Share

Bab 2: Sudahkah Berguna Hari Ini?

Lola berjalan terpincang-pincang di lorong hotel. Dia terlalu khawatir ada orang suruhan Noah yang akan mengejarnya, sehingga kakinya terkilir saat dia mencoba berlari. Lola masih mengatur napasnya dan bergegas menuju lift untuk turun ke lantai satu.

"Hampir saja aku mengalami kejadian buruk," gumamnya. "Kenapa harus pria itu lagi?"

Lola berusaha merapikan diri agar dia tidak dicurigai oleh para pegawai hotel. Walau wajahnya masih pucat, tapi Lola sudah merasa lebih baik. Sementara itu, Luther ternyata masih duduk merenung di sofa lounge hotel. Entah mengapa sejak dia menyerahkan gadis itu pada Noah, ada perasaan menyesal di dalam hatinya. Dia merasa gadis itu terlalu baik untuk dipersembahkan pada Noah, lelaki tua bejat yang sering main wanita.

Ada rasa tak rela yang menggelayut di hati. Itulah yang menyebabkan sedari tadi Luther tak beranjak dari hotel. Pikirannya bercabang menjadi dua kubu; antara meninggalkan gadis yang baru dibelinya untuk Noah, atau membawa gadis itu ke mansionnya saja.

"Ayolah, Luther! Kau harus memilih! Sudah cukup lama kau duduk di sini, sementara banyak urusan yang mesti diselesaikan!" gerutunya pada diri sendiri.

Luther benar-benar menjadi orang bingung. Tidak biasanya dia bingung seperti ini hanya karena seorang gadis. Sejujurnya Luther sekarang merasa tertarik pada gadis yang dibelinya. Karena hanya gadis itu yang berani menamparnya padahal mereka baru saja bertemu.

"Ah, baiklah. Aku akan coba bicara pada Tuan Noah untuk menukar gadisnya dengan gadis lain." Luther bertekad.

Ketika dia mendongak, siluet dari seorang gadis terlihat baru saja melewatinya. Luther terus memperhatikan sang gadis yang kini sudah berada di luar hotel. Dia merasa familiar dengan gadis yang dilihatnya.

"Ah, tidak mungkin. Mana mungkin gadis itu," sangkalnya.

Luther akhirnya naik menuju ke kamar Noah. Dia memencet bel berkali-kali namun dari dalam sana tak ada respon sama sekali. Tidak ada suara apa pun terdengar dari dalamnya.

"Aneh. Apa yang terjadi? Apa mereka tidak mendengar? Tapi tidak mungkin." Luther merasakan ada kejanggalan di sana.

Dia akhirnya kembali ke resepsionis, dan meminta tolong agar dibantu membukakan pintu kamar Noah. Walaupun itu dianggap melanggar privasi, tapi karena dirasa ini keadaan urgent, akhirnya pegawai hotel menyetujuinya. Begitu terkejutnya mereka saat mendapati Noah dalam keadaan pingsan tanpa menggunakan sehelai benang pun dengan kepalanya yang terluka. Sementara gadis itu tidak ditemukan di dalam kamar.

"Apa yang terjadi ini? Tolong panggilkan ambulance!" teriak Luther panik.

***

Lola berhasil keluar dari hotel dengan susah payah. Kini, dia harus menuju ke trotoar untuk menyetop taksi yang lewat. Untungnya, Lola tidak perlu menunggu terlalu lama karena taksi itu lewat kurang dari lima menit.

"Antarkan ke 1188 Mission, Pak!" ucap Lola cepat.

Taksi itu akhirnya meninggalkan kawasan hotel. Lola merasa lega bisa pulang ke rumah. Namun sekujur tubuhnya masih tremor. Lola rasa bukan karena dinginnya AC di taksi itu. Tapi karena trauma yang beberapa tahun lalu dia rasakan kembali muncul.

Kilasan memori traumatis kembali hadir secara bergantian di dalam ingatan Lola. Peristiwa saat ayah tirinya yaitu Noah Wilson tega merenggut kesuciannya sampai membuat dirinya menanggung trauma seumur hidup. Belum lagi adanya janin yang harus digugurkan dan segala prosesnya yang terasa sangat menyakitkan hingga saat ini.

