LOGINPerjamuan ulang tahun nyonya tua Xie sudah lewat tetapi Ming Lan masih jadi buah bibir. Sikapnya yang luwes serta pujian pangeran Rui, membuat pandangan banyak orang berubah.
Terlepas dari semuanya, Ming Lan tetap bangun awal seperti biasa dan bersiap untuk mengunjungi keluarga Hua bersama Ming Hao.Keduanya duduk tenang dalam kereta yang membelah jalanan ramai."Jiejie, maaf sudah merepotkanmu selama ini."Ming Lan meletakkan tungku pemanas lebih dekat ke arah adiknya. "Jangan selalu berkata begitu. Sudah seharusnya seorang kakak melindungi adik."Ming Hao tidak berkata apa-apa tapi sinar matanya penuh tekad untuk membuat kakaknya bangga.Perjalanan berlangsung cepat hingga mereka tiba di kediaman Hua. Sebab Ming Lan hanya mengantar adik, tidak ada sambutan meriah seperti saat perayaan Imlek kemarin."Kukira Hao'er tak akan kembali lagi." Adipati Hua langsung mencela putra bungsunya. "Siapa tahu kehidupan di tempatBagian tengah aula agung dibiarkan kosong. Pemain musik duduk di bagian belakang sementara putri Rongle, yang dapat giliran pertama untuk menari, sudah berdiri di tengah. Bajunya diganti dengan hanfu berbahan ringan dengan lengan lebih lebar. Kain yang dipakai adalah brokat Yun yang bisa membuat ilusi bahwa sulaman kupu-kupu dan bunga di bajunya bergerak hidup. Wajahnya ditutup sehelai kain tipis yang cukup menunjukkan siluet hidung dan mulut. Pada dahinya ada lukisan bunga peoni yang menambah kesan agung dan misterius. Begitu musik dimainkan, putri Rongle bergerak anggun. Kaki dan tangannya seirama, membuat siapa pun yang memandang akan terpukau. "Apakah pangeran Tuoba sangat mengagumi putri kami?" ujar pewaris Chengping yang duduk bersebelahan dengan Tuoba Rui. Sejujurnya dia tak suka Rongle. Punya bakat sedikit langsung sesumbar. Tetapi bukan berarti mau melihatnya direndahkan orang lain, terlebih oleh pangeran dari kerajaan kecil
Aula kemuliaan agung berbeda malam ini. Ada keramaian juga musik yang meriah. Para utusan dari empat suku barbar datang lebih awal. Ditemani para pejabat dan bangsawan bangsa Han. "Sepertinya orang dataran tengah tidak tepat waktu," bisik Tuoba Rui pada juru bicaranya. Acara memang belum dimulai karena kaisar belum datang. Semua orang juga paham bahwa ini cuma cara beliau mengintimidasi utusan lawan. Untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa. Pangeran Tuoba, entah terlalu polos atau bebal, justru memakainya untuk menyerang tuan rumah. Putri Rongle yang duduk tak jauh, langsung mendelik. Sejak Zhou Qingwen dihukum mati, kesabarannya makin tipis. Awal-awal dia berkabung seperti janda ditinggal suami. Kaisar jadi berang. Putri Rongle ditegur dan dihukum. Setelah itu, sikapnya berubah drastis. Suka menyiksa orang lewat perkataan atau tindakan. "Pangeran Tuoba sepertinya tak berniat damai. Datang ke rumah orang tapi masih meng
