Share

ENGLISH CLUB

last update Last Updated: 2021-05-30 17:16:37

        Tok...tok...

         “Kak Anton?” Panggil Dara di depan kamar Anton.

         Pintu terbuka dari dalam. Si pembuka pintu menampakkan wajahnya. Dahi Dara berkerut, wajahnya sempurna menunjukkan ekspresi bingung. “Apa aku salah rumah?” pikirnya.

         “Anton sedang keluar.” Kata orang itu.

         “Oh, dia hanya bertamu,” katanya dalam hati. “Oh, ya. Aku tunggu diluar saja.” Kata Dara lagi yang hanya dibalas dengan anggukkan oleh lawan bicaranya. Darapun segera menuju teras, menunggu Anton pulang.

         Selang berapa menit, “Dara?” Sapa Anton.

         “Eh, Kak. Ini aku mau mengembalikan buku.”

         “Kau mencari alasan ya untuk menemuiku. Kan bisa kau titipkan saja?” canda Anton.

         “Tidak sama sekali.” Dara menegaskan kalimatnya. “Aku cuma ingin berterima kasih secara langsung, berkat catatan kakak ulanganku jadi terbantu. Ini!” jelas Dara lagi sambil menyodorkan buku Anton. “Terima kasih Kak Anton. Daah...” kata Dara melambaikan tangan sambil berlalu meninggalkan rumah Anton. Anton hanya diam, bibirnya sedikit mencibir.

***

    

         Di kantin... saat jam pelajaran pertama.

         “Wah, kau mengikutiku ya Dara?” kata seorang anak laki-laki yang ternyata adalah Anton. “Atau mengikuti Gio?” katanya lagi tersenyum santai.

         Dara yang diajak bicara tak bisa berkata apa-apa, hanya memandang aneh dengan kedua matanya kepada Anton. Ia langsung berlalu untuk memesan makanan kemudia duduk di bangku samping Anton, walau kesal dengan candaannya tadi.

         “Kau tega Dara, makan enak disaat teman-temanmu sedang ulangan matematika.” Kata Anton membuka percakapan kembali.

         “Namanya aku beruntung. Lagipula aku belum sarapan tadi pagi.” Balas Dara sambil mengambil pesanannya yang disaikan petugas kantin. Setelah mengucapkan terima kasih ia langsung menyantap makanannya.

         “Resiko orang pintar.” Kata Gio tiba-tiba, tak terduga.

         Dara mengangkat wajahnya menghadap Gio, menyelesaikan beberapa kunyahannya lalu menelannya. “Betul.” Jawanya singkat.

         “Resiko orang pintar atau resiko orang cantik, Gio?” Goda Anton.

         “Pintar.” Gio menjawab seolah-olah Anton bertanya karena tidak mendengar.

         Dara pura-pura tidak mendengar. Dibiarkannya saja dua anak laki-laki itu menggoda dan digoda. Hingga salah satunya tiba-tiba berdiri.

         “Mau kemana kau? Melarikan diri?” Cegah Anton.

         “Baru ingat, aku ada kerja kelompok.” Jawab Gio.

         “Alasan.” Anton masih menggodanya.

         Gio terus berjalan tidak peduli dengan ocehan Anton.

         Anton menghabiskan sisa minumannya, sambil menunggu Dara selesai makan agar bisa bicara lebih nyaman.

         “Apa Kak Gio bercerita tentangku kemarin?”

         “Ya, katanya kau seperti orang salah alamat.”

         “Wah... bagaimana dia tahu pikiranku?” Dara takjub, sampai meletakkan sendok dan garpunya.

         “Memang kau tidak pernah melihatnya?”

         “Pernah, sering bahkan. Tapi aku tidak tahu kalau kalian dekat.”

         “Ya, orang yang dekat dengan anak itu memang bisa dihitung dengan jari.” Kata Anton lagi.

***

         Lagi-lagi sendiri. Sekembalinya dari kantin, Dara pergi ke perpustakaan, menyusuri beberapa rak buku, berharap ada satu dua buku yang dianggapnya menarik untuk dibaca. Sampai pada ujung sebuah rak, seseorang muncul dari sisi rak yang satunya, membuat mereka hampir bertabrakan. Keduanya kaget.

         “Anton mana?” Tegur anak itu duluan.

         “Kak Anton tadi pergi duluan.” Entah terlihat atau tidak, tapi saat ini Dara sedang merasakan perasaan yang aneh. Seperti malu. Sebab apakah? Apa mungkin karena cerita Anton tadi. Dara malu karena merasa diperhatikan.

         Gio melanjutkan mencari buku kemudian mengambil salah satu dan langsung duduk di meja bagian pojok yang benar-benar kosong. Entah keberanian dari mana, Dara mengikutinya duduk di meja yang sama. Dara duduk di bangku yang berseberangan dengan Gio, namun tak langsung berhadapan, hingga arah duduk Dara dan Gio membentuk garis diagonal.

         Dara mencoba membaca dengan santai sambil sesekali mempertanyakan perbuatannya. Apakah aneh di mata Gio?

