BAB 28“Dasar bibir jahanam!” Althea menggerutu di depan cermin ruang ganti gedung klub menari. Menilik leher jenjangnya yang kini bernoda merah. Begitu pindah kuliah, Althea langsung mendaftar bergabung dengan klub tari balet sesuai dengan hobinya, begitu antusias ketika mengetahui kampus barunya memfasilitasi kegiatan kegemarannya melalui program ekstrakurikuler. Hari ini, Althea kembali ke kampus setelah membolos beberapa hari sedangkan Zayn masih beristirahat di rumah. Selepas kuliah usai ia mengikuti kegiatan favoritnya ini yang dijadwalkan seminggu dua kali. “Duh, ini gimana cara nutupinnya?” keluh si gadis cantik yang sudah mengganti pakaiannya dengan leotard itu. Raut kesal juga bingungnya mirip ibu-ibu komplek yang sedang dilanda kantong kering di saat tagihan kreditan panci sudah jatuh tempo. Saat rambutnya digelung ke atas seperti sekarang, jejak merah di sisi kanan leher yang ditinggalkan Zayn amat jelas terlihat, begitu kontras dengan kulit kuning langsatnya. Terekspo
BAB 29“Kenapa ke kampus? Dokter kan menyarankan untuk beristirahat?” tanya Althea sembari menaruh tas di meja makan begitu mereka sampai di rumah. Membuka kabinet dapur bagian penyimpanan peralatan makan dan mengambil sebuah gelas dari sana.Sepanjang perjalanan pulang keduanya terdiam kaku. Masih dilanda kecanggungan satu sama lain akibat insiden mesra yang spontan terjadi kemarin siang. Tidak ada perdebatan saling menyalahkan maupun membahas lebih lanjut, memilih bungkam karena keduanya sama-sama terbawa suasana.Kecuali saat di gedung latihan menari tadi. Drama saling mencinta dimainkan dengan apik membuat siapa pun yang melihatnya iri setengah mati. Untuk pertama kalinya Althea mengambil inisiatif terlebih dulu dan Zayn berimprovisasi memainkan perannya dengan sangat baik. Chemistry yang dibangun begitu alami, takkan ada yang mengira bahwa kemesraan mereka hanya pura-pura semata.“Aku secara pribadi meminta Bu Caroline supaya meringankan hukuman membolosmu. Kujelaskan padanya, se
BAB 30Dua buah guling yang ditaruh di tengah ranjang menjadi pemisah area tidur. Mereka sempat berdebat tentang sisi kasur yang diinginkan. Dua-duanya bersikukuh ingin berbaring di sebelah kanan. Padahal kalau dilihat-lihat tidak ada yang istimewa, semua tampak sama, kecuali tempat charger laptop juga ponsel yang memang berada di kanan ranjang. “Aku harus mengerjakan tugas dan sisi ini lebih ideal untukku kalau laptopku mulai kehabisan daya. Aku lebih nyaman dan merasa lebih fokus kalau mengerjakan tugas di kasur, bukan di meja belajar.”Penjelasan panjang lebar berbalut alasan, Althea unjukkan dan itu berhasil. Tentu saja di balik alasannya terselip maksud terselubung berkedok belajar, sebab kegigihannya tak sepenuhnya karena tugas. Althea juga ingin leluasa mencharge ponselnya demi bermain game online Mobile Legend dengan si kembar cempreng setelah tugasnya nanti usai. Zayn sempat menyuruh Althea mengerjakan tugas di ruang belajarnya saja yang bersisian dengan ruang ganti pakaian
BAB 31Range Rover milik Zayn terparkir manis di parkiran kampus Institut Sinar Bangsa tempatnya mengajar juga tempat Althea menuntut ilmu. Althea membuka seatbelt. Bukannya turun, gadis itu malah meremas jemarinya yang bertautan sembari melirik takut-takut pada Zayn. “Mau ngomong apa?” tanya Zayn to the point. Bahasa tubuh Althea sangat mudah terbaca, gadis imut ini bagai buku yang terbuka. “Mmm… minta uang, dong,” ujarnya polos sembari menyodorkan telapak tangan kanannya. Mirip bocah yang meminta uang jajan pada orang tuanya. Althea sebenarnya malu, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Uang di dompetnya cuma tersisa seratus ribu lagi dan saldo di kartu ATM hanya tinggal 75 ribu rupiah saja. Tadi Subuh saat ia menelepon mamanya hendak meminta uang saku, Ajeng mengatakan bahwa Althea sudah bukan tanggungan orang tua lagi karena sudah menikah dan bersuami. Permintaan Althea justru menyulut tanya mengundang emosi sang mama. Ajeng mencecarnya. Apakah Zayn sebagai suami tidak menunaika
