Luther masih menunggu kabar baik dari Virginia. Pagi itu, dia mengecek telepon ataupun pesan yang masuk. Berharap Virginia mengabarinya segera. Tiba-tiba, Virginia mengirimkan sebuah foto. Mata Luther terbelalak kaget ketika foto itu merupakan proposal mega proyek miliknya yang sudah ditandatangani oleh Noah.[Aku sudah berhasil membuat Noah menandatangani proyekmu. Kapan kau akan memberikan uangnya?]Luther menghela napas berat. Dia sejujurnya terkejut dengan keahlian Virginia yang bisa membujuk gadisnya untuk mempengaruhi Noah. Dia pikir misi itu akan gagal, ternyata malah selesai dengan cepat. Luther lalu mengetik pesan balasan untuk Virginia.[Kita bertemu saat makan siang, di Laurel Court Restoran and Bar.]Luther langsung meminta Jeremy untuk memesankan satu buah meja reservasi di restoran itu. Sekaligus dia mulai mempersiapkan sebuah cek senilai tiga juta dollar untuk Virginia nanti.***Virginia memekik senang di dalam hati. Dia akan mendapatkan jackpot sebesar tiga juta dolla
Luther akhirnya sampai di hotel Fairmont, tempat dia kembali melakukan janji temu dengan Noah, entah untuk membicarakan apa. Luther menduga jika Noah akan mengatakan perihal kelanjutan mega proyek yang sebelumnya dia tangguhkan.Di lounge hotel, Noah sudah duduk manis dengan secangkir kopi hangat di atas meja. Luther langsung menghampiri dan bergabung bersamanya."Sudah lama menunggu, Tuan?" tanya Luther dengan sangat ramah."Tidak. Aku pun baru saja sampai," jawab Noah. Noah langsung memanggil pelayan untuk memesan pesanan. "Silakan, Anda pesan saja, Tuan Luther."Luther memperhatikan sederetan menu makanan dan minuman pada daftar menu restoran. Kemudian dia memilih satu gelas latte macchiato dingin. Setelah selesai, pelayan pun pergi untuk membuatkan pesanan Luther, membiarkan Luther dan Noah kembali berbincang."Apakah ada kabar baik lainnya untukku?" Sejujurnya saat itu Luther tak ingin membuang-buang waktunya percuma. Dia langsung menyampaikan topik utama yang ingin dibahasnya.N
Luther berjalan tergesa-gesa menuju ke dalam lift. Kepalanya masih dipenuhi oleh bayangan yang seharusnya tidak dia pikirkan."Sial! Mengapa tiba-tiba di saat seperti itu, aku malah membayangkan wajahnya?" gerutu Luther yang sedikit memukul pegangan lift hotel.Seharusnya tadi, dia langsung memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk tidur dengan wanita bernama Cassandra itu. Apalagi wanita itu memang sengaja disediakan untuk Luther. "Andai saja bayangannya tidak melintas begitu saja, aku pasti sudah tidur dengan wanita itu," rutuk Luther. "Lola, apa sih yang sudah kamu lakukan padaku? Sehingga aku selalu harus memikirkanmu!"Luther sendiri merasa bingung. Akhir-akhir ini pikirannya begitu kacau karena Lola. Seolah ada ketertarikan sendiri yang dia rasakan akibat semua penolakan gadis itu. Semakin Lola menolak, dia semakin penasaran dengan Lola.Jeremy menyambut kedatangannya di dalam mobil. Dia bingung dengan ekspresi kesal yang Luther tampakkan."Bos, apa terjadi sesuatu?""Tidak apa-a
Tubuh Barbara gemetar. Luther benar-benar murka pada dirinya saat ini. Dia tertunduk lesu di tempatnya, merasa menyesal sudah membahas hal yang tak semestinya dibahas dengan Luther pada saat itu."Kuharap kau mengerti. Sejujurnya gara-gara kau yang seperti ini, aku jadi teringat akan dosaku!" lanjut Luther yang kini telah menjauh dari Barbara. "Apakah aku sehina itu sampai tidak layak untuk ... membuka hati pada orang lain?""Bukan begitu maksudku .... " Barbara berusaha untuk menyanggah. "Kalau bukan begitu, kenapa kau malah mendebatkan hal yang tak jelas seperti itu? Aku harap ini terakhir kalinya aku mendengar ucapan itu dari bibirmu," geram Luther seraya pergi meninggalkan Barbara seorang diri."Maafkan aku, Luther! Kumohon ampuni kesalahanku! Aku berjanji, tak akan mengulangi hal itu lagi!" Barbara kini mencengkeram lengan Luther, sembari terus memohon pengampunan dari pria itu.Luther tidak berkata apa pun lagi. Dia melepas cengkeraman tangan Barbara di lengannya lalu pergi meni
