Share

2. Bertengkar

last update Huling Na-update: 2021-11-09 16:50:09

Aku merebahkan tubuhku di kasur yang dilapisi sprei berwarna putih polos. Pandanganku kosong mengarah ke langit-langit rumah, sedangkan pikiranku tengah melanglang buana pada kejadian hari ini. Orang yang pernah menghilangkan kepercayaanku, dan sudah kuberi setengah hati lagi, malah kembali menghianati aku. 

Bukan tidak pernah aku menegur wanita itu, selama berpacaran tujuh tahun dengan mas Aldi. Sudah berkali-kali aku menegur mereka. 

“Kamu 'kan perempuan, tolonglah hargai saya sebagai pasangan, mas Aldi.” kataku tegas disambungan telfon yang terhubung. 

Wanita itu tertawa, “kamu nggak punya sahabat, ya? Pantes aja cemburu!” katanya, lalu mendengkus. 

“Jangan terlalu cemburulah, kami dekat sebelum Aldi mengenalmu.” imbuhnya, lalu memutus sambungan telfon sepihak. 

Yang membuatku tercengang adalah nama anak wanita itu, ‘Kresnaldi Pramudia Wardana' nama yang sama dengan nama suamiku--mas Aldi. 

Persahabatan mereka memberi dampak besar kepadaku, saat mas Aldi meminta haknya sebagai suami kala malam pertama. Aku menangis hingga berteriak, kala dada bidangnya yang tanpa sehelai benang perlahan mulai menindihku, aku jijik. 

Pikiranku melayang saat melihatnya bertelanjang dada. Aku benci pikiranku yang terus memutar layaknya sebuah film otomatis yang memperlihatkan bagaimana mereka dibelakangku. 

Tiba-tiba lagu John Mayer mengalun indah dari ponselku yang menjerit-jerit minta diangkat. Tertera nama ‘Mita’ di sana. 

“Gue punya nomer whutsupp suaminya si pelakor, nih!” teriaknya diujung sana sebelum aku mengucapkan ‘halo’.

“Buat apa? Lu mau nyuruh gue balik ngelakor, heh!” ujarku lalu tertawa. 

“Lu bego, ye. Lu mau bikin perhitungan sama suaminya tu, Kunti 'kan?” terangnya, aku cengengesan kala dia menyebut nama sahabat suamiku dengan sebutan kunti. 

“Oh! Ya, gue tau! Besok lu ke ruangan gue aja. Kita diskusi di situ.” jawabku, lalu mematikan sambungan telfon. 

Aku beruntung mempunyai sahabat sepertinya, yang jelas persahabatan kami normal bukan seperti suamiku dan gundiknya. Ya, lagi pula apa lagi kalau bukan gundik? 

Ah, aku baru ingat. Dulu 'kan mas Aldi pernah bilang, jika suami si Wulan memang tidak tahu menahu tentang mereka. Yah, mereka memang menikah karena perjodohan, mungkin gundik itu tidak mencintai suaminya lalu mencari kenyamanan dengan suamiku. Menjijikan! 

Klek! 

“Sayaaang, Mas pulang, nih ... Sayaaang,” 

Suara Mas Aldi? Malas sekali rasanya mendengar panggilannya, sikapnya seperti tidak ada apa-apa yang terjadi. 

Aku diam saja, membiarkan dirinya menghampiriku. Besok, aku akan mencari asisten rumah tangga. Sudah tidak ada gunanya aku mencari predikat istri idaman kalau suamiku saja bukan suami idaman. 

Akan ku sibukkan diri dengan karir. Aku memang wanita mandiri, sedangkan wanita itu? Huh, lagi-lagi hatiku ingin menyumpah serapahkan wanita itu! 

“Ternyata kamu di sini. Kok, Mas panggil nggak jawab, sih?” ucapnya memandang mataku lekat dan duduk di sampingku. “kamu abis nangis?” imbuhnya. 

“Seharian ini kamu kemana?” ucapku to the point. 

“Aku ngantor lah sayang,” jawabnya sembari menyelipkan rambut ke telingaku. 

Aku mendengkus, lalu dengan cekatan memencet galeri yang ada di ponsel. Aku menunjukan fotonya yang ku ambil saat dirinya tengah memakaikan sneakers ke kaki sahabatnya. 

“Ini yang dimaksud ngantor?” ucapku dengan senyum sinis. 