Kejadian buruk itulah yang terus menghantui sampai detik ini, membuat kehidupannya hancur dan penuh bayang-bayang trauma. Itu juga yang membuat Lola harus pergi dari rumah, meninggalkan ibu yang sangat dia sayangi tanpa kata-kata.

Lola tercekat saat sopir taksi memanggilnya, mengembalikan dirinya ke realita. Lola membayar ongkos taksi dan dengan cepat langsung menuju ke kamar apartmentnya. Lola mengunci pintu dan membenamkan diri di tempat tidurnya.

"Ya Tuhan, mengapa kejadian buruk itu kembali menimpaku? Apa dosaku, Tuhan?" desah Lola sembari berbisik pilu.

Air mata lolos dari matanya. Ia biarkan tangis itu menyeruak, membiarkan semua emosi keluar bersamaan dengan air mata. Lola sangat lelah dengan semua ini. Bahkan tanpa terasa, kesadarannya beralih ke alam mimpi.

Lola sudah merasa tenang ketika dia tertidur dalam waktu beberapa jam. Hatinya masih menolak percaya dengan perbuatan Virginia yang tega menjualnya. Lola bahkan mencoba untuk menghubungi Virginia namun wanita itu tidak kunjung mau mengangkat teleponnya.

"Ayolah, Virginia! Kenapa kau tidak mengangkat teleponku? Aku hanya membutuhkan penjelasan darimu!" ujar Lola yang kini menggigit bibir bawahnya, gemas.

Lola kembali menghubungi Virginia lagi. Entah sudah ke berapa kalinya dia mencoba menelepon Virginia hari itu.

"Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau diluar jangkauan. Silahkan tinggalkan pesan."

Lola berdecak kesal. Dia sampai melempar handphonenya ke tempat tidur. Frustasi sekali saat itu. Lola kini mencoba mengecek media sosial milik Virginia. Dia yakin jika media sosial milik Virginia masih akan aktif dan tidak akan pernah dimatikan.

Benar saja. Lola menemukan post terbaru di media sosial itu. Satu postingan yang sangat jelas menjawab semuanya. Di mana Virginia memposting beberapa foto selfie dan juga foto cek yang di blur di beberapa bagian. Terakhir ada foto uang tunai yang sangat banyak di post oleh Virginia disertai caption yang melengkapi.

[Lihatlah, kawan! Detik ini juga aku kaya mendadak! Ini semua berkat kawan baikku yang sangat berguna. Jadi, sudahkah kalian berguna untuk orang lain hari ini?]

Hati Lola kembali ngilu dengan postingan Virginia itu. Seolah dia memposisikan Lola sebagai barang yang bisa berguna untuknya.

"Jadi selama ini kau anggap aku begitu, Virginia? Kau hanya memanfaatkan aku untuk kepentinganmu sendiri. Aku pikir hubungan pertemanan kita ini tulus," ungkapnya getir.

Lola benar-benar tidak bisa mempercayai kawan baiknya lagi. Dia juga merasa jika sebenarnya dia sangat membutuhkan pertolongan saat ini. Tapi ke mana dia harus menuju? Sementara tak ada rumah lain yang bisa dia tuju.

"Aku harus telepon Max. Mungkin dia bisa membantuku!"

Lola langsung mencari kontak Maximilan Jones, yang merupakan kekasihnya. Kini harapan itu muncul kembali. Dia terus menunggu Max akan mengangkat panggilan darinya. Namun sama seperti Virginia. Max juga susah sekali dihubungi.

"Max, ayolah! Angkat teleponku!"

Sudah lebih dari lima panggilan Lola lakukan. Sampai pada akhirnya dia jadi merasa kesal sendiri. Lola memutuskan untuk meninggalkan apartmentnya dan pergi menuju ke apartment Max yang masih satu kawasan dekat dengan Universitas San Francisco.

"Max, Halo? Aku Lola! Buka pintunya!" seru Lola yang sudah berkali-kali memencet tombol bel. "Ke mana sih dia? Max! Buka pintunya!"

"Lola? Kau datang?" Max akhirnya membuka pintu setelah membiarkan Lola menunggu di luar dengan cukup lama.

Entah mengapa Lola merasakan ada hal yang berbeda dari kekasihnya itu. Dia justru terlihat kaget begitu melihat Lola datang, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status