Hua Ming Lan, istri seorang perdana menteri dari zaman kuno, dijebak hingga nyaris mati. Setelah koma selama lima hari, dia bangun kembali dengan kepribadian yang bertolak belakang? Sebenarnya, apa yang terjadi?
View More"Berlutut! Apa lagi yang kau tunggu?"
Suara seorang wanita tua menggelegar memenuhi ruangan mewah dengan ornamen klasik. Gadis muda berwajah seperti rubah, berdiri di sisinya sambil sibuk menenangkan dan mengipasi dengan hati-hati. Hua Ming Lan, perempuan yang jadi sasaran kemarahan, berdiri tak acuh. Pertunjukan sekarang bukanlah hal menakutkan baginya. Hal ini sudah kerap terjadi selama dia berstatus furen (nyonya muda) di kediaman perdana menteri. "Masih belum sadar apa salahmu? Lancang sekali!" Wanita tua makin murka, lalu memberi isyarat pada salah satu pelayannya. Tak menunggu lama, seseorang maju hendak menampar Ming Lan. Belum sempat tangannya mendarat, Ming Lan langsung mencekal sekuat tenaga, lalu mendorong pelayan tersebut sampai terjungkal. Seisi ruangan terkesiap. "Kau! Masih berani melawan?" Muka wanita tua makin jelek, tangannya menunjuk ke arah Ming Lan, dipenuhi amarah. "Kurang ajar!" "Jie jie (kakak), aku tahu kau marah padaku. Tapi jangan melampiaskannya pada bibi." Perempuan muda yang sejak tadi menampilkan raut khawatir, kini ikut bicara. Mukanya yang terlihat polos, akan membuat siapapun merasa iba. Sementara itu, Ming Lan yang sejak masuk sudah mendapat peran antagonis, menatap segalanya tanpa riak di wajah. Dia ingin melihat sejauh mana kedua manusia ini bersandiwara. "Pelayan, panggilkan dua penjaga. Seret menantu durhaka ini ke aula leluhur!" Segurat senyum sinis terbit di bibir Ming Lan. Sejak dulu, perempuan tua yang tak lain adalah mertuanya, senang sekali menguncinya di sana. Sedikit aduan dari si rubah, maka berbagai hukuman langsung diterimanya. Segera dua penjaga berbadan tegap memasuki ruangan. Mereka bersiap menyeretnya keluar. "Berhenti!" Suara dingin penuh kekuatan langsung menghentikan keduanya. "Sejak kapan pelayan rendahan sepertimu bisa menyentuh furen?" Keduanya membatu di tempat. Apa yang dikatakan Ming Lan memang tak salah. Dinasti ini sangat memperhatikan etika antara pria dan wanita, maka dari itu amat tabu bersentuhan kalau bukan dengan pasangan sendiri. Penjaga hanya bisa menatap lao furen (nyonya tua), salah tingkah. Sebelum lao furen mengatakan sesuatu, Ming Lan sudah bicara. "Sekarang izinkan saya bertanya. Mengapa ibu berani meminta penjaga rendahan menyentuhku? Apakah Anda ingin menghancurkan harga diri putra Anda?" "Lancang!" "Kalau tidak, mengapa Anda melakukannya? Tidakkah Anda tahu bahwa di Dinasti Ning ada batasan ketat antara pria dan wanita? Bagaimana kalau hal ini sampai didengar kaisar? Apa Anda siap menanggung resiko?" "Jie, kenapa bicara begitu? Ibu hanya ingin menasihatimu agar lebih baik." Sembari berkata demikian, air mata si rubah mengalir, teramat sedih dengan perilaku Ming Lan. Tangannya yang halus sibuk mengusap air mata, yang entah sejak kapan sudah berhamburan. "Siapa yang mengizinkanmu memanggilku Jiejie?" sahut Ming Lan dingin. "Karena kau cuma yiniang (selir) di sini, harus memanggilku furen. Kau lupa atau