Share

Termakan Rayuan

last update Last Updated: 2024-08-06 14:38:52

Fortune Corp. jam 12 siang.

“Ada lagi yang harus saya lakukan, Pak?” tanya Kania, sekretaris Bian setelah menuangkan Martell XO Supreme Cognac ke dalam gelas kecil yang berisi es batu dan meletakkannya di atas meja sesuai dengan permintaan Bian. “Sedikit saja, Kania!” Itu kata Bian tadi. Dan Kania memenuhi permintaan sang atasan.

“Nggak ada. Sekarang kamu boleh keluar,” suruh Bian. Dia sedang ingin sendiri tanpa direcoki siapa pun. Pikirannya saat ini betul-betul kacau sekacau-kacaunya. Dan yang Bian inginkan hanya sendiri tanpa gangguan apa pun.

“Baik, Pak.” Kania lalu meninggalkan ruangan Bian.

Bian memijit kecil pelipisnya dengan siku tertopang ke meja. Kepalanya yang berdenyut terasa bertambah berat. Bukan apa-apa, sejak pertemuannya dengan Gladys kemarin, Bian merasa hatinya yang sudah tenang kembali terusik. Bian tidak ingin lagi berhubungan dengan perempuan itu. Tapi semesta masih belum sepakat. Hal itu pun terbukti saat ini ketika tiba-tiba Gladys kembali muncul di hadapannya.

Belum sempat Bian bicara Kania kembali masuk ke dalam ruangannya. Sekretarisnya itu terlihat panik. “Pak, maaf, saya sudah coba mencegah, tapi dia memaksa masuk, Pak.”

Bian memang mewanti-wanti pada Kania untuk melarang menerima kunjungan Gladys ke kantor ini. Ternyata Kania tidak mampu mencegah.

“Ya sudah, kamu boleh keluar,” titah Bian pada Kania.

“Baik, Pak.” Kania mundur teratur. Sebelum pergi dia masih sempat melihat tatapan tidak suka Gladys padanya.

Gladys menarik kursi di depan Bian dan mendudukkan diri di sana. Matanya yang bulat dan besar memandang lurus pada lelaki itu. “Jadi gitu ya, Bi? Kamu melarangku ke sini apa maksudnya?

“Aku nggak mau lagi ketemu sama kamu,” jawab Bian terang-terangan.

Gladys tertawa menampakkan gigi putihnya yang rapi. “Kamu nggak akan bisa lepas dari aku, Bi, percayalah!”

“Pergilah sekarang, aku sibuk!” usir Bian tidak ingin meladeni ocehan Gladys. Selain itu kepalanya yang semakin sakit membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.

“Bi, aku hanya ingin mengajak kamu makan siang.”

“Aku nggak bisa, Dys. Aku sibuk,” ulang Bian sekali lagi.

Keduanya lalu terdiam dengan tatapan saling mengunci. Gladys tahu, dia adalah satu-satunya yang Bian cintai dari dulu hingga sekarang. Dan sebenci apa pun Bian padanya, Gladys juga tahu kalau rasa cinta lelaki itu lebih mendominasi.

“Kamu ingat nggak, Bi, waktu itu aku ulang tahun. Terus kamu bilang nggak bisa datang karena sedang berada di Italia. Aku sedih waktu itu. Padahal kamu sudah janjiin aku mau candle light dinner bareng. Tau-taunya kamu datang ngasih kejutan, terus kamu kasih aku hadiah kalung yang ada nama kamu. Aku bahagia banget, Bi. Itu adalah kado paling terindah dalam hidupku. Apalagi kamu yang makein.” Gladys mencoba membangkitkan kenangan lama mereka agar Bian tergugah hatinya. “Oh iya, Bi, ini aku udah pake lagi kalung dari kamu.” Gladys mengeluarkan kalung berlian dengan bandul empat huruf bertuliskan BIAN yang tadi tersembunyi di balik bajunya.