Lalu kembali menggeser foto yang satu lagi, saat mereka tengah bercanda sambil memakan ramen di restoran. “atau ini yang disebut meeting?” imbuhku. 

Mas Aldi terlihat susah payah menelan saliva, netranya membelalak dengan dahi yang berkeringat, padahal AC di kamar ini cukup dingin. 

“S-sayang, Mas bisa jelaskan ini.” ucapnya, tangannya meraih tangan kiriku. 

“Apa yang harus kamu jelaskan, Mas? Apa! Apa nggak cukup hanya aku seorang yang menjadi temanmu, sahabatmu dan pasanganmu?” pekikku sembari melepaskan tangan kiriku yang dicekalnya. Aku muak, sangat muak. 

“Mas nggak sengaja ketemu, Wulan, tadi!” ujarnya dengan tatapan memohon. “percaya sama, Mas.” imbuhnya. 

“Hahaha, nggak sengaja ketemu, katamu?” ucapku dengan suara meninggi, buliran embun kembali mengalir. 

“Coba jelasin. Apa yang kamu lakuin tadi pagi di kamar mandi, kamu telfon sama siapa!” imbuhku, mataku menatap matanya nyalang. 

Mas Aldi terlihat gelisah dan menghindari tatapanku, “baiklah. Mas iseng mencarinya lagi,” katanya, kepalanya menunduk tak berani menatapku yang berdiri di hadapannya. 

“Kembalilah, Mas!” kataku tegas sambil mengalihkan pandangan. 

“A-apa, kembali ke siapa, Ren....” matanya membelalak mendengar ucapanku. 

“Aku capek, dan aku nggak mau lagi ada di antara dua orang di mana masalalu mereka belum sepenuhnya usai!” ucapku tegas kemudian beranjak pergi, meninggalkan Mas Aldi yang masih duduk di kasur putih. 

Sungguh, aku ingin dicintai olehnya! Bohong kalau aku berkata aku tidak mencintainya, tapi apa harus mencintainya dengan sesakit ini? 

Aku menelfon seseorang, orang yang sangat inginku maki hingga bebanku hilang. Wulan. 

“Siapa ini,” tanyanya di seberang sana. 

“Istri, Kresnaldi Pramudia Wardana,” jawabku. 

“Oh, hahahaha, kapan menjanda?” jawabannya sontak membuatku ingin sekali meremas mulutnya. 

“Tunggu tanggal mainnya, kamu akan merasakan apa yang aku rasakan.” lalu kumatikan kembali telfon sepihak. 

Kuraih kunci mobil, aku harus menenangkan pikiran. Lebih baik aku ke rumah Mita saja. Sebelum melajukan roda empatku, aku mengirim pesan dulu kepada sahabatku. 

Tok! Tok! Tok! 

Brisik sekali, kaca mobilku diketuk oleh Mas Aldi yang terus saja minta dibuka. Tapi terserah, aku lelah Mas! 

“Minggir!” ucapku dingin ketika kaca dibuka sedikit agar suaraku terdengar. 

“Jangan pergi, Rena! Kamu mau tidur di mana kalau kamu pergi?” suaranya terdengar perhatian, tapi berbeda makna di telingaku. 

“Yang jelas aku nggak tidur di pelukan cowok lain!” kataku lalu melajukan kendaraanku cepat hingga ban mobilku berdecit. 

Ponselku terus saja berdering dengan nama mas Aldi di sana. Ku biarkan saja dia. Mari bermain denganku mas, akan aku tunjukan bagaimana bermain cantik untuk parasit seperti kalian berdua. 

Tiga puluh menit kemudian, aku sudah memarkirkan mobilku di garasi rumah sahabatku. Aku selalu kagum dengan rumah sahabatku ini, rumah yang dikelilingi bunga, menjadikan rumahnya terlihat seperti istana di negeri dongeng dengan taman yang mengitarinya. 

Aku membuka pintu rumah sahabatku begitu saja, aku sudah terbiasa kemari. Kedatanganku langsung disambut oleh beberapa pelayannya, salah satu dari kelima orang itu mengantarku ke kamar Mita. 

Begitu sampai, aku langsung membuka pintunya lalu merebahkan tubuhku dikasurnya yang empuk. 

“Gitu deh, makanya gue nggak nikah-nikah,” ucap Mita, matanya terus memandang laptop berlabel apel separuh dengan mulut mengunyah makanan ringan. 