bodoh? Seorang yiniang tetaplah pelayan." "Kau! Beraninya berkata begitu pada Yan Yan. Dia sudah menjagaku sebelum kau datang kemari." Aish, betapa tolol dia dulu terlalu menghormati lao furen. Mertuanya tak bisa memisahkan urusan pribadi dan rumah tangga. Kalau begini, bukan lagi salahnya jika berbicara terus terang. "Maaf, Ibu mungkin kurang tahu peraturan rumah tangga bangsawan di ibu kota. Semua hierarki harus jelas, antara nyonya rumah dan pelayan, termasuk yiniang." Diucapkan dengan lembut, tak membuat kata-kata ini lebih baik. Betapapun terhormat lao furen di kediaman perdana menteri, beliau hanya putri seorang sarjana gagal, yang tinggal di kota kecil, jauh dari pusat kekuasaan. Keberuntungan membawanya kembali ke ibu kota saat menikah dengan sepupu jauh yang bekerja sebagai pejabat tingkat lima di ibu kota. Berkat langit kembali menghampiri saat dirinya dianugerahi dua putra berbakat. Seorang berhasil menjadi jenderal sedang yang lain meraih peringkat satu pada ujian kekaisaran . Sekarang, putra yang cerdas ini sudah menjadi perdana menteri pada umur tiga puluh lima tahun. "Kau menyombong lagi? Apa yang dibanggakan dari rumah kosong tanpa hiasan?" Jelas ini sindiran. Ming Lan memang putri seorang Duke (Guo). Tetapi tahun-tahun belakangan, tak ada bakat yang bersinar di sana. Ayahnya lebih suka menghabiskan hari-harinya dengan berjudi atau membeli selir baru, setali tiga uang dengan saudara laki-lakinya. Sialnya, gelar ini akan berakhir pada saudara laki-lakinya. Apabila tak ada lagi prestasi yang bisa dibanggakan, maka kediaman keluarga Hua akan kehilangan status bangsawan. "Ibu jangan terlalu kesal. Menantu ini hanya mengingatkan. Anda tentu tahu, bahwa kaisar paling tak suka bila bawahannya tak ikut aturan," pungkas Ming Lan. Rupanya lao furen tak juga menyerah. Dia menghentakkan tongkatnya. "Dari segi mana aku tak tahu aturan? Mentang-mentang lahir di rumah bangsawan, kau sengaja merendahkanku?" "Pertama, ibu mengizinkan pelayan laki-laki menyeretku. Kedua, Anda juga setuju Yan Yan memanggilku Jiejie. Ketiga, Yan Yan selalu berpakaian cerah, seolah dirinya adalah nyonya kediaman. Lihat, bajunya bahkan lebih cerah dariku." Si rubah berwajah cantik langsung berlutut sambil berlinang air mata. "Jie, jangan bilang begitu. Aku memakai baju warna merah jambu, karena perdana menteri sangat menyukainya. Sebagai istri, sudah sepantasnya kita menyenangkan hati suami. Anda juga setuju dengan ini, kan?" "Lihat! Yan Yan yang tidak berpendidikan saja tahu hal ini. Memangnya laki-laki mana yang selera menyentuh perempuan murung sepertimu?" Bagus sekali! Kedua wanita ini menyanyikan lagu senada untuk mempermalukannya. "Berhubung ibu lebih bijaksana, izinkan menantu ini bertanya. Mana yang lebih penting, peraturan kaisar atau keinginan perdana menteri?" Seisi ruangan hening. Jika menyangkut pihak istana, siapa yang berani membantah. Kaisar yang berkuasa sekarang mementingkan hierarki. Sebab itu, di rumah tangga setiap bangsawan, ada batasan jelas antara nyonya dan selir, termasuk dalam hal berpakaian. Busana yang dipakai selir tidak boleh lebih cerah dari yang dipakai nyonya. Setiap kediaman bangsawan yang