Pembalasan dendam baru saja dimulai, Evan berhasil membunuh Richard yakni adik laki-laki keyangan Julian yang selama ini telah dilatih untuk menjadi seorang mafia yang tangguh. Sang pimpinan mafia Cosa Nostra itu membunuh Richard dengan cara yang sama kejamnya saat Julian membunuh sang istri tercinta, tak hanya itu saja, Evan juga menghancurkan berhektar-hekar kebun anggur milik Julian yang sudah siap dipanen dengan cara yang epic.
Evan tersenyum saat melihat bumbungan asap hitam dan tebal ke langit, cahaya terang yang berasal dari kobaran api ladang anggur Julian tampak begitu indah menerangi gelapnya malam di kota Milan, Italia. Mobil yang ditumpangi Evan kini melaju menuju ke hanggar, ia sedang bersiap untuk kembali ke kota asalnya di Roma, Italia.
Jet tipe Falcon 7X milik Evan kini bersiap lepas landas meninggalkan hanggar setelah sang pimpinan mafia Cosa Nostra masuk di dalam jet yang dilengkapi dengan fasilitas mewah tersebut, lelaki gagah itu duduk di seberang Peter yang tengah berbaring.
"Hei, apa kau baik-baik saja?" Tanya Evan.
"Menerbangkan jet pribadi dari Amerika ke Italia, lalu menerbangkan helikopter kemudian diterbangkan 2 kali dengan kursi pelontar dan di pagi buta harus berenang di lautan yang bersuhu rendah. Tubuhku rasanya seperti sedang mengalami guncangan gempa berkekuatan 10 skala richter yang membuat tubuhku rasanya hampir retak," jawab Peter tanpa membuka matanya.
Evan tersenyum simpul mendengarkan ocehan Peter. "Tapi kau sangat hebat hari ini dan kau selalu bisa aku andalkan," pujinya.
"Apakah Richard mati dengan cara mengenaskan?" Tanya Peter.
"Ya ... kematian Richard sangat mengenaskan, sama seperti kematian Freya." Netra Evan berkaca-kaca lalu ia mengalihkan tatapannya ke jendela.
"Baguslah, aku sangat senang mendengarnya. Aku akan bersamamu sampai akhir hingga dendam kematian Freya benar-benar terbayar lunas," ucap Peter.
"Hmm."
Evan dan Peter sama-sama terdiam, suasana hening sampai jet mewah itu mendarat dan kedua lelaki gagah masuk ke dalam Limousin hitam yang membawa mereka menuju ke mansion mewah. Kaki Evan gemetaran saat hendak melangkah masuk ke dalam, dulu setiap kali ia pulang ke rumah, Freya selalu menyambutnya dengan senyuman serta pelukan hangat tapi sekarang tidak ada lagi yang menyambutnya sehingga ia kembali merasakan rasa sakit mendalam setelah ditinggalkan oleh sang istri.
"Sedang apa? Ayo masuk," ajak Peter, menepuk pelan pundak Evan.
Evan masuk ke dalam rumah, kaki panjang nan kokohnya berjalan mantap menuju ke kamarnya. Evan membuka pintu kasar hingga menimbulkan suara berdebam cukup kencang yang membuat sang tawanan terkejut, sang pimpinan Cosa Nostra mengambil kursi yang ia letakkan di samping ranjang dan ia mengambil sumpal lalu melepaskan tali ikatan tangan serta kaki Iris sebelum ia duduk kursi sambil menatap tajam adik perempuan Julian.
"Kau ...."
"Aku telah membunuh Richard," aku Evan.
"Tidak mungkin, kau pasti bohong. Sebelum kau berhasil membunuh kak Richard pastinya kepalamu sudah ditembak terlebih dahulu oleh kak Julian," sangkal Iris.
"Haruskah kuputar rekaman video saat aku menembakkan rudal ke tubuh Richard hingga hancur berkeping-keping? Apa kau ingin melihat kepala kakakmu menggelinding ke tanah?" Ujar Evan.
"Kau memang bajingan!! Kau tidak punya hati," teriak Iris.
Iris melompat dari ranjang lalu berlari menyerang Evan tapi tangan langsingnya berakhir dicengkeram tangan kekar sang pimpinan mafia Cosa Nostra, tubuh langsingnya dibanting ke atas ranjang lalu ditindih oleh tubuh kekar Evan.