BAB 32“Apa!”Reaksi terkejut Zayn sukses membuat Adam yang berdiri di belakangnya nyaris terjengkang. Si dosen berkacamata itu mengelus dada. Pandangannya tanpa disuruh jatuh ke resleting celana Alvin setelah mendengar ucapan Rena dan Reni yang menyinggung burung perkutut terbungkus kain. Tangisan Althea makin menjadi. Ia meraung tak peduli sedang berada di mana. Zayn awalnya bermaksud menuntut penjelasan lebih lanjut pada Alvin juga si duo cerewet. Namun, dia mengurungkannya, saat ini menenangkan Althea yang terus terisak lebih utama.“Kalian bertiga, besok pagi saya tunggu di ruang bimbingan konseling!” tegas Zayn mengintimidasi tanpa senyuman. Mendengar Althea menyentuh kejantanan pria lain meskipun bukan disengaja, entah kenapa harga dirinya sebagai pria juga suami ikut terusik.Sejak kapan Zayn mengakui dirinya sebagai suami? Bukankah pernikahannya dengan Althea tak pernah dianggap sungguhan olehnya? Bahkan beberapa menit lalu, dia baru saja menyelesaikan urusan berkas percerai
BAB 33Pagi ini aura cerah menghiasi rona wajah Althea begitu juga Zayn. Semalam, bahkan mereka tidur berpelukan sampai pagi karena Althea terus-menerus resah sendiri setelah mengalami kejadian luar biasa di kafe. Kembali menangis dan hanya dekapan Zayn yang mampu menenangkannya. Dengan senang hati Zayn membuka kedua lengan lebar-lebar saat Althea datang ke pelukannya. Benteng tinggi yang dibangun di jiwa muramnya serta dipagari mantra luka sebagai penangkal supaya tidak ada wanita yang bisa menembus gerbang kehidupannya, malah dibuka sendiri olehnya sekarang. Mempersilakan secara sukarela untuk disambangi.Membiarkan sosok lain menempati tempat tidurnya saja sudah merupakan perubahan luar biasa untuk Zayn. Mengingat bagaimana Zayn selalu mendorong keras para wanita pemujanya supaya menjauh dari kehidupannya.Sebagai lelaki lajang mapan yang digilai kaum hawa, sudah bukan rahasia lagi banyak yang berbondong-bondong datang menawarkan diri. Ada yang tulus ada juga yang rela walaupun ha
BAB 34Rena, Reni juga Alvin sudah menunggu di ruang konseling begitu Zayn beserta Adam datang. Menyapa singkat dalam upaya menjaga tata krama. Tanpa menambah basa-basi lainya, Zayn menyemburkan tanya langsung pada inti pokoknya. “Ceritakan sejelas-jelasnya tentang insiden kemarin sore!”Ketiganya duduk bersisian. Alvin tampak santai saja sedangkan si kembar kikuk seperti anak ayam kehilangan induknya. Bulu kuduk mereka berdiri ketika menggali lagi momen absurd kemarin sore. Reni si ember bocor lah yang mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk membuka kalimat. Hanya saling menyenggol siku sampai gajah bersayap pun takkan selesai jika tidak ada yang berani memulai.Dengan kepala dingin Zayn mendengarkan begitu teliti. Setiap kalimat demi kalimat si kembar dipindai dan ditelaahnya dan dia bernapas lega setelah memastikan semuanya murni hanya refleks semata. Walaupun terkadang rasa panas menjalar di ulu hati ketika Zayn tidak sengaja melirik resleting celana Alvin, tiba-tiba saja dia m
BAB 35Wajah tampan yang baru keluar dari kamar utama begitu kacau. Berhiaskan lingkaran mata mengerikan kekurangan tidur akibat kekesalan, kemarahan, juga kecurigaan yang menjejali benaknya berjubel menjadi satu. Dini hari Zayn baru bisa memejamkan mata dan sepagi ini sudah terbangun lantaran tidurnya tak nyenyak.Dia baru selesai mandi pagi, rambutnya dibiarkan acak-acakan tanpa disisir. Saat pintu terbuka dia disambut si kucing imut yang mengeong di depan pintu meminta jatah makanannya. “Hei dasar kucing gendut. Ini masih pagi, aku pun belum sarapan tapi kamu sudah meminta jatah makanmu. Seharusnya kamu diet!” Zayn membungkuk, menceramahi Sultan yang mengeong dan menatapnya penuh permohonan. “Miaw… miaw.” Sultan mengeong manja dalam posisi duduk menggemaskan sembari menggoyangkan ekor. “Minta makan sama majikanmu sana!” Zayn berkacak pinggang dan bersungut-sungut. Sultan malah makin mendekat bukannya takut.“Eits… jaga jarak! Kita belum benar-benar saling menerima! Kamu masih da