Setelah beberapa jam berlalu akhirnya mobilnya sudah terparkir didepan rumahnya. Pak Gino selaku satpam, pak Lastro sebagai supir, bik Asih yang mengurus rumah atau lebih tepatnya kepala pelayan dirumahnya dan beberapa pelayan dibelakang mereka sudah menyambut Aiden dan Dea dengan senyuman. Aiden melepaskan sabuk pengamannya. Dilihat Dea masih tidur dengan pulas.
“De, bangun De. Udah nyampek nih,” ujar aiden dengan menepuk-nepuk pipi Dea. Tidak ada respon dari Dea, bahkan dia tidak bergeming sedikitpun dari posisinya. Aiden memutuskan untuk menggendongnya, dia keluar dari pintu kemudi dan membuka pintu samping Dea, lalu melepas sabuk pengaman Dea dan mengeluarkannya dari mobil.
“Bik tolong ambil semua barang-barang yang dimobilku ya, semuanya. Pak Lastro tolong cuci mobil saya ya,” ucap Aiden lalu masuk kedalam rumah.
“Tidur?” tanya oma dengan kedua alis yang terngkat tinggi didahinya. Orangtua Aiden hari ini akan menginap dirumah Aiden, karena ingin menghabiskan waktu bersama menantu baru mereka.
“Iya Oma. Aku kekamar dulu ya,” pamit Aiden dan langsung menuju kamarnya, untung saja dirumahnya terpasang lift jadi tidak perlu menaiki tangga satu persatu. Aiden membaringkan Dea diranjang lalu menyelimutinya dengan selimut tebal, ditengah ranjang sudah terdapat mawar dengan bentuk love, samping kanan dan kiri meja sudah ada buket mawar. Dan disofa sudah ada baju tidur couple. Aiden menggelengkan kepalanya ketika melihat itu semua.
Tok tok tok.. terdengar ketukan pintu.
“Masuk,” jawabnya.
“Maaf mengganggu Tuan,” ucap Bik Asih, dibelakangnya ada dua pelayan yang membawa koper Dea dan miliknya. Kedua pelayan itu adalah Rara dan Santi, mahasiswa disalah satu universitas didekat rumahnya. perwakan mereka hampir sama, tinggi badan juga sama. sebenarnya Aiden tidak membutuhkan terlalu banyak pelayan, tetapi alasan mereka bekerja dirumahnya adalah untuk bertahan hidup diperantauan jadi Aiden tetap memperkerjakan mereka.
“Gapapa Bik, tolong tata itu semua ya. Saya mau mandi dulu,” ucap Aiden dan bergegas menuju kekamar mandi.
“Iya Tuan,” jawab bik Asih dengan senyuman.
Aiden masuk kekamar mandi. Bik Asih dan beberapa pelayan melangkah secara perlahan mendekati Dea yang sedang tidur dengan pulas. Mereka semua menutup mulutnya karena tidak percaya yang dinikahi tuannya adalah seorang beuty vlogger. Walaupun sudah vakum, tapi semua pelayan itu bisa mengenali Dea.
“Astaga bik! ini kan !?” pekikan Rara yang dulunya penggemar Dea waktu masih aktif melakukan vlognya, “cantik banget!”
“Sstt… jangan berisik,” ucap bik Asih.
“Ayo.. teriaknya nanti aja, ayo selesaikan dulu tugasnya,” lanjut bik Asih, perempuan paruh baya ini sedikit ditakuti oleh pelayan lainnya karena sikap tegasnya, tapi semua pelayan menganggap bik Asih sebagai ibu mereka juga, apalagi bagi Rara dan Santi. Bik Asih langsung menyeret anak buahnya untuk menjauh dari nona muda yang sedang tertidur pulas.
“Cepet sebelum Tuan keluar, kita harus sudah selesai membereskan semua ini,” ucap bik Asih, dengan cekatan mereka mulai menata barang-barang dalam koper, belum sampai lima menit, semua barang itu sudah tertata rapi.
"Ahh, Bik pengen foto bareng," rengek Rara.