"Aku memang pria berengsek dan keparat tapi aku tidak pernah membunuh wanita hamil atau menyakiti anak-anak demi mencapai tujuanku, seharusnya kau tujukan kata-katamu itu kepada Julian," ujar Evan.
"Lalu apa yang kau inginkan dariku sekarang?" Mata Iris menatap tajam mata Evan.
Tangan kekar Evan meremas dada Iris, tanpa melepaskan tatapan mata tajamnya pada manik indah sang gadis. "Sentuhan ini, kau tahu apa artinya, bukan? Aku bukan lelaki lembut dan penyabar, jika kau berani kabur maka aku akan mengambil semua yang kau miliki dengan cara yang sangat kasar."
"Bunuh saja aku seperti kau membunuh kak Richard," balas Iris.
"Aku tidak akan membunuhmu, tapi aku akan menyiksamu pelan-pelan dengan menjadikanmu budak ranjangku. Setiap malam kau akan menangis merasakan perih di sekujur tubuhmu dan itu adalah hukuman dariku sebagai ganti karena aku tidak membunuhmu," ujar Evan dengan suara beratnya.
"Apa itu ancaman? Bagiku ancamanmu hanya sekadar lelucon karena wanita dari keluarga Marchetti tidak pernah takut dengan apapun," timpal Iris, manik berwarna hazel indahnya kini sedang menatap tajam manik hijau Evan.
"Jangan pernah menantangku!! Aku bukan pria lembut yang bisa luluh dengan tangisan atau rengekanmu, sekali saja kau membuatku marah maka akan kupastikan suara teriakanmu terdengar menggema di seluruh Luciano castile saat aku menghujamkan juniorku ke inti tubuhmu," ancam Evan.
Jarak antara wajah Evan dan Alice hanya sekitar beberapa saja, kedua hidung mancung saling bersentuhan sehingga keduanya bisa merasakan hembusan nafas dari lawan bicara. Dada Iris ditindih oleh dada kokoh Evan sehingga gadis itu agak sesak serta kesulitan untuk bernapas, sekarang ini setiap senti tubuh Iris sudah berada di dalam rengkuhan tubuh kekar sang pimpinan mafia Cosa Nostra yang terkenal sangat kejam dalam menghabisi musuhnya.
Evan menatap bibir sensual yang sedikit terbuka, bibir merah merekah bagai mawar mekar begitu menggoda hasratnya. Evan mendekatkan bibirnya ke bibir Iris tapi gadis itu reflek memalingkan wajahnya ke samping sehingga bibir Evan gagal mendapatkan bibir Iris.
Evan tersenyum sinis. "Sekarang aku bisa melihat ketakutan di mata gadis Marchetti yang terkenal sangat pemberani, haruskah aku teruskan untuk membuatmu tunduk kepadaku?"
Tangan Evan mengelus paha mulus Iris, bergerak perlahan ke atas dan semakin masuk ke dalam lalu berhenti saat akan menyentuh inti tubuh Iris.
"Dasar pria berengsek!! Jangan sentuh aku!!" Iris kembali melakukan perlawanan hingga ....
PLAK!! Iris reflek menampar pipi Evan, seluruh tubuhnya kini gemetaran menanti reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh sang penguasa sebagian negara Italia tersebut. Manik hazelnya tidak berani menatap wajah Evan yang kini berubah merah padam dan rahangnya telah mengeras.
"Kau!! Berani sekali kau menamparku, hah?!" Bentak Evan.
"Lalu kau mau apa? Mencekikku? Atau kau mau menembakku, membunuhku? Lakukan saja karena aku tidak takut," tantang Iris.
"Fuck!! Kau menantangku!! Akan kutunjukkan kepadamu kemarahan seorang Evan Luciano," ujar Evan.
Napas Evan tak beraturan, dadanya kembang kempis menahan amarah. Lelaki jangkung bertubuh kekar itu membopong tubuh Iris ke suatu ruangan tersembunyi yang berada di dalam kamarnya, lampu kamar berwarna merah dan di ruangan itu dipenuhi oleh alat-alat penyiksaan.
