nama yang bagus ya, Pak? Sayangnya, nama itu adalah nama suami atasan, Bapak.” terang Mita mantap, mulut lelaki itu menganga. “ya, nama sahabat istrimu.” imbuhnya. 

                             🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Aku pulang ke rumah saat sore harinya, Mita mengusirku pulang agar masalah ku tidak berlarut-larut katanya. Jomblo memang selalu bijak. 

Aku memutar handle pintu, lalu masuk dan melangkah menuju kulkas untuk mengambil minuman bersoda kemudian menenggaknya. Setelah tenggorokanku basah, aku melangkah menuju peraduan di lantai dua, penat sekali dengan masalah yang menerpa, ingin sekali mandi di bawah guyuran air dingin untuk menyegarkan kepalaku. 

Tapi saat aku sampai di depan kamar, indera pendengaranku menangkap suara seperti orang yang tengah memadu kasih. Apakah ... 

Klek! 

Saat pintu terbuka, aku melihat Mas Aldi tengah video call dengan seorang perempuan lalu mematikannya. Celana yang dipakainya berantakan dengan peluh membanjiri dahinya yang bersih. 

Aku mendekatinya, menatap nyalang dirinya, lalu merebut ponsel yang dia letakkan di kasur. Setengah mati dia berusaha merebut paksa ponselnya sampai akhirnya dia menyerah. 

Kubuka aplikasi berlogo burung biru, memeriksanya, banyak sekali pesan mengajak video call s*ks. Lalu beralih membuka pesan aplikasi berlogo telfon berwarna hijau dan menemukan pesan nostalgia dari gundiknya. 

[ Aku seneng banget bisa ketemu sama kamu lagi, dan bisa canda tawa bareng lagi. ]

[ Kenapa sih, istri kamu cemburuan banget? Kemarin aku dimarahin lewat telfon. ]

[ Tau gak, panda yang dari kamu masih aku simpan. Nggak terasa aku nyimpan boneka itu udah 8 tahun! ] 

Dan masih banyak lagi pesan yang suamiku dan gundiknya kirimkan. Aku mendecih, sungguh, aku semakin yakin pada keputusanku untuk meminta cerai padanya. 

“Ceraikan aku, Mas!” ucapku sembari menatap nyalang dirinya. 

“Ngomong apa kamu! Nggak, Mas nggak mau cerai.” tegasnya. 

“Aku ingin bebas dari masalalu kalian berdua!” Pekikku. 

Dia hanya menatapku, lalu pergi dari hadapanku. Entah seperti apa dipikirannya itu! Kaki jenjangku melangkah mulus menuju kamar mandi lalu menutupnya, ku nyalakan shower yang kemudian membasahiku serta dengan pakaianku. 

Mas Aldi, coba saja kamu benar-benar berubah. Mungkin sekarang kita tengah menghabiskan malam dengan manis. Tapi sekarang kita seperti orang asing di bawah atap yang sama. 

Bahkan saat kita duduk pun, pikiran kita tidak serta merta kompak, pikiranku melayang ke arahmu sedangkan pikiranmu melayang pada masalalumu. 

Sepertinya rencana yang disusun oleh Mita harus secepatnya berjalan, untung saja suami pelakor itu setuju dengan syarat anaknya tidak akan dilibatkan dan aku setuju. 

“Lakukan saja apa yang kalian inginkan, maafkan saya yang tidak becus menjaga istri saya,” Fais menunduk. 

“Baiklah, Pak. Saya minta tolong kerja samanya.” ucap Mita tegas. 

“Wulan seharusnya beruntung mendapatkan suami sepertimu,” ujarku. 

“Wulan selalu mengeluh keuangan pada saya, dan mungkin saat suamimu kembali mendekati istri saya. Dia melihat sesuatu yang Aldi punya dan saya tidak punya.” 

Ucapannya membuatku sedikit berpikir. Apa ada yang kurang dariku, Mas Aldi? Ku biarkan kamu masuk ke kehidupanku dengan tangan kosong, dan kini kamu bergelimang harta, kecukupan bahkan nafkah saja hanya beberapa ratus ribu yang kamu berikan. 

Alasan yang selalu keluar dari mulutnya adalah, karena aku mempunyai penghasilan di atas dirinya. Padahal nafkah di dalam pernikahan itu sangat penting. 

Dinginnya air yang mengguyur tubuhku tetap tidak bisa mengenyahkan tentang lelaki itu. Entah sudah berapa lama aku dibawah guyuran air, aku merasa kepalaku pusing dan pandanganku berkunang-kunang. 

Terakhir yang ku ingat, aku melihat lelaki yang menghampiriku dan perlahan gelap. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
muak sama wanita yg menyalahkan si laki2 padahal dia sdh latarbelakang lakinya. berarti kamu juga ikutan brengsek krn menikah dg laki2 yg kamu sdh tau kebrengsekannya
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
udah kmu kembalikan suami mu sama cinta lama nya sama sahabat nya dn kmu buang dr rumah itu dn juga kmu punya aset dn garta sendiri g bergantung sama Aldi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Masalalu Suamiku   91. Putusan Sidang

    Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad

  • Wanita Masalalu Suamiku   90. Harus Baik-baik Saja

    Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko

  • Wanita Masalalu Suamiku   89. Perubahan

    ”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam

  • Wanita Masalalu Suamiku   88. Tertangkap

    POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh

  • Wanita Masalalu Suamiku   87. Penuh Tangis

    PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng

  • Wanita Masalalu Suamiku   86. Fakta Memilukan

    ”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status