Sementara Gio, untuk dibilang pura- pura membaca, aktingnya sungguh sempurna. Ia membaca dengan sebelah tangan memijat-mijat dahi. Wajahnya terlihat berpikir.

         “Kenapa kau duduk jauh sekali disitu?”  Kata Gio tiba-tiba. Dara dibuat kaget untuk yang kedua kalinya. Ia mulai tersenyum sambil memikirkan jawaban yang tepat.

         “Takut mengganggu konsentrasi Kak Gio,” jawabnya masih tersenyum-senyum.

         “Kalau takut menggangguku harusnya kau duduk di meja sebelah.” Balasnya lagi, memandang meja sebelah yang terlihat kosong.

         Deg! Benar juga. Pikir Dara. Wajahnya terlihat malu. Namun tanpa Dara sadari, wajah Gio yang tadinya serius telah berubah menjadi tersenyum. Hangat, dan manis.

         “Bercanda. Sini duduk didepanku. Kau tidak takut aku kan?” Kali ini Gio lebih santai.

         Dara tidak bisa menjawab pertanyaan Gio. Kepalanya hanya menggeleng, tanda ia tidak takut dengan Gio. Dara tidak menyangka, Gio yang sejak Dara mengembalikan buku ke rumah Anton sampai terakhir mereka bertemu di kantin terlihat dingin, ternyata bisa sehangat ini. Senyumnya manis sekali.

         Setelah duduk berhadapan dengan Gio, Dara berharap Gio tidak melanjutkan candaannya yang membuat Dara gugup itu. Karena sungguh, Dara juga tidak tahu alasannya.

         “Kau sudah mendapat pasangan untuk tugas kelompok english club?” Tanya Gio lagi setengah berbisik setelah mendapat kode dari petugas perpustakaan untuk tidak terlalu berisik.

         “Belum. Aku tidak hadir di pertemuan terakhir dan baru mendapat kabar ada tugas tadi pagi.”

         “Aku juga belum. Bagaimana kalau kita satu kelompok?” Tawar Gio.

         Apa orang ini serius dengan ucapannya? Mengapa ia berbeda dengan apa yang Anton katakan, pikir Dara. Namun sambil berpikir, ternyata kepala Dara sudah terlebih dahulu mengangguk.

         Dara kewalahan. Sebenarnya Dara punya cukup banyak teman laki-laki. Sehingga tak ada alasan ia harus canggung di depan mereka. Namun bersama Gio, terasa berbeda. Ada hal yang membuat Dara ingin tahu, tapi juga takut.

         Dara tidak lagi selera membaca buku yang dipegangnya. Tapi langsung keluar perpustakaan setelah duduk tak sampai lima menit, juga bukan hal yang tepat untuk dilakukan. Ia memutuskan untuk menunggu bel masuk saja. Pasti tidak lama lagi, pikirnya.

         Belpun berbunyi. Dara dan  Gio keluar dari perpustakaan. Kelas mereka searah, hingga mereka berjalan bersisian. Sampai di depan kelasnya, Dara meminta izin untuk masuk kelas duluan. Gio mengangguk pelan dan meneruskan langkahnya. Namun sial, Dara di sambut oleh Tiara si biang gosip.

         “Kau cocok dengannya, Dar.” Katanya sambil memperhatikan Gio dari belakang. “Pacarmu?” tanyanya tanpa memelankan suarnya.

         Jika telinga Gio masih normal, maka sudah pasti Gio mendengar perkataan Tiara karena jarak mereka dengan Gio hanya sekitar tiga langkah.

         Dengan suara yang dibuat lembut Dara mencoba menjawab pertanyaan temannya itu, “Bukan, Tiara.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • YANG TAK KASAT MATA   MAAF, AKU LUPA

    Leo mencoba membuka matanya dengan susah payah. Ia melihat sekeliling. “Kau tidak menutup jendela tadi malam? Tapi rasanya sudah kututup,” ucapnya bingung. “Aku yang membukanya,” ucap Dara sambil terus memandangi Leo yang sebagian tubuhnya dikenai hangatnya sinar matahari. “Panas, Dara,” Leo tidak mengerti pikiran Dara. “Itu sehat. Matahari pagi. Hangat, kan? ” balas Dara sambil meraih handphonenya. Dan... Ckrekk... Leo geleng-g

  • YANG TAK KASAT MATA   BOROS

    Lelaki tinggi berhoodie putih itu berjalan mendekati Dara. Menarik kursi dan segera duduk. Ia tersenyum lebar menampakkan sumringahnya. “Kenapa disini?” Ia membuka percakapan dengan melihat sekeliling, bagai baru pertama duduk disana. “Kau bawa barangnya?” Alih-alih menjawab, Dara malah balik bertanya. “Bawa.” Leo mengangguk. “Memang mau kau tukar dengan apa? Awas saja kalau tidak sepadan,” ancam Leo. Dara telah menggenggam barang yang di bawanya, begitu pula dengan