Tubuh Iris dilempar begitu saja ke atas ranjang, kedua tangan serta kakinya diikat merentang di keempat sisi yang berbeda. Sudut ekor mata Evan menangkap ekspresi wajah Iris yang tampak ketakutan, sama sekali tidak sesuai dengan ucapan yang terlontar di mulutnya tadi ketika menantang Evan.
Evan melepaskan kaosnya, mengekspos dada bidang nan kokoh serta enam kotak di perut. Kedua tangan kekar berpegangan pada kedua tiang ranjang, dan manik hijau menatap keindahan tubuh sang gadis yang tersaji di hadapannya.
"Hei, little girl. Aku lihat kau sedang ketakutan sekarang, gadis dari keluarga Marchetti memang tidak takut pada kematian tapi aku sekarang tahu apa ketakutan terbesarmu," ujar Evan.
Mata Iris berkaca-kaca, ia terus saja memberontak dan berusaha melepaskan ikatan tangannya tapi tidak berhasil.
Evan menaiki ranjang, mendekati Iris dan menindih tubuh molek sang gadis.
"A ... apa yang kamu lakukan? Tolong jangan lakukan ini," ucap Iris dengan suara bergetar menahan tangis.
"Sekarang ini aku bebas melakukan apapun yang aku mau dan inginkan, termasuk menyentuh tubuhmu lalu menikmati setiap inci lekuk tubuh indahmu," ujar Evan seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Iris.
Evan mencium pipi serta leher Iris, aroma harum tubuh sang gadis sama dengan aroma tubuh mendiang istrinya sehingga sang pimpinan Cosa Nostra itu menjadi hilang kendali.
"Jangan lakukan ini, aku mohon kepadamu. Tolong hentikan, Evan!!" Iris berteriak, menangis ketakutan ketika Evan menciumi seluruh tubuhnya.
Bersambung.
"Aku sudah melamar Zoe, aku ingin hidup tenang dan menghabiskan sisa waktuku bersama dengannya karena itulah aku ingin mengundurkan diri dari dunia mafia," ucap Peter.Evan terkejut dan ia tidak bisa berkata-kata, tidak pernah terpikirkan olehnya kalau Peter akan mengacapkan hal ini kepadanya. Meskipun ia tidak rela kehilangan Peter yang sudah dianggapnya sebagai saudara namun ia juga tidak memiliki hak untuk melarang Peter mencari kebahagiaan sendiri."Baik, aku hormati keputusanmu dan jika kau ingin kembali maka pintu rumahku selalu terbuka untukmu. Jaga Zoe baik-baik dan kau harus sering-sering datang mengunjungiku," ucap Evan."Terima kasih dan maafkan aku," ucap Peter yang kembali memeluk erat Evan.Klan Marchetti kini telah runtuh dan wilayah kekuasaan Evan semakin luas dan kuat setelah merampas semua harta kekayaan Julian. Dan sebagai tanda terima kasih karena sudah membantunya untuk mengalahkan Julian dan Kiyoka, Evan memberikan wilayah kekuasaan Kiyoka kepada Ruben sehingga m
Melihat Evan sudah tidak lagi bergerak Julian berpikir kalau dirinya sudah benar-benar menang dan bisa merebut semua yang menjadi milik Evan baik itu harta, kekuasaan, wilayah dan lain sebagainya. Julian bermimpi kalau dirinya bisa menguasai dunia setelah kematian musuh bebuyutannya hari dan tanpa mau membuang waktu untuk mengecxek kondisi lawannya, ia memutuskan untuk menghentikan peperangan dengan melakukan ikrar."EVAN TELAH MATI!! MULAI DETIK INI JUGA KLAN LUCIANO SUDAH TIDAK ADA LAGI, SEMUA YANG MASIH TERSISA ADALAH MILIKKU, MILIK KLAN MARCHETTI!!" Teriak Julian yang membuat semua orang terhenti.Simon yang tadinya sedang terpojok dan masih semangat untuk melakukan perlawanan sengit tiba-tiba terdiam mematung saat mendengarkan teriakan Julian yang menggema sampai ke seluruh penjuru arah. Simon masih tidak percaya dengan pengumuman yang disampaikan oleh Julian barusan kalau pemimpinnya yang kuat nan perkasa kini telah gugur dan nasibnya sebagai pengawal sang pimpinan Cosa Nostra