Walaupun Lola tidak menyukai makanan yang dihidangkan pelayan pada hari itu, tapi dia berusaha untuk menghabiskan makanannya. Sejak kecil dia sudah diberikan prinsip untuk tidak membuang-buang makanan walaupun rasanya tidak enak.Lola menjadi orang terakhir yang meninggalkan meja makan. Dia pun akhirnya memutuskan kembali ke kamar. Dia terkejut ketika begitu datang, kondisi kamar itu sangat berantakan. Seperti ada yang sengaja membuat kamar itu penuh kotoran."Siapa yang melakukan ini semua?" tanya Lola tak percaya.Lola mengecek ke sekelilingnya. Justru tempat yang lain terlihat sangat bersih. Hanya kamarnya saja yang kondisinya terlihat mengenaskan."Pasti ada yang sengaja mengerjaiku," gumamnya lagi.Dengan tubuh yang gemetar menahan amarah, Lola pun keluar kamar dan mencari sosok pelayan yang biasanya selalu membersihkan kamarnya. Pada akhirnya dia menemukan pelayan itu. Sang pelayan baru saja turun dari lantai empat."Hei, kau!" seru Lola.Pelayan itu kini menampakan wajah masam
Lola kembali ke kamarnya lagi. Dia berpapasan dengan pelayan yang bertugas membersihkan kamarnya. Tapi begitu melihatnya, pelayan itu kembali menjatuhkan lap pel dan sapu ke hadapan Lola."Apa maksudmu berbuat seperti ini?" protes Lola keras."Kau bisa membersihkan kamarmu sendiri. Jadi aku memberikan alat bersih-bersih ini untukmu," jawab pelayan itu enteng."Apa? Kenapa tidak kau yang membersihkan kamarku? Itu bukannya sudah menjadi pekerjaanmu setiap hari? Kau dibayar untuk itu, bukan?" Lola kembali mempertanyakan dengan sengit.Pelayan itu menyunggingkan senyuman meremehkan. "Siapa bilang aku dibayar untuk membersihkan kamarmu? Tidak. Aku justru dibayar untuk membersihkan semua bagian mansion, kecuali kamarmu."Lola terkejut di tempatnya. Dia masih mempertanyakan di dalam pikirannya, apa benar memang seperti itu? Belum sempat pertanyaannya terjawab, pelayan itu kembali melengos begitu saja meninggalkannya sambil tertawa puas. Lola merasa ini semua sudah tidak benar."Pasti kedua w
Lola berpikir masalahnya hari itu sudah selesai dengan dia berani mengambil tindakan untuk memasak sendiri. Malam itu, masalah menu makan malam sudah terselesaikan.'Tapi aku yakin jika mereka pasti akan berusaha mencari gara-gara yang lain,' batin Lola. 'Aku tetap harus berhati-hati.'Benar sekali dugaan Lola. Para wanita itu memang sangat cerdik dan gigih mencari berbagai cara untuk menyulitkan Lola. Pagi itu, Lola sama sekali tidak diberikan sarapan. Lola kembali memasak makanannya sendiri. Kali ini dia hanya diberikan sedikit bahan untuk memasak.'Masih berusaha menyulitkan aku rupanya. Tapi aku tetap bisa makan walaupun kalian memberiku sedikit bahan makanan.' Lola kembali membatin.Dia membuat mashed potato dan pasta seadanya, ditambah sedikit sayur kaleng untuk menambah menu makan paginya. Dia memang tidak yakin jika makanan saat itu bisa mengenyangkan perutnya. Tapi Lola bersyukur dirinya masih bisa makan.Selesai makan, dia kembali menuju kamarnya. Kali ini, sangat ajaib. Kam
"Apa maksudmu? Kau menuduh aku sudah menjual kehormatanku kepada pria hidung belang?" Lola kini mulai semakin emosi akibat tuduhan dari sang mantan yang tak berdasar.Max memberikan seringai meremehkan, "Iya, lalu apa lagi? Tidak mungkin seorang Lola memiliki uang banyak untuk membeli barang-barang mewah jika bukan hasil dari perbuatan kotor."Lola masih berusaha untuk bersabar. Tubuhnya mulai gemetar karena amarah yang tertahan. Max merasa tuduhannya itu benar akibat bungkamnya Lola saat ini."Sudah, kau mengaku saja lah! Lagipula kau sudah bercinta dengan ayah tirimu. Mudah bagimu untuk melakukan pekerjaan kotor seperti itu. Sahabatmu juga wanita pemuas nafsu yang akan dengan mudah menyeretmu ke pekerjaan yang sama!"Sebuah tamparan keras melayang ke wajah Max. Lola melayangkan tamparannya dengan sekuat tenaga akibat harga dirinya yang terinjak-injak."Jaga ucapanmu! Kau boleh mencampakkanku, tapi tidak untuk merendahkanku!" geram Lola dengan mata yang sudah berkaca-kaca.Di saat it