"Hus, ga boleh, ayo cepet keluar," ucap bik Asih. Mereka pun keluar dari kamar majikannya itu.
Aiden yang selesai mandi lalu mengganti bajunya, ketika membuka lemari bajunya ia kaget karena mendengar suara yang sangat begitu nyaring memenuhi seluruh ruangan.
Dduttt….
Aiden membelalakkan matanya dan langsung menoleh kesumber suara, itu suara kentut Dea. Aiden menepuk jidatnya, sedikit mengasihi dirinya yang akan hidup selama dua tahun bersama wanita yang tidak tau malu ini. Aiden melanjutkan aktivitasnya, saat melihat lemari bajunya dia menyadari kalau lemari baju yang sebelumnya sangat longgar kini terpenuhi oleh baju-baju milik Dea, dia tersenyum kecut mendapati bajunya yang nyempil dipojok lemari. Dia mengambil satu setelan kaos dan celana santai, lalu memakainya, mumpung Dea belum bangun jadi dia berganti baju dikamarnya.
Hp Aiden bergetar, buru-buru ia mengangkat teleponnya. Ternyata itu dari Wendy, perempuan yang ingin dinikahi oleh Aiden tapi belum mendapat restu dari orangtuanya.
“Hallo Wen,” sapa Aiden kepada orang diseberang sana. Aiden buru-buru menuju balkon kamarnya.
“Halo By,” jawab Wendy.
“Ada apa ya?” tanya Aiden.
“Udah lama nggak ketemu, Wendy kangen sama Aiden,” ucap manja Wendy diseberang telepon.
“Ahh.. Iya maaf ya, beberapa waktu ini aku lagi sibuk banget. Besok lusa aja ya ketemunya. Kamu pengen kemana?” tanya Aiden.
“Aku pengen shopping aja bee,” jawab Wendy manja.
“Okey lusa kita shopping ya. Nanti aku jemput dirumahmu,” ucap Aiden pada Wendy.
“Okey bee,” jawab setuju Wendy.
“Udah dulu ya, aku mau lanjutin kerjaanku dulu. Bye,” pamit Aiden pada Wendy. Sambungan telepon pun terputus. Aiden kembali ke kamarnya. Dilihat Dea sudah terduduk di atas ranjang dengan rambut yang awut-awutan karena ulahnya sendiri menggaruk kepalanya.
“Mandi sana, habis ini mau makan malam,” ujar Aiden pada Dea.
“Udah malam?” tanya Dea yang masih mengumpulkan nyawanya, dengan rambut yang seperti singa.
“Masih sore. Udah deh, gausah banyak protes,” ucap Aiden kesal.
Dea menghela nafas lalu bergegas kekamar mandi, sempat salah masuk ruangan, bukannya kekamar mandi malah ke walk in closet. Aiden hanya melirik Dea, lalu mencampakkannya begitu saja. Aiden memilih membuka email dan membaca beberapa laporan untuknya. Tiba-tiba perutnya mules. Dia buru-buru kekamar mandi.
Tanpa babibu Aiden membuka pintunya. Terlihat Dea yang kaget karena Aiden tiba-tiba masuk kekamar mandi.
“Aiden!!!” teriak Dea.
“Opss sorry.” Aiden balik kekamar lagi. “De.. Cepet kebelet nih!” teriak Aiden dari luar. Tidak ada sahutan dari Dea, tentu saja Dea akan sangat kesal karena Aiden masuk tanpa ada ketukan pintu. Untungnya Dea sedang berendam, jadi badannya masih tertutup oleh busa dalam bathup. Beberapa menit kemudia Dea keluar dengan perasaan dongkol, Aiden buru-buru masuk kekamar mandi karena sudah tidak tahan lagi.
Setelah melakukan hajatnya, Aiden keluar dari kamar mandi dan mendapati Dea yang sedang mengeringkan rambutnya.
Aiden mendekati Dea, lalu berkata, ”De, maaf ya soalnya tadi kebelet banget.”
“Hm,” gumam Dea.
“Gak marahkan?” tanya Aiden.
“ATM-mu mana?” Bukannya menjawab pertanyaan Aiden, malah Dea tanya balik ke Aiden.
“Buat apa?” tanya Aiden.
“Kamu lupa perjanjian kemarin?” tanya Dea sewot. Aiden tersenyum kecut, dan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dea melirik Aiden lewat pantulan cermin, dengan mata elangnya mengamati Aiden yang sedang membuka laci dan mengeluarkan dompetnya.
“Emm, ini ada dua blackcard. Trus ini Surat Rumah, masih butuh waktu buat ganti nama pemilik. Trus ini ATM keperluanmu selama disini. Aku sisain satu kartu ini ya, besok lusa mau jalan sama cewekku soalnya,” jelas Aiden dengan wajah melasnya. Dea tersenyum dengan menyipitkan matanya, langsung mengambil semua blackcard milik Aiden.
“Bisa diganti nama pemiliki gak nih?” tanya Dea.
“Bisa kayaknya,” jawab Aiden.
“Okey setelah Kamu jalan sama cewekmu kita pergi ganti nama pemilik. Nah ini kartu buat jalan sama cewekmu. Semua ini Aku yang pegang. Okay ?” tanya Dea dengan menunjukkan blackcard dan surat rumah.
“Dee, jangan serakah, kan perjanjiannya gajiku selama kita menikah” ujar Aiden melas.
“Tidak baca perjanjian lainnya? kan semua uangmu aku yang bawa, papa juga nyuruh aku yang handle pengeluaranmu loh, cuma dua tahun. Sabar ya,” ujar Dea dengan tersenyum manis.
Aiden pasrah melihat blackcardnya disita oleh Dea.
“Aiden ini kosong?” tanya Dea sambil menunjuk laci didepannya.
“Ya,” jawab Aiden.
“Aku pakai ya, ada kuncinya gak?” tanya Dea. Aiden mengambil segerombol kunci dan memisahkannya.
“Nih,” ujar Aiden,”ada beberapa buku dilaci atas, keluarin trus taruh dirak sana.”
“Oke,” jawab Dea.
Dea mengeluarkan buku didalam laci dan menaruhnya dirak buku. Lalu menyimpan Blackcard, Surat tanah dan rumah kedalam laci.
“Keluar yuk, udah ditungguin Oma,” ujar Aiden. Dea mengikuti Aiden, mereka manaiki lift. Dea tidak menyangka bahwa rumah Aiden memiliki lift.
Pintu lift terbuka, Dea melihat oma yang sedang duduk santai disofa dengan cangkir tehnya.
“Oma,” sapa Aiden. Oma menoleh kearah sumber suara.
“Eh Dea sudah bangun, sini duduk samping Oma,” ucap oma sambil menaruh cangkir tehnya dimeja. Dea bergegas duduk disamping oma.
Dea berbincang-bincang dengan oma dan mertuanya hingga malam hari, canda dan tawa memenuhi setiap sudut rumah pada malam hari, dan sekarang waktunya tidur. Mama, papa, dan oma memasuki kamarnya masing-masing. Tinggal Aiden dan Dea diruang tengah, "Balik kekamar yuk," ajak Aiden beranjak dari sofa. Dea mengangguk dan mengikuti Aiden kembali kekamar. Ketika mereka berada didalam kamar, Dea masuk kekamar mandi mencuci mukanya. Aiden tidak langsung tidur. Dia mengecek pekerjaannya lewat laptop miliknya. Ketika Dea kembali kekamar dia memanggil Aiden. "Emm.. Aiden," panggil Dea tiba-tiba. "Hm," saut Aiden yang masih sibuk dengan laptopnya. "Kita tidur bareng?" tanya Dea. "Iya, kenapa?" tanya Aiden kali ini menoleh kearah Dea dengan mengangkat kedua alisnya. "Emm.. gapapa si. Bukannya lebih baik pisah aja ya," ucap Dea hati-hati. "Mau tidur pisah?" tanya Aiden. "Kalau gak keberatan si," jawab Dea. "Hmm
Pagi hari Dea sarapan bersama Aiden. Meraka memakan makanannya dalam diam, karena Aiden sibuk membalas chat dihandphone miliknya, sedangkan Dea sibuk mengunyah makanannya. Aiden buru-buru menyelesaikan sarapannya. "De aku berangkat ya, kalau ada apa-apa hubungi aku, atau suruh aja Bik Asih. Berangkat ya Bik, bye De," pamit Aiden dan berlalu pergi. "Iya Tuan," jawab bik Asih. Dea hanya diam. Bik Asih nampak khawatir melihat Dea yang semakin murung, padahal Dea tidak terjadi apa-apa dengan Dea. Bik Asih terlalu mengkhawatirkan Dea. Bik Asih mengkode anak buahnya untuk mengambilkan vitamin dan beberapa kue. Dea masih sibuk dengan makanannya, salah satu pelayan mendorong troli berisi banyak macam kue. Bik Asih menghidangkan semua kue itu didepan Dea. "Ngapain Bik?" tanya Dea. "Semua kue ini untuk Non, biar moodnya membaik," ujar bik Asih. "Ya ampun Bik, aku gasuka yang manis-manis," ujar Dea. "Non mau snack?"