Seorang pria tewas dan susul oleh beberapa pria lainnya yang kini mati tertembus peluru, samar-samar suara gelak tawa ditengah deru kebisingan deru suara baling-baling helikopter yang memekakkan telinga."Hey, whatssap, dok!!" Seru Kade sambil memakan wortel dan meniru tokoh kartun Bugs bunny yang membuat Peter dan Iris tercengang."Shit!! Dasar bodoh, kau membuatku kaget saja," gumam Peter yang terkejut sekaligus lega dengan kedatangan Kade yang tepat waktu.Bantuan memang telah datang akan tetapi masalah lain juga ikut datang karena anak buah Kiyoka dan Julian mulai menembaki helikopter dan menyulut emosi Kade yang tanpa pikir panjang langsung menyambar granat lalu melepaskan pin kemudian melemparkannya ke sebuah bangunan kecil yang biasa digunakan untuk gudang penyimpanan senjata.DHUUAAAR!! Bangunan kecil meledak dan helikopter yang ditumpangi Kade terbang meninggi agar tidak terkena dampak ledakan yang bisa menyebabkan masalah pada baling-baling saat serpihan-serpihan bangunan be
Malam tiba, Peter dan beberapa anak buahnya bersembunyi di balik semak-semak yang berada di seberang mansion Marchetti untuk mengintai musuh serta mencari waktu yang tepat untuk menyerang akan tetapi hal aneh terjadi saat mobil-mobil hitam keluar dari gerbang mansion Marchetti termasuk mobil milik Julian."Apa-apaan ini? Mau kemana mereka semua?" Gumam Peter dengan ekspresi wajah yang tampak bingung.Drrtt drrt!! Ponsel salah satu anak buah Peter bergetar menerima sebuah pesan singkat dari mata-mata mereka di dalam mansion."Julian dan Kiyoka pergi menuju ke kediaman Luciano untuk melakukan penyerangan besar-besaran, mansion kosong hanya ada nona Iris yang dijaga 60 bodyguard." Ucap anak buah Peter yang membacakan pesan singkat dari mata-mata mereka."FUCK!! Jadi ... Julian dan Kiyoka bergerak menyerang Evan makanya mereka mengosongkan mansion?! Ini ... kenapa mereka bisa tiba-tiba merubah rencana seperti ini?!" Ujar Peter gusar. "Apakah Evan mengetahui rencana serangan ini?" Ucapnya
"Kata perawat, besok siang aku akan menjalani tes pertamaku dan aku ingin kau berada di sampingku. Aku ingin kau yang menemaniku," ucap Zoe sembari memeluk erat pinggang Peter dari belakang.Tangan Peter yang sedang memegang ponsel merosot dan dengan gerakan jempol yang meraba-raba ia memutuskan sambungan teleponnya dengan Jeremy, mulutnya terkatup rapat tak mampu mengiyakan permintaan Zoe meskipun ia telah berjanji untuk selalu berada di sisi sang model cantik saat sedang menjalani pengobatan."Zoe, ada yang ingin aku katakan kepadamu." Ucap Peter seraya melepaskan tautan tangan Zoe yang melingkar di pinggangnya lalu berbalik ke belakang hingga ia dan Zoe saling berhadapan agar ia bisa berbicara dengan nyaman."Tentang apa?" Tanya Zoe sambil mendongakkan kepalanya agar ia bisa menatap wajah Peter dengan sangat jelas.Ya, meskipun Zoe bertubuh tinggi akan tetapi masih kalah tinggi dengan tubuh Peter makanya setiap kali ia ingin menatap wajah lelaki pujaan hatinya maka ia harus mendong