mengabaikan hal ini akan mendapat teguran. Alasannya, seseorang tak mungkin bisa mengatur negara jika mengurus rumah tangga saja tidak becus. Itu sebabnya, para pejabat tak berani terang-terangan memanjakan para selir dan anaknya. "Jie, Anda benar. Aku memang salah dan tak tahu aturan." Melihat lao furen sudah kehabisan langkah, si rubah langsung menampari pipinya sendiri. "Gara-gara kebodohanku, kediaman perdana menteri nyaris dalam bahaya." Tentu saja Ming Lan tak akan menghalangi orang yang mau bertobat. Sebaliknya, dia menatap tamparan Yan Yan yang tidak sepenuh hati dengan dingin. "Kau maju kemari." Dia berkata pada salah satu penjaga pintu kediaman lao furen. "Bantu yiniang menyadari kesalahannya." Pelayan itu kebingungan, tak tahu harus berbuat apa dengan situasi saat ini. "Apa lagi yang kau tunggu? Kau tak mendengarku bicara?" Suara Ming Lan yang penuh intimidasi, menghilangkan rasa sungkan. Pelayan tersebut segera maju melaksanakan perintah. "Berhenti!" teriak lao furen. "Kau berani mengatur pelayanku?" "Selama gajinya dibayar oleh kediaman, maka pelayan tersebut milik kediaman. Sebagai nyonya, sudah sepantasnya aku mengatur." Usai menyahut mertuanya, Ming Lan menegur sang pelayan. "Apa lagi yang kau tunggu? Cepat laksanakan atau aku harus menjualmu ke rumah bordil."Diterangi temaram lampu, sepasang suami istri duduk berhadapan. Dihadapan mereka, dua mangkok mie kuah mengeluarkan aroma lezat, menerbitkan selera makan. Chu Fei Yang mengangkat sumpitnya, Ming Lan mengikut. Keduanya makan dalam keheningan sampai isi mangkok tandas. "Aku tak tahu kalau furen punya kemampuan kuliner luar biasa."Tentu saja! Memangnya sejak kapan kau tahu apa-apa tentangku? Ming Lan hanya bisa menyimpan semua keluhan dalam hati. Dia yang salah karena terlalu mencintai Fei Yang dulu. "Baguslah kalau kamu suka. Ini cuma hidangan sederhana," sahutnya tenang. Rasa heran memenuhi Fei Yang. Dia menatap nyonya yang sudah dinikahinya selama empat belas tahun itu dengan seksama. Walau wajah sama, tapi pembawaan sangat berbeda. Nyonya yang sekarang lebih tenang, dingin, juga tak peduli padanya. Alih-alih memanggilnya tuan (xiangye) seperti biasa, Ming Lan malah menyebut kamu. Kurang sopan tapi lebih dekat. Dan lagi, tatapan dingin ini, dia belum pernah melihatnya. Ming La
Suara Yan Yan mendadak hilang diganti jerit kesakitan. Ming Lan merapikan kepangan rambutnya, sebelum keluar menuju halaman. Dia bersedekap sambil memamerkan sederet gigi yang rapi. "Mawar, kenapa ada raungan anjing di halaman? Cepat ambil sapu, usir semuanya."Keusilan majikannya bikin otak Mawar bekerja lebih cepat. "Baik, furen. Akan saya ambilkan."Gadis belia itu segera berlari ke sudut, mengambil sapu paling jelek dan mengibas-ngibaskannya ke arah Yan Yan beserta dayang-dayangnya. "Hush, hush, pergi sana. Jangan ganggu furen kami istirahat.""Lancang! Dasar pelayan tak tahu diri."Seruan Yan Yan bikin Anggrek pura-pura bingung sambil terbungkuk-bungkuk mohon ampun. "Eh, rupanya Anda yang duduk di atas tanah. Astaga, saya sudah salah lihat. Maafkan saya yiniang."Muka Yan Yan merah padam. Kemarahan makin menjadi saat kedua pelayannya kesulitan membantunya berdiri. Biji-bijian licin yang berserak di bawah kaki membuat segalanya sulit. Saat sudah bisa berdiri, dia langsung meme