Aku memutar bola mata malas, “tau ah, Mit!” ujarku sambil merebut snack yang ada di tangannya. 

Dia menghela nafas, memutar tubuhnya menghadapku. “apa?” kataku. 

“Lu abis berantem, kan?” ujarnya, “kita harus bikin pelajaran ke kunti itu!” imbuhnya semangat. 

“Gue udah mikirin itu,” ucapku menunduk. 

“Suami tu kunti, kerja jadi supervisor di restoran lu, Ren!” katanya yang sukses membuat mulutku menganga. “jangan lebar-lebar, ntar nyamuk masuk!” sahabat lucknut memang. 

“Kok, lu lebih tau 'sih?” jawabku dan Mita menghela nafas. 

“Lu kalo lagi patah hati emang suka lemot, ya, Ren.”

“Mari kita bermain-main, Ren. Gue nggak sabar apa yang akan terjadi selanjutnya!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g simpati sama istri tolol dan banyak drama.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Wanita Masalalu Suamiku   91. Putusan Sidang

    Semalaman Rena tidak tidur, bahkan ia hanya duduk sambil menyender di pojok ranjangnya. Sementara, Katya berada dengan ibu kandung Rena karena memang sedari pemakaman kemarin, Rena hanya mengurung diri di kamar. Matanya memerah dan menimbulkan tanda hitam di bawahnya. Air matanya sudah kering, ia sudah tidak menangisi suaminya, akan tetapi ia masih belum bisa untuk mengikhlaskannya. Ikhlas? Satu kata dengan sejuta kesulitan.”Aku mau berlama-lama di sini sama Risjad, Kak.” Suara Rena serak, saat Adisana menyuruhnya pulang karena terlalu lama di pemakaman tadi siang.”Apa ada yang bisa kulakukan buat kamu, Yang, biar kamu tetep hidup?” racau Rena.Adisana mengusap wajahnya mendengar suara parau adiknya semakin membuatnya pilu. ”Dek, doakan Haris agar tenang di sana.”Rena mengerling tajam ke arah Adisana, ia tidak suka mendengar ucapan Adisana. ”Tenang? Aku yakin dia belum tenang kalau aku belum bertemu dengan pembunuhnya. Lagipula, apa motif Clara? Kenapa sasarannya ke aku dan Risjad

  • Wanita Masalalu Suamiku   90. Harus Baik-baik Saja

    Rena segera berlari ke ruangan dokter Regant untuk memberitahukan suaminya menggerakkan tangan ke atas dan ke samping. Bahkan matanya berkedip seperti orang yang berusaha bangun dari tidur. Suara gumaman pun terdengar kembali.”Dok, suami saya! Suami saya menggerakkan tangannya, dia juga berkedip!” Rena terlalu antusias hingga tak memperdulikan jika dokter Regant tengah melakukan pertemuan dengan tamunya. Senyumnya memudar saat menyadari jika Rena tidak sopan, ia menunduk dan kembali membuka pintu.”Mari, Bu Rena, akan saya lihat keadaan Pak Haris,” katanya. Rena mengangguk canggung. ”Maaf, Dok.””Nggak pa-pa, ini ibu saya.”Mereka berdua jalan saling beriringan menuju ruang ICU. Dokter Regant juga meminta 2 susternya untuk ikut. Sesampainya di dalam, mata Rena membesar, tubuhnya mematung karena suaminya membuka mata. Tanpa dipinta, air mata bening mengalir di pipi Rena, ia begitu terharu.Dokter Regant memeriksa kondisi Haris dan tersenyum cerah ke arah Rena. ”Alhamdulillah, Bu, ko

  • Wanita Masalalu Suamiku   89. Perubahan

    ”Maafin mbak, Shil. Mbak terlalu mengandalkan kamu dan Wulan, sedang mbak di rumah ongkang-ongkang kaki tanpa mikirin kalian berdua banting tulang buatku dan ibu. Karena aku yang nggak mau terbebani hutang yang ditinggalkan almarhum bapak, kamu dan Wulan jadi korban,” racau Fitria sambil memandangi peti mati di hadapannya.Sudah berapa bulir air mata yang keluar, Fitria tidak tahu, yang jelas kini ia tengah merunduk sambil memegangi kayu peti itu dengan bahu terguncang. Kehilangan 2 adiknya dalam waktu berdekatan sangat menyiksanya. Meski ia hidup, agaknya Fitria akan merasa bersalah sepanjang hidupnya.Kemeja hitam yang dipakainya sudah basah untuk mengelap air mata. Semalam ia menelfon Fais untuk memberitahukan kematian Shilla, Fitria meminta tolong untuk membantu pemakaman adiknya. Bahkan Fais sudah pulang lebih dulu karena sebelumnya mengadakan pengajian untuk Wulan.Pikirannya menerawang pada saat ia kembali dari kantor polisi dan mendengar cerita dari Rose, jika adiknya mengalam