"Jangan tendang!! Aku sedang hamil, tolong kasihani aku dan janin di dalam perutku, Kak. Aku mohon," pinta Iris sambil menahan kaki kakaknyta dengan menggunakan satu tangan sedangkan tangannya yang lain ia gunakan untuk melindungi perutnya agar tidak terkena tendangan kakaknya.Iris reflek mengaku bahwa ia sedang mengandung agar ia bisa melindungi janin yang sedang dikandungnya dari kemarahan sang kakak, mungkin ini terdengar sangat konyol mengingat kakaknya sangatlah membenci pria yang menanamkan benih di rahimnya akan tetapi sekarang ini keadaan sedang mendesak dan ia akan segera mencari cara untuk bisa meloloskan diri dari cengekeraman kakaknya setelah lolos dari siksaan yang ini tentunya."Apa? Hamil ...?!! Apa kau sudah gila, huh?!" Teriak Julian hingga urat-urat di lehernya mencuat ke permukaan kulitnya. "Aku tidak akan membiarkan hal ini!! Janin kotor itu harus mati sebelum hari pernikahanmu dengan Kiyoka," imbuhnya.Mata Julian melotot, wajahnya menjadi merah padam dengan bib
"Jangan sentuh aku, dasar berengsek!!" Seru Iris memaki Kiyoka."Ayolah, Iris. Aku adalah calon suamimu dan aku memiliki hak untuk menikmati tubuhmu sebelum hari pernikahan kita," ucap Kiyoka dengan entengnya.Dengan ekspresi wajah tidak bersalah, Kiyoka kembali melecehkan Iris untuk memuaskan hasratnya saat melihat kemolekan tubuh serta kecantikan paras sang calon istri. Lelaki bertubuh tinggi nan kekar itu melumat bibir lalu kembali melumat kasar puting payudara sintal yang sangat menggugah hasratnya tanpa mau mengindahkan rintihan atau jeritan kesakitan Iris."TOLONG, KAK JULIAN!! KAK JULIAAAN!! TOLONG," teriak Iris sejadi-jadinya.Tak ada pilihan lain bagi Iris selain selain berteriak dan meminta pertolongan kepada sang kakak yang pastinya tidak akan mau membelanya akan tetapi ia tidak mau begitu saja menyerah dan membiarkan tubuhnya dinikmati oleh pria berengsek macam Kiyoka.Terlebih sekarang ini Iris sedang berbadan dua dan ia tidak ingin terjadi hal buruk menimpa janin yang s
"Kiyoka Kudou? Jadi sekarang ini Julian ingin memperkuat dan memperluas kekuasannya dengan cara menikahkan Iris dengan Kiyoka," gumam Peter dengan tangan mengepal kuat."Lalu apa yang akan anda lakukan untuk menebus kesalahan anda kepada tuan Evan?! Anda tidak akan pernah bisa merebut kembali nona Iris sekalipun anda harus mengorbankan nyawa," ketus Simon."TUTUP MULUTMU, SIMON!! Apa kau pikir tuan Peter tidak menderita dengan kejadian ini?!" Hardik Jeremy."Lalu bagaimana dengan tuan Evan?! Apa kau pikir tuan Evan tidak menderita, huh?! Setelah kehilangan nyonya Freya akhirnya tuan Evan bisa sedikit melupakan kesedihannya tapi dia malah menghancurkan kebahagiaan tuan Evan dengan pengkhianatan yang dia lakukan," sengit Simon sambil menunjuk Peter."Dasar kau berengsek!!" Jeremy mendorong dada Simon dengan sangat kasar hingga tubuh rekannya terdorong ke belakang beberapa langkah, ia benar-benar tidak terima dengan penghinaan Simon kepada orang yang sangat ia hormati makanya ia tidak ra
"Jangan lakukan ini lagi, Zoe. Tubuhmu terlalu berharga untuk sia-siakan hanya untuk memuaskan hasrat pria-pria berengsek sepertiku," ucap Peter.Peter menarik tangannya dari payudara Zoe kemudian berjalan mendekati ranjang lalu menarik selimut yang ia gunakan untuk menutupi tubuh seksi yang model cantik yang telanjang bulat. Ia mengangkat tubuh Zoe lalu membawanya ke ranjang dan dengan sangat hati-hati ia merebahkan tubuh Zoe yang masih terbungkus selimut ke ranjang."Kau bukan lagi kupu-kupu malam yang harus menjual tubuhmu untuk membiayai pengobatanmu, Zoe. Kau adalah seorang wanita terhormat dan kau harus berjanji kepadaku untuk tidak lagi menggunakan tubuhmu hanya untuk membayar kebaikanku," ucap Peter seraya mengusap lembut pipi Zoe."Aku tidak sedang membayar kebaikanmu dengan menggunakan tubuhku, aku hanya ingin memberikan tubuhku untuk pria yang aku cintai," ungkap Zoe dengan sorot mata penuh cinta."Zoe ... ada yang harus aku sampaikan kepadamu tentang perasaanku terhadap se