“Jangan sentuh mereka! Mereka adalah milikku. Hanya aku yang boleh menyentuh mereka.”
* * * * *
Klub malam Dybbuk yang terletak di daerah Stadiou terlihat begitu ramai dikunjungi banyak orang. Menikmati kenikmatan malam dengan menari dan minum minuman beralkohol. Tempat itulah yang menjadi tujuan Flora mengajak Arion dan Xander.
“Dasar pria brengsek! Bagaimana bisa selama ini aku percaya padanya?” Omel Flora kembali menegak vodka yang ada dalam gelasnya hingga habis.
Kadar alkohol tinggi dalam minuman itu membuat wanita itu harus memejamkan matanya. Seketika tenggorokannya terasa panas.
“Apakah menurut kalian aku sangat bodoh?” Flora menatap Arion dan Xa
Yang mabuk Flora yang rempong Arion dan Xander wkwk... Lucu sekali. Gimana reaksi Flora besok kalau sudah sadar ya?
Perasaan itu akan masuk secara perlahan. Bahkan tidak akan ada yang menyadarinya. * * * * * Sinar matahari perlahan mulai merambat lewat jendela kamar Flora. Ketika sinar hangat itu mengenai wajahnya, perlahan mata wanita itu mulai terbuka. Dia mengerjapkan matanya sebelum akhirnya bisa beradaptasi dengan cahaya terang di sekelilingnya. Saat Flora bangkit untuk duduk di atas ranjang, dia memegang kepalanya yang terasa pusing. Ini adalah pengaruh alkohol yang semalam diminumnya. Merasakan tenggorokannya begitu kering, Flora memutuskan untuk turun dari ranjang. Dia menyibak selimut kemudian berdiri. Tangan wanita itu mkenyentuh dinding untuk menahan tubuhnya yang terhuyung. Pusing di kepalanya membuat keseimbangan wanita itu goyah.
Perbuatan kita membuahkan hasil, Loukas. Pria tua itu sudah melakukan perbuatan yang buruk, maka hasil yang diperolehnya adalah penyesalan. Tidak ada apapun atau siapapun yang bisa menyelamatkannya dari perasaan bersalah itu. ~ Arion Kavakos ~ * * * * * “Aku datang untuk memintamu kembali, Arion. Kumohon jenguklah dia.” Dia? Dia siapa? Bingung Flora. Kemudian wanita itu menoleh ke samping. Dia bisa melihat tidak ada lagi senyuman di wajah Arion seperti yang diperlihatkan pria itu tadi. Terlihat jelas ketegangan di wajah Arion. Bahkan genggaman tangan pria itu di tangannya terasa begitu erat. Flora yakin Arion sedang menahan emosinya.
“Sebaiknya kita kembali ke kantormu untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan Flora, Arion. Aku memiliki firasat buruk tentang hal ini.” * * * * * Xander melirik jam di tangannya sudah menunjukkan jam tujuh malam ketika pria itu sudah sampai di rumah. Namun keadaan rumah gelap gulita. Tidak seperti biasanya. Xander akan melihat lampu rumah sudah menyala dan dia akan melihat Flora menyambutnya dengan senyuman manis. Namun kali ini dia tidak melihat Flora. Xander meraba saklar lampu dan menyalakannya. Dia melihat sekeliling rumah terasa sangat sunyi. “Flora.” Panggil Xander. Namun tidak ada suara wanita itu atau bahkan terdengar suara langkah kakinya. Tidak ada tanda-tanda Flora di seluruh rumah. Akhirnya Xand
Apapun yang didapatkan dengan cara buruk, tidak akan berhasil baik. Begitu juga sebaliknya. Apapun yang didapatkan dengan usaha keras akan memiliki hasil yang baik. * * * * * Karolos baru saja menutup sambungan telpon itu ketika mendengar Flora mendengus sinis. Pria itu menoleh untuk memusatkan perhatiannya pada mantan kekasihnya. “Bukankah kau tidak tahu malu? Sudah menipuku dan membuat hidupku hancur, tapi sekarang kau justru memanfaatkan aku kembali untuk mendapatkan uang?” Flora tersenyum sinis sembari menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Karolos. Karolos berjalan menghampiri Flora. Dia menunduk dan menyentuh pipi Flora. Wanita itu be
Hidup seperti taruhan. Jika berani mengambil resiko, kita bisa maju. Jika merasa ketakutan, maka kita hanya akan berdiri di satu tempat. * * * * * Arion menoleh ke arah Xander untuk memberikan tanda kepada sahabatnya. Seakan mengerti apa yang sedang direncanakan oleh Arion, Xander pun menganggukkan kepalanya. Arion segera maju satu langkah untuk menarik perhatian Karolos. “Sudah kukatakan jika kau mendekat akan akan menancapkan pisau ini ke leher wanita jalang ini.” Ancam Karolos sedikit menekan ujung pisaunya sehingga membuat Flora meringis lemah. “Baiklah aku mengerti, Karolos. Aku hanya ingin melakukan tawar menawar denganmu.”
Harus memikirkan baik-baik keputusan yang diambil. Karena ketika kita sudah salah melangkah, maka tidak ada jalan untuk kembali. * * * * * “Aku mencintaimu, Flora. Kau sudah mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan. Kau yang mampu menciptakan perasaan ini adalah hatiku. Karena itu, maukah kau menjadi kekasihku?” Flora terdiam mendengar pernyataan cinta dan permintaan Xander yang menginginkan dirinya untuk menjadi kekasih pria itu. Wanita itu tidak menyangka Xander memiliki perasaan seperti itu terhadapnya. Pasalnya Flora sendiri tidak tahu apa yang dirasakannya. Setelah mengenal Xander, Flora memang menyukai pria itu. Xander lembut dan sanga
Terkadang pikiran memiliki keinginannya sendiri. Tidak bisa dikendalikan. * * * * * Arion berdiri di depan pintu kamar rawatnya. Di tangannya pria itu menggenggam sebuat tas. Sedangkan satu tangannya yang hendak meraih gagang pintu kamar itu berhenti di udara. Seakan pria itu ragu apakah dia harus masuk ke dalam atau tidak. Pria itu mengingat berita yang dikatakan Xander kemarin. Seharusnya Arion merasa bahagia. Sahabatnya akhirnya menemukan wanita yang dicintainya. Tapi anehnya Arion justru merasakan dadanya terasa begitu sesak. Seolah ada batu besar yang menindihnya. Pria itu menggelengkan kepalanya. Dia meyakinkan dirinya sendiri jika dia tidak boleh merasakan hal seperti itu. Arion menyayangi Xander. Dia juga menyayangi Flora. Jika mereka tahu
Tidak mudah menghadapi kebenaran. Terutama ketika kebenaran itu menimbulkan kebencian seseorang. * * * * * Arion berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Dia hendak menjenguk Flora. Namun langkahnya terasa berat ketika ucapan Flora kemarin masih berputar-putar dalam pikirannya. Sebesar apapun kesalahannya, dia tetaplah ayahmu, Arion. Menemuinya tidak berarti kau akan memaafkannya, Arion. Tidak mudah bagi seseorang untuk memaafkan. Tapi tidak ada salahnya kau memberi kesempatan. Aku yakin ibumu pasti tidak ingin kau mengeraskan hatimu seperti ini, Arion. Meskipun Arion tidak ingin mempedulikan tentang ayahnya dan ucapan Flora, tapi tetap saja pembahasan mengenai ibunya membua