  • Wanita Masalalu Suamiku   88. Tertangkap

    POV AuthorDi Jakarta tengah gaduh, lebih tepatnya di kediaman Rose karena polisi yang sudah hampir 2 minggu mencari biang keladi dari semua rentetan kejadian akhirnya mengirimi surat agar Aldi ke kantor polisi karena tersangka sudah ditangkap meski yang satunya lagi masih dalam status buron.Keadaan Shilla seperti mayat hidup sekarang, bahkan hidupnya bergantung pada alat-alat yang menopang hidupnya. Fitria benar-benar terpukul saat 2 hari sebelum Haris mengalami kecelakaan, infus milik adiknya justru terisi cairan yang diduga racun. Tubuh Shilla langsung mengejang, bahkan dari mulutnya mengeluarkan busa hingga urat-urat di sekitar lehernya membiru.Mendengar pelakunya sudah ditangkap meski belum semua membuat Fitria mengepalkan tangannya. Ia bahkan berjanji pada adiknya akan menampar pelaku itu hingga membuat kelima jarinya membekas. Fitria mendekati Rose dan Aldi, menatap mereka dengan tatapan datar namun hatinya bergemuruh.”Ajak aku ke sana, Di. Aku mohon,” pintanya.Aldi menoleh

  • Wanita Masalalu Suamiku   87. Penuh Tangis

    PoV RenaIni adalah kedua kalinya aku berada di rumah sakit. Satu kali saat melahirkan Katya, dan ini yang kedua kalinya karena mengalami kecelakaan. Aku sangat menyesal karena menyusul suamiku kemari dan menjadi penyebab dirinya seperti ini. Rasa rindu yang kukira akan menyelamatkanku dari rasa haus kasih sayang Risjad, kini justru menjadi boomerang untukku. Kini melihatnya hanya diam tanpa ada kosa kata pun yang keluar dari mulutnya membuatku semakin lemah. Hatiku sudah ditawan olehnya. Dia sudah mendapatkan seluruh hatiku yang sebelumnya sudah hampir mati rasa akibat dihianati oleh Aldi.Dia yang membuatku merasakan kembali bagaimana indahnya dicintai sebaik ini. Bahkan dia juga yang membuatku merasa menjadi wanita yang sangat diinginkan. Kuusap keningnya yang bersih tanpa cela, kucium kening itu lama. Seolah berada dalam sebuah film, aku berharap ini adalah mimpi.”Sus, nggak pa-pa tinggalin saya di sini.”Aku ingin berdua saja dengan suamiku, memeluknya meski selang infusku meng

  • Wanita Masalalu Suamiku   86. Fakta Memilukan

    ”Halo, Di?”Adisana memang hendak menelfon Aldi untuk mengabarkan kondisi Katya. Meski adiknya berkata agar tidak perlu menghubungi Aldi karena pasti sibuk mengelola cafe barunya. (”Ya, Kak?”)Adisana menghirup napas dalam-dalam. ”Katya kecelakaan, dan sekarang ada di Surabaya. Lo nggak perlu dateng, karena pasti lo banyak pekerjaan. Gue cuma mau ngabarin aja, Di.”(”Di rumah sakit mana, Kak? Besok gue ke sana.”)Adisana yang tak ada pilihan lain pun mengatakan di mana rumah sakit Katya dirawat. Ia pun menceritakan bagaimana Katya sampai seperti sekarang.Di seberang, Aldi langsung terduduk lemas karena mendengar musibah yang menimpa mantan istri beserta anaknya.(”Sekarang kabar Haris gimana?”)Adisana menggeleng meski lawannya tak melihat. ”Dokter bilang, cuma mukjizat yang bisa sembuhin dia. Gue nggak bilang ke Rena, gue nggak mau adek gue stress. Dia lagi hamil.”Mendengar fakta itu, Aldi hanya diam dengan pikiran tak menentu.(”Pasti Rena sedih banget pas tau ini, Kak. Semoga Al

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status