Devano kembali dengan pakaian yang diberi oleh Dea. "Dev, gua mau ngomong," ujar Aiden. "Yaudah ngomong aja," ucap Devano. "Gua sama Dea cuma nikah kontrak, jadi aku minta tolong Kamu jaga rahasia ini. Termasuk status pernikahanku sama Dea," jelas Aiden. Devano bengong mendengar ucapan Aiden. "Jadi aku harus sembunyiin kalau kamu udah punya istri?" tanya Devano. "Ya, kesemua orang," jawab Aiden. "Ogah! gila ya !," tolak Devano "Please Dev. Aku gak mau kalau Wendy sampai tau," ujar Aiden. "Gila, trus ngapain nikah sama Dea?" tanya Aiden. "Biar gua bisa nikah sama Wendy, aku gak dapat restu orang tua buat nikah sama Wendy," jawab Aiden. "Bener-bener gak waras otakmu Den, gak habis pikir aku sama Kamu. Trus kamu gimana De? kok mau sama Aiden," tanya Devano. "Sama-sama ambil keuntungan si," ujar Dea. "Wahh gila-gila," ucap Devano. "Gua minta tolong sama kamu ya Dev,"
Selama diperjalanan Dea dan Aiden diam. Ketika mobil terparkir didepan rumah, Dea langsung turun dari mobil dan masuk kekamarnya, bik Asih nampak bingung ketika melihat Dea dengan raut muka yang kesal. "Bik siapin makan malam ya," ucap Aiden pada bik Asih. "Iya Tuan," jawab bik Asih. Aiden pun menuju kamarnya, sekilas dia melihat pintu kamar Dea dan berniat untuk mengetok pintu itu, tapi diurungkan niatnya karena mengingat perkataan ayah Dea. "Kalau Dea lagi kesal, marah, atau sedih. Tolong kamu kasih waktu dulu ya, turutin apa yang dia mau, biarkan dia meluapkan emosinya. Maafin ayah kalau putri ayah akan merepotkan kamu, tolong juga kontrol obat-obatan yang dia minum, ayah tau terkadang Dea masih meminum obat-obatan dari psikiater meskipun sudah dikurangin dosisnya, tapi Dea terkadang over ketika meminumnya," ucap ayah Dea sehari sebelum akad nikahnya dimulai. Aiden menghela nafas dan langsung menuju kamarnya. Aiden mengganti bajunya, da
"Ahh itu tadi bik Asih," jawab Aiden dengan degupan jantung yang kencang. "Beneran?" selidik Wendy dengan raut muka yang mengernyit. "Iya baby, udah yuk berangkat," jawab Aiden seraya menggandeng tangan Wendy dan berjalan menuju parkiran. Aiden membukakan pintu mobil untuk Wendy, "Makasih Baby," ucap Wendy dengan tersenyum dan langsung masuk kedalam mobil. "Sama-sama Baby," saut Aiden dengan senyum manisnya lalu menutup pintu mobil dengan pelan. Aiden bergegas masuk mobil dan menuju ke mall tempat dia akan membelikan tas dan sepatu untuk Wendy. Sesampainya diparkiran mall, Aiden dengan buru-buru keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Wendy tak lupa juga sambutan senyum manisnya. Wendy keluar dari dalam mobil, lalu menggandeng tangan Aiden. Mereka pun masuk kedalam mall, langsung menuju store tempat Tas yang diinginkan Wendy. Wendy mengambil satu tas dan beberapa pasang sepatu. Aiden senantiasa menemani Wendy dengan membawakan tas.