Kekalahan Xiongnu dan Xianbei pada pertempuran terakhir membuat mereka tak punya pilihan selain mengajukan perjanjian damai. Syaratnya, mereka harus melepas dua kota dan mengirim upeti setiap tahun. Ditambah perkawinan politik. Pada akhir musim panas, urusan damai akhirnya tiba di ibu kota. Fei Yang bersama beberapa pejabat bertugas menyambut tamu di gerbang kota. "Lama tak bertemu, perdana menteri Chu tetap berwajah lembut." Sapaan ini datang dari juru bicara suku Xianbei. Wajahnya memang garang untuk standar orang-orang dataran tengah. Suku barbar memiliki kulit lebih gelap. Selain itu, struktur tubuh juga kekar oleh tempaan alam. Akibatnya, mereka cenderung merendahkan kaum pria dataran tengah. "Wajahku mungkin lembut tetapi tetap saja jenderal kalian mati di tanganku." Fei Yang mengutarakan fakta yang menyakitkan hati tanpa ragu. "Sebaiknya juru bicara harus ingat satu hal. Kemenangan tidak hanya
Kehamilan Ming Lan jadi peristiwa besar di xiangfu. Setiap hari Fei Yang menyempatkan diri menemani istrinya untuk makan atau berjalan di sekitar taman. "Lan'er, jangan terlalu banyak bergerak. Nanti kau jatuh."Ming Lan mencibir dalam hati. Ilmu medis di dunia modern malah menyarankan perempuan hamil banyak berjalan dan bergerak untuk memperlancar persalinan. Sementara di sini, dia diperlakukan seperti tawanan. Kemana-mana dilarang. "Xiangye, kalau anda terus-terusan mengekang, saya akan sedih. Akan berakibat buruk pada anak kita.""Baiklah, baiklah. Tapi pastikan kau hati-hati."Baru saja Ming Lan menarik nafas lega, pelayan Liu sudah datang sambil membawa semangkok sop yang aromanya bikin mau muntah. "Furen, waktunya minum sop kesehatan."Sejak dia hamil, perhatian nyonya tua berlipat ganda. Setiap hari mengirim tonik dan sop. Beliau juga sesumbar akan punya cucu laki-laki. "Letakkan di situ. Nanti kuminu
Mendengar istrinya pingsan, Fei Yang seperti kehilangan separuh jiwa. Dengan panik dia membopong tubuh Ming Lan ke atas ranjang. "Cepat! Panggilkan tabib."Majikan yang biasa tenang tiba-tiba seperti orang kesurupan membuat pelayan paviliun An Ning ikut panik. Mereka lalu lalang di sekitar.Nyonya tua jadi berang sendiri. "Sekelompok orang bodoh! Cuma pingsan, apa yang perlu ditakutkan? Panggil saja tabib dari apotek terdekat."Anggrek yang menemani majikannya cuma bisa menahan geram. Nyonya tua benar-benar tak peduli akan nasib majikannya. Dia berjalan keluar xiangfu untuk memanggil tabib yang juga merupakan guru Xiaoting. Ketika sampai di paviliun An Ning, kening nyonya tua mengernyit melihat penampilan bersahaja tabib tersebut. "Sejak kapan sembarang orang bisa masuk ke tempatku?" ujarnya memelototi Anggrek. "Cari saja tabib lain. Jangan mengotori pemandangan.""Lao furen, tabib ini orang yang d
Di kediaman perdana menteri, orang-orang sedang bersukacita. Fei Yang resmi diangkat jadi bangsawan adalah prestasi membanggakan bagi keluarga kecil yang asalnya dari pelosok. Walau hanya bisa diwariskan untuk tiga keturunan, nyonya tua tak bisa menahan senyum setiap kali mengingatnya. Setelah bencana akibat ulah Lin Jun, berkah langit akhirnya kembali mampir di kediaman Chu. "Kita harus mengadakan perjamuan besar," ujar beliau sambil mengelus plakat pemberian kaisar. "Tak mungkin di sini. Harus di kediaman yang baru," sahut Hao Mei tanpa bisa menutupi rasa iri. "Tempat itu lebih besar dan bagus."Kaisar menganugerahkan sebuah kediaman yang sepadan dengan gelar baru Fei Yang. Tempat itu bekas istana salah satu pangeran dari dinasti terdahulu. Kemegahannya tak perlu diragukan. Tentu Hao Mei senang dengan kepindahan adik iparnya. Dia akan jadi nyonya kediaman dan mengatur segalanya. Hal yang membebani pikiran cuma nyonya tua.