Bian menahan napas, juga perasaannya. Kenangan itu semakin mengganggu. Dia sangat membenci Gladys atas pengkhianatan yang sudah dilakukannya. Di lain sisi, Bian masih sangat mencintainya. Siapa pun pasti tahu dan tidak akan membantah. Sekuat apa pun batu karang, namun lama kelamaan pasti akan hancur diterjang ombak besar terus-terusan.

“Bi, aku nggak bermaksud minta yang macam-macam sama kamu, aku tahu kamu sudah menikah, aku hanya ingin kita makan siang bareng. Sekali… aja.” Mata Gladys jatuh di jari manis Bian. Tepat pada cincin berlian yang melingkar di sana.

Bian ikut memandang cincinnya sendiri. Cincin polos yang sekilas terlihat biasa itu adalah cincin nikahnya dengan Tatiana. Entah kenapa Bian tidak ingin melepas dan membiarkan melekat erat di jarinya.

“Aku tahu, sekarang aku sudah kehilangan kamu. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah mengikhlaskan kamu. Hubungan kita memang sudah berakhir, tapi aku nggak mau hubungan kita sebagai teman juga ikut putus,” ujar Gladys dengan suara dan muka yang sedih.

Kalau saja Gladys adalah orang lain, dan mereka tidak pernah terlibat perasaan serius, mungkin Bian tidak akan terpengaruh. Masalahnya perempuan itu sempat mengisi hatinya dengan begitu penuh. Dan di posisi sekarang, wajar kalau dia kembali luluh.

Bian menunduk, menatap cincin nikahnya sekali lagi.

‘Aku nggak berkhianat. Aku dan Tatiana menikah hanya karena emosi sesaat, bukan atas dasar cinta. Dan aku yakin kalau sampai saat ini dia juga masih mencintai Darren," bisik hati Bian.

“Bi, please! Sekali ini saja …”

Suara Gladys yang penuh permohonan meruntuhkan pertahanan Bian. Lelaki itu mengangguk perlahan yang disambut oleh Gladys dengan senyum mesra. Sebut saja Bian lemah, tapi cinta yang menjadikannya demikian.

Gladys memamerkan senyum kemenangan saat dia melewati Kania yang melongo heran melihatnya bergelayut manja di lengan Bian.

“Pak Bian!” seru Kania. Ingin mengingatkan pada Bian kalau perempuan yang berjalan di sebelahnya adalah satu-satunya orang yang dibenci dan tidak ingin ditemuinya.

“Saya mau keluar makan siang,” ujar Bian pada Kania sepintas lalu.

Dua puluh menit kemudian mereka sudah berada di sebuah restoran.

“Caesar salad seperti biasanya kan, Bi?” ujar Gladys sebelum memesan menu makan siang hari itu.

Bian mengangguk dan menyerahkan pilihannya pada Gladys. Dari dulu perempuan itu selalu mewanti-wantinya untuk menjaga kesehatan, terutama asupan makanan yang akan dikonsumsi.

Hanya menunggu tak lebih dari sepuluh menit, hidangan dari selada dan roti panggang yang dipotong kecil lalu ditambahkan keju parmesan, juice lemon, minyak zaitun, telur, saus worcestershire, bawang putih, serta lada hitam itu tersaji di depan mereka.

Gladys tersenyum puas melihat Bian yang menikmati dengan lahap makanannya. Dari dulu selera mereka selalu sama dan nyaris tak berbeda. Apa yang disukainya, Bian juga suka. Dan sebaliknya, dia juga akan menyukai pilihan Bian untuknya.

“Kenapa, Bi?” tanya Gladys kala melihat Bian mengerjap berkali-kali di sela-sela makan siang mereka.

“Aku agak pusing,” jawab Bian jujur. Matanya juga tidak seterang biasa.

“Mungkin kamu terlalu sibuk dan kurang istirahat. Habis ini kita ke apartemenku saja ya.”

Bian mengangguk pelan. Mungkin Gladys benar. Dia kurang istirahat. Barangkali setelah tidur sebentar dia akan kembali segar.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
bian bodoh, masa perempuan tong sampah masih mau, kena penyakit kelamin tar baru tau rasa, udah dapat permata eeee malah masih ngais tempat sampah yang banyak kuman dan malah ada bangke nya pula
goodnovel comment avatar
widia wati
jgn sampai kmbali gladis
goodnovel comment avatar
PNsalsyabila
Laki2 labil brengsek juga ternyata
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Tamat

    Tokyo pagi itu lebih dingin dari biasanya. Gerimis yang turun sejak tadi menimbulkan rasa sejuk yang menembus hingga ke tulang. Membuat sebagian orang enggan keluar dari rumah. Jangankan dari rumah, bahkan Davin terlalu malas keluar dari selimut dan memilih meringkuk di dalamnya bersama wanita tercintanya.Sudah satu tahun belakangan Davin memboyong Angel dan anak-anak ke negara sakura itu. Sesuai dengan keinginan opinya—Delta Mahendra, yang mewariskan seluruh aset padanya. Maka Davin pun menggantikan Delta yang sudah sepuh menjalankan tugas sebagai pemimpin perusahaan dan pemilik berbagai usaha.Si kembar tiga saat ini sudah berusia sembilan tahun, disusul dengan El yang tahun ini menginjak delapan tahun. Sedangkan Romeo, ini adalah tahun ketiga hidupnya di dunia. Repot? Itu pasti. Pusing apalagi. Sering kali terdengar keributan di rumah itu. Semakin bertambah usia anak-anak rumah itu semakin ramai dan ricuh. Setiap hari ada saja yang diributkan. Yang besar suka mengganggu, sedangka

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Kebiri Saja Aku (Extra Part 17 - Davin & Angel)

    Lima tahun kemudian.Davin mondar-mandir sepanjang lorong rumah sakit. Sudah sejak tadi dia melakukan hal tersebut. Pikirannya kacau balau. Hatinya resah dan gelisah memikirkan seseorang yang berada di dalam ruangan sana. Seharusnya Davin mendampinginya, menemaninya dan tetap berada di sisinya sambil membisikkan kata-kata cinta dan semangat, serta sesekali mengecup lembut keningnya dengan tangan saling menggenggam. Namun semua itu hanya ada di dalam angan-angannya. Karena…Sembilan bulan yang lalu.Saat itu Angel dan Davin sedang bercengkerama di suatu sore di teras belakang rumah mereka. Sementara itu El dan si kembar yang sudah bersekolah di bangku taman kanak-kanak sedang bermain di taman belakang rumah yang sudah mereka modifikasi menjadi mini playground lengkap dengan kolam renang.Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan sehat dan cerdas membuat keduanya bahagia. Pelan-pelan mereka mulai menunjukkan bakat, minat, serta hobi masing-masing. Si kecil El mewarisi nyaris seratus

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Istriku Kesurupan (Extra Part 16 - Davin & Angel)

    Angel dan Davin sama-sama menghempaskan badan ke kasur begitu mereka sampai di kamar hotel. Nyaris sembilan puluh menit tayangan film di bioskop, dan keduanya tidak tahu apa-apa. Mereka ikut keluar ketika para penonton lain juga keluar saat film sudah selesai.“Duh, capek banget…,” keluh Angel sambil mengembuskan nafas.“Nggak ngapa-ngapain kenapa capek?”Mereka mungkin hanya duduk saja, tapi tingkah Davin yang terus menggerayanginya membuat Angel lelah. “Capeknya kerena kamu.”“Memangnya aku ngapain?” tanya Davin pura-pura bodoh dengan ekspresi yang membuat Angel gemas. Angel mendekat, melingkari pundak Davin dengan tangannya lalu mengecup lembut bibirnya yang hangat.“Dave, kira-kira anak-anak sekarang lagi ngapain ya?” tanyanya kemudian. Seharian ini mereka sama sekali tidak tahu bagaimana keadaan para buah hati mereka.“Mungkin udah tidur,” jawab Davin mengira-ngira sambil melirik arloji mahalnya yang limited edition itu.“Kita telfon yuk, aku kangen.”“Nggal usah, Dek, katanya

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Membuat Film Berdua (Extra Part 15 - Davin & Angel)

    Seperti rencana yang sudah tersusun di kepalanya, Davin membawa Angel ke hotel paling mewah di kota mereka. The Sun, namanya. Hotel itu teletak di pinggir kota dan jauh dari kawasan pemukiman penduduk. Namun sengaja dibangun dengan konsep all in one building. Semuanya ada di sana. Mulai dari pusat perbelanjaan, restoran, pusat kebugaran tubuh dan kecantikan hingga playground. Tempat itu memang dirancang bagi orang-orang yang ingin menghilangkan penat dan beristirahat sejenak, namun tetap bisa memanjakan diri dengan hal-hal apapun yang mereka butuhkan.Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar hotel, Davin mengajak Angel ke pusat perawatan kecantikan. Davin memang paling mengerti perempuan dan memahami istrinya. Mereka akan melakukan perawatan tubuh di sana. Berpasang-pasang mata tertuju pada pasangan ideal tersebut ketika tangan Davin membuka pintu kaca dan mempersilakan Angel masuk terlebih dahulu. Untuk sesaat mata keduanya menyapu sekitar. Menyaksikan resepsionis dan

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Aku Suka Yang Sempit Kayak Kamu (Extra Part 14- Davin & Angel)

    “Kita mau ngobrolin apa, Dave?” tanya Angel di atas pangkuan Davin. Embusan nafas hangat Davin menggelitik lehernya. Membuat sekujur tubuhnya meremang. Memanggil-manggil jiwa terdalamnya untuk datang.“Aku rasa kita perlu honeymoon lagi, Sayang…,” bisik Davin dari belakang. Tangannya melingkari Angel dengan erat dan rapat.“Maksudnya mau nambah anak lagi?” sahut Angle seperti tersentak.“Lho, kok nambah anak? Memangnya orang yang pergi honeymoon itu mau nambah anak?”“Tapi biasanya kan gitu. Aku nggak mau lagi lho, Dave, udah cukup El yang terakhir,” ucap Angel sambil memberengut.Davin tersenyum kecil. Dikecupnya pundak Angel yang membuatnya gemas. “Anak itu kan rezeki. Rezeki nggak boleh ditolak kan? Aku ngajak kamu honeymoon tapi kapan-kapan, kalo El udah bisa ditinggal lama-lama. Sekarang honeymoon-nya di sini aja dulu.”Bisikan Davin di telinganya membuat Angel kian meremang. Pasti sebentar lagi Davin akan mengeksekusinya.Davin membalikkan tubuh Angel mengarah padanya sehingga s

  • Wanita Yang Menginginkan Suamiku   Fantasinya Dave (Extra Part 13 - Davin & Angel)

    Jujur saja selama ada Gendiz sedikit banyak meringankan Angel dan Davin. Hampir setiap hari Gendiz bermain ke rumahnya, atau memboyong anak-anak ke rumah orang tua mereka. Saking sayangnya pada para bocah, Gendiz juga menahan si kembar agar menginap bersamanya dan tidak mengantarnya pulang. Sesekali Davin dan Angel membiarkan si kembar tidur bersama Gendiz di rumah Kiano dan Adizty. Mereka yakin dan percaya sepenuhnya kalau adiknya itu bisa menjaga ketiganya dengan baik. Meskipun sepanjang malam keduanya tidak bisa memejamkan mata karena tidak terbiasa berpisah dengan anak-anak mereka.“Kalian kalo mau kencan, pergi aja, biar anak-anak aku yang urus,” ucap Gendiz pada suatu hari. Melihat keseharian Angel yang disibukkan dengan mengasuh, menjaga, merawat dan mengurus anak-anaknya membuat Gendiz merasa kasihan. Begitu pula dengan Davin yang terlalu sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Kadang sampai senja atau malam. Pasti keduanya butuh waktu untuk hanya berdua saja tanpa direcoki anak-

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status