Keesokan paginya para pelayan sedang heboh karena mendengar kabar bahwa pak Gino melihat hantu yang mengikuti majikan mereka dimalam hari. "Beneran Pak?" tanya Sinta yang tidak percaya. "Bener, Kamu ini dibilangin kok gak percaya. Ya gak Tro?" ucap pak Gino. "Mana aku tau lah No, aku kemarin cuma liat kamu mlongo kayak patung," jawab pak Lastro yang sedang mengelap kaca mobil. "Haduh. Pokoknya gitu Sin," jawab pak Gino. "Hihhhh, kok serem gitu Pak," ucap Sinta bergidik ngeri. "Sinta mau balik kedapur dulu Pak," ujar Sinta. "Oke-oke Sin, makasih kopinya ya," ucap pak Gino. "Oke Pak," jawab Sinta. Ketika sampai didapur semuanya masih bergosip tentang penampakan hantu semalam. "Tapi ngomong-ngomong kenapa nona ada didepan pintu kamar kita ya?" tanya Rara yang sedang menata makanan diatas meja makan. "Iya, kata pak Gino non Dea hanya berdiri didepan kamar kita, kek creepy banget gak sih?" saut Lina.
"Selamat siang," sapa seseorang. Ternyata itu Devano dan beberapa teman Aiden. Aiden kaget mendapati teman-temannya yang sedang berada didepan pintu. "Mampus," batin Aiden."Selamat siang, eh anak-anak udah lama nggak ketemu," ujar mama kepada mereka."Hehe, iya Tante. Tante sih, sering banget honeymoon bareng Om keluar kota, jadi jarang banget ketemu Tante," ucap Devano yang menggoda mama. Devano mencium tangan mama."Hihh.. kamu ini ya Devano bisa aja kalau ngomong," ujar mama."Makin ganteng aja kamu ini Devano," ucap papa."Ahaha.. bisa aja Om," jawab Devano cengengesan."Halo Elvaro makin gagah aja nih," sapa mama pada Elvaro."Ahaha.. aduh tante ini bikin malu aja,""Hai Kenzo anak ganteng," sapa mama."Hallo Tante," sapa Kenzo balik."Aduh ini si Raefal kecil," ujar mama pada Raefal."Yaampun Tante, Rae udah besar gini masih aja dibilang kecil," ucap Raefal."Aduh Raefal, tapi kamu yang paling
"Kalian tau aku sedang berpacaran dengan Wendy," ujar Aiden."Ya, kami tau," ujar Elvaro."Kenapa?" saut Kenzo."Tapi kamu udah nikah, berarti udah putus kan,"ucap Raefal.Aiden menggelengkan kepalanya, "Belum," jawab Aiden."Jadi?" tanya Zac."Ahh Kamu mau minta bantuan kita biar putus sama Wendy?" tanya Kenzo."Tidak, aku minta kalian bantu aku sembunyikan status pernikahanku dengan Dea. Aku tidak bisa putus dengan Wendy," ujar Aiden."Wah," ucap Raefal dengan tepuk tangan dan langsung berdiri berjalan kesana kemari tidak menyangka dengan kalimat yang dikeluarkan Aiden dari mulutnya."Kamu gila ya Den?" tanya Raefal dengan ekspresi yang tidak bisa menerima kalimat yang baru saja dilontarkan Aiden."Wahhh gak habis pikir sama jalan pikiranmu," ucap Elvaro dengan menggeleng-gelengkan kepalanya."Aku mohon sama kalian," ujar Aiden memohon kepada teman-temannya."Ck! Kamu ini gimana sih, mana bis