Setelah kemarahannya dia habiskan semalam, dan menghabiskan sekotak tisu, pagi ini Lun abangun dengan suasana hati yang lebih baik, bukan karena sudah bisa menerima kalau Laks masih sering teringat mantan pacarnya, tapi penjelasan suaminya itu membuat hatinya sedikit lega. ingat hanya sedikit.
Laksa memang tidak mengatakan sudah melupakan Raya sepenuhnya, bagaimanapun hubungan mereka yang berlasung bertahun-tahun tak bisa hilang tanpa bekas begitu saja, akan tetapi Laksa bersumpah kalau dia tidak akan kembali lagi pada Raya, dan bagi Laksa, Luna adalah masa sekarang dan masa depannya. Cukup realistis memang, meski tidak melegakan, apalagi membahagiakan. Luna bersiap membersihkan dirinya dan menyiapkan pakaian untuk suaminya, lalu dia akan membangunkan laki-laki itu. nasehat dari mama mertuanya membuat Luna berusaha lebih baik lagi menjadi istri yang baik. Sekarang dia bukan hany putri kesayangan ayahnya yang bisa selalu bermanja-manja, tap“Apa om seorang polisi atau semacamnya?” tanya Laksa kembali menelisik penampilan laki-laki di depannya ini. “Bukan, Om hanya pegawai negeri di kantor kecamatan.” Pantas terlihat rapi. Sebenarnya banyak hal yang ingin ditanyakan Laksa tapi dia bigung mulai dari mana, sang kakek juga hanya mengatakan waktu itu menyuruh ornag kepercayaannya mengawasi sang ibu, dia bahkan tidak tahu perkembangannya akan sejauh ini. “Apa ibu yang meminta om kemari?” Laki-laki itu menggeleng. “Ibumu tidak tahu kalau Om kemari, tapi om juga tidka masalah kalau dia tahu.” “Begitu,” Laki-laki itu berdehem dan memandang Laksa dengan penuh tekad, membuat laki-laki itu mengerutkan keningnya bingung. “Om hanya ingin minta ijin padamu untuk menikahi ibumu, karena bagaimanapun kamulah yang memiliki kekerabatan paling dekat dengannya salain saudara-saudaranya,.” “Om mungkin sudah tahu sej
Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasi Laksa, dengan menghela napas kesal dia meletakkan penanya dan melirik Dio yang sedang tertidur pulas di box bayinya, dia memang sengaja melakukan itu supaya bisa memantau anaknya. Laksa ingat komnetar Dirga saat mengunjunginya beberapa hari yang lalu ejekan bapak rumah tangga, sering dilontarkan sepupunya itu, tapi Laksa tidak tersinggung sama sekali dia memang ingin dekat dengan anaknya dan tidka ingin mengulangi kesalahan sang papa yang bersikap sangat dingin padanya. “Masuk!” teriak Laksa. Kepala Tuti menyembul dari celah pintu. “Ada apa?” tanya Laksa langsung. “Itu Mas, ada tamu di bawah.” “Tamu? Mencariku?” “Iya.” “Siapa? Aku tidak ada janji dengan seseorang?” Tuti berdiri di sana dengan bingung, mungkin Laksa lupa kalau dia di rumah bukan di kantornya yang setiap tamu harus membuat janji dulu
“Makanannya tidak enak? Apa aku pesankan yang lain?” tanya Luna lagi, tapi Laksa tetap diam, seolah tak mendengar ucapan Luna, seolah mereka terpisah tempat yang jauh. Luna menghela napas dan berdiri dari duduknya, menarik piring di hadapan Laksa dan mencuil sedikit ayam bakar di piring itu, dengan tangannya Luna menyuapkan makan itu ke mulut Laksa. “Aku bisa makan sendiri, tanganku baik-baik saja.” “Aku tahu, buka mulut kakak sekarang,” kata Luna garang dengan mata melotot, tapi bukannya takut Laksa malah tersenyum dan membuka mulutnya. “Nah pinter, papanya Dio mau makan.” “Berasa jadi anak kecil aku.” “kakak memang bukan anak kecil, kan sudah bikin anak kecil, tapi hari ini tidka mau makan seperti anak kecil,” omel Luna. “Bukan tidak mau makan hanya saja-“ “Galau.” “Eh?” “Iya kakak lagi galau karena pernikahan ibu, aku buk
“Mas Hardi ingin pernikahan kami sederhana saja asal sah,” kata sang ibu. Pagi ini memang Laksa secara khusus mengunjungi rumah ibu kandungnya ini, letak rumah yang ada di pinggiran kota membuat mereka harus berangkat lebih awal. Yah mereka karena Luna juga ikut serta, bukan tanpa alasan juga Luna melakukannya, di samping tak pantas membiarkan Laksa pergi sendiri, juga karena masih ada rasa kecewa dan amarah yang membuat Laksa bisa saja melakukan hal yang mungkin saja mereka sesali. Saat ini mereka sedang berkumpul di ruang tamu, hanya ada mereka bertiga, karena orang yang disebut sebagai Mas Hardi, calon suami sang ibu memang sedang pergi bekerja. Luna menoleh pada suaminya dan mendapati wajah itu masih saja datar. “Sederhana bagaimana maksudnya?” tanya Luna memperjelas. Sang ibu mertua memandang Luna dengan wajah masam, entah karena pertanyaan Luna atau karena hal lainnya. “Hanya hajatan kampung, deng
“Maaf aku sengaja mematikan ponsel, ibu terus saja menghubungiku menceritakan tentang rencana pernikahannya.” Meski kalimat itu diucapkan dengan nada biasa saja tapi Luna tahu kalau Laksa sedang sangat kesal dan ... kecewa. Luna menghela napasnya. “Kakak sayang tidak sama aku?” tanya Luna tiba-tiba. “Kamu ngomong apa sih, Lun, tentu saja aku menyayangimu bahkan mencintaimu.” “Kalau begitu apa susahnya menemaniku ke sana, aku malas harus ke sana sendiri Vira juga tidak bisa, atau aku harus mengajak Mas Dirga atau kak Vano, tidak jauh juga,,” kata Luna ngeyel. “Baiklah aku akan siap-siap dulu,” kata Laksa akhirnya mungkin dia malas meladeni istri yang sedang merajuk. Jadi iyain ajalah biar cepet. Di dalam ruangannya yang sepi itu, Luna tersenyum senang. Tiga puluh menit kemudian resepsionis menghubunginya dan mengatakan Laksa ada di bawah. “Kenapa tidak menelp
Seperti biasa kesunyian selalu menyergap saat Luna berada di ruang kerjanya, sebuah bangunan yang memang didirikan sebagai kantor pusat semua anak perusahaan Sanjaya Group dan letaknya juga berada di sampng salah satu hotel milik mereka. Bberapa kali Luna mengecek ponselnya, berharap ada pesan dari sang suami yang mungkin saja dia lewatkan, Luna bahkan beberpa kali mengecek paket internet di ponselnya mungkin saja habis, tapi ternyata tidak. Dengan berat hati dia meletakkan ponselnya kembali, terbiasa saling berkirim pesan dengan sang suami, menjadi kebiasaan yang dapat memberikan semangat baru untuknya. “Kakak sedang apa? apa semuanya baik-baik sjaa?” Untuk kedua kalinya Luna mengirim pesan pada sang suami tapi tetap saja hanya centang satu di ponselnya. Apa Laksa lupa mengecast baterai ponselnya? Luna menhembuskan napasnya dengan kuat, perasaannya makin khawatir saja, apalagi saat men