Ming Lan menikmati bubur yang hambar sembari memikirkan perjalanan hidupnya yang misterius. Disini, dia adalah istri perdana menteri, berumur tiga puluh tahun, dan punya dua anak. Seminggu lalu, seseorang mendorongnya jatuh ke kolam, hingga tubuhnya nyaris beku dalam air bersuhu dingin. Setelah itu, dia demam sangat tinggi, sampai tak sadarkan diri. Selama tak sadar, jiwanya berkelana ke dunia yang berbeda. Di sana, dia adalah putri konglomerat yang dipaksa menikah demi tujuan bisnis. Saat dalam pelarian, mobil yang disetirnya jatuh ke jurang, dan jiwanya pun kembali ke zaman ini. "Padahal aku suka hidup di sana," gumam Ming Lan tak sadar. Kehidupan di sini sangat menyedihkan. Selain harus bergantung pada belas kasihan suami, dia juga punya kepribadian lemah dan selalu ditindas. Di dunia yang satu lagi, dia adalah perempuan mandiri yang punya kemauan keras. Sifatnya jadi terbawa kemari. Itu sebabnya, semua orang terperangah hari ini. Baru saja selesai menyantap makanan yang hamba
Detik berikut, suara tamparan berulang terdengar. Air mata buaya Yan Yan berubah jadi tangis betulan. Kedua tangannya mengepal, menahan geram dan rasa sakit. Sebetulnya, Ming Lan datang kemari bersama salah satu pelayan bernama Anggrek. Dia bisa saja meminta Anggrek menampar Yan Yan, tetapi keinginan membuat mertua murka, memaksanya bertindak demikian. Harapan ini tak sia-sia, sebab lao furen memang sangat marah. Tangannya menunjuk gemetaran, tapi tak ada kalimat yang bisa dia ucapkan.Di tengah situasi yang memanas, pengumuman dari penjaga gerbang terdengar lantang. "Xiangye (tuan perdana menteri) sudah pulang."Lao Furen yang sekarat lantaran menahan geram, seperti mendapat pasokan oksigen. Tertatih-tatih dia bangkit, menyambut putranya sembari berlinang air mata. "Terima kasih, kau sudah pulang." Tanpa basa-basi dia menyeret putra bungsunya ke dalam. "Lihat, perbuatan istrimu. Dia menyiksaku dan sepupumu."Perdana menteri yang punya nama asli Chu Fei Yang, lebih heran ketimbang
"Berlutut! Apa lagi yang kau tunggu?"Suara seorang wanita tua menggelegar memenuhi ruangan mewah dengan ornamen klasik. Gadis muda berwajah seperti rubah, berdiri di sisinya sambil sibuk menenangkan dan mengipasi dengan hati-hati. Hua Ming Lan, perempuan yang jadi sasaran kemarahan, berdiri tak acuh. Pertunjukan sekarang bukanlah hal menakutkan baginya. Hal ini sudah kerap terjadi selama dia berstatus furen (nyonya muda) di kediaman perdana menteri. "Masih belum sadar apa salahmu? Lancang sekali!"Wanita tua makin murka, lalu memberi isyarat pada salah satu pelayannya. Tak menunggu lama, seseorang maju hendak menampar Ming Lan.Belum sempat tangannya mendarat, Ming Lan langsung mencekal sekuat tenaga, lalu mendorong pelayan tersebut sampai terjungkal. Seisi ruangan terkesiap. "Kau! Masih berani melawan?" Muka wanita tua makin jelek, tangannya menunjuk ke arah Ming Lan, dipenuhi amarah. "Kurang ajar!""Jie jie (kakak), aku tahu kau marah padaku. Tapi jangan melampiaskannya pada bib
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments