Berbulan-bulan telah berlalu. Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya.Andhika yang masih belum bisa menghapus rasa sukanya pada Salwa. Dan juga masih sering curhat dengan Dara.Sedangkan Khalid, semakin sering dia berkunjung ke rumah Adam. Tentu saja dengan alasan menyambung tali persaudaraan yang sudah lama terputus.Padahal alasan utama sebenarnya Khalid sering berkunjung ke rumah Adam, adalah untuk mencari celah bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan restu dari kedua Kakak Salwa itu.Niat Khalid yang ingin mempersunting Salwa sudah bulat. Namun sebelum dia melamar Salwa secara resmi, Khalid harus terlebih dahulu mendapatkan restu dari Adam dan Husein.Sesuai dengan tebakan Khalid sebelumnya, sangat sulit mendapatkan restu dari Adam maupun Husein.Kedua laki-laki tersebut sangat protektif terhadap Salwa. Dari kesekian kali kunjungan Ridwan ke rumah Adam, hanya sekilas Khalid bisa bertatap muka dengan Salwa, yaitu ketika Salwa mengantarkan minuman untuknya. Selebihnya, Sal
"Nggak semudah itu aku kembali lagi ke Bandung! Aku baru aja lho di Solo. Kontrak untuk kerja disini masih panjang. Nggak profesional banget kesannya kalau aku tiba-tiba mengajukan pindah lagi ke Bandung!" balas Andhika. "Apalagi ini karena urusan pribadiku!" lanjutnya."Ya udah! Kalau gitu gimana senyamanya kamu aja! Aku juga cuma kasih saran!" balas Dara."Aku tahu! Btw, makasih ya, Dar! Udah mau dengerin curhatanku selama ini. Kamu memang yang terbaik! Aku tutup dulu ya! Mau istirahat! Bye!""Bye!"Setelah sambungan telepon terputus, lagi-lagi Dara merasa jika dirinya adalah wanita yang sangat bodoh. Lebih tepatnya bodoh karena cinta.Sudah tahu pasti akan terluka, masih saja mau mendengar curhatan Andhika tentang wanita lain, padahal dia sendiri juga menyukai Andhika."Kalau dipikir-pikir, ternyata aku kuat juga ya jadi wanita. Jadi tempat curhatan gebetan selama ini. Kenapa hidupku nyesek banget sih!" monolog Dara yang tanpa sadar, air matanya kembali menetes untuk yang kesekian k
Semakin hari, perasaan galau Andhika semakin menjadi. Rasa sukanya kepada Salwa bukannya hilang tapi malah semakin bertambah.Saat ini Andhika sedang berbaring santai di kamar kost nya.Andhika kembali mengenang saat-saat awal dia bertemu dengan Salwa.Wanita yang menunjukkan sikap yang sangat berbeda dengan wanita lain, sangat berbeda dengan kebanyakan wanita yang pernah Andhika jumpai.Berawal dari rasa kagum, menjadi rasa suka. Bahkan mungkin sekarang bisa dikatakan rasa sukanya sudah berubah menjadi rasa cinta."Tuhan! Begini amat perjalanan cintaku!" ucap Andhika sembari mengusap wajahnya.Mau memperjuangkan tapi sudah kalah duluan."Curhat sama Dara aja deh!" Putus Andhika.Lalu Andhika mencari ponselnya untuk menghubungi Dara."Hallo!" sapa Dara di seberang sana. "Kenapa? Ada masalahkah? Atau kamu butuh bantuan?" lanjutnya.Andhika terdiam sejenak. "Aku mau curhat!" ucap Andhika."Masalah Salwa lagi? Kali ini kenapa lagi?" tanya Dara. Karena ini memang bukanlah pertama kali And
Andhika menahan diri, yang rasanya ingin sekali untuk segera bertanya tentang rasa penasarannya itu.Dia hanya diam melihat ke empat orang yang sedang sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam.Banyak sekali yang ingin Andhika tanyakan kepada Husein atau kepada Adam.Mengapa makam orang tua mereka hanya diberikan batu diatasnya, bahkan juga tidak ada nama di batu tersebut.Sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini diketahuinya, dan tidak seperti makam-makam yang ada disekelilingnya. Ada banyak yang di kijing. Bahkan ada yang diberi bangunan seperti rumah diatasnya. Semakin heran saja Andhika melihatnya.Memang ini bukan pertama kalinya dia melihat bangunan rumah di makam. Tapi yang menjadi pertanyaan Andhika adalah. Mereka kan sama-sama beragama Islam, mengapa perbedaan makam di antara mereka begitu besar.Dalam pikiran Andhika, bukankah mereka satu keyakinan, bukankah seharusnya mereka sama dalam perkara makam. Sama seperti ketika orang Islam sama-sama shala
Pagi hari sekitar jam delapan, Salwa beserta Adam sudah sampai di pemakaman umum, dimana tempat Abah dan Umi dimakamkan.Mereka berdua di luar makam menunggu kedatangan Husein, Andhika dan Amira untuk ziarah bersama-sama.Tidak tahu bagaimana ceritanya, Andhika tiba-tiba saja ingin ikut ziarah ke makam Abah dan Umi, jadi Husein sekarang sedang menjemputnya di kost an.Sedangkan Amira, kemungkinan dia masih berada di jalan."Amira sudah berangkat kan, Dek?" tanya Adam memecah keheningan."Sudah kok, Mas! Mungkin sekitar lima menitan lagi dia sampai!"Adam menganggukkan kepalanya. Dalam hati Adam merasa bersyukur jika masih banyak orang yang mengingat kedua orang tuanya.Mengingat kembali pada hari kepergian Abah dan umi. Mereka terpaksa harus segera menguburkan Abah dan Umi malam itu juga. Padahal saat sudah lewat jam satu malam.Bukan tanpa alasan. Kebetulan esok hari itu akan ada acara walimahan tetangga mereka. Meskipun bukan tetangga dekat, tapi masih satu komplek. Dan di komplek me
Siang ini di butik, Salwa dan Amira tengah beristirahat setelah selesai sholat Dzuhur dan selesai makan siang.Mumpung belum ada pembeli, Amira bertanya-tanya kepada Salwa tentang laki-laki yang beberapa hari lalu datang ke butik bersama Husein.Amira yang memang menyukai keindahan langsung terpana melihat ketampanan wajah Andhika.Dalam hati Amira berpikir, jika tidak berjodoh dengan Adam, laki-laki yang datang ke butik bersama Husein boleh juga."Ayo dong, Wa! Aku penasaran banget nih sama cowok yang datang kemarin sama Mas Husein!" Amira dengan penuh semangat merecoki Sawla yang sebenarnya sangat enggan membicarakan tentang Andhika.Sebenarnya Amira sudah ingin menanyakannya dari kemarin-kemarin, setelah Husein datang bersama Andhika. Tapi baru kali ini ada kesempatan yang pas untuk menanyakannya."Memangnya kalau kamu sudah tahu dia siapa, kamu mau apa?" tanya Salwa heran."Ya mau di ajak kenalan dong! Siapa tahu jodoh kan? Daripada nunggu kepastian dari Mas Adam yang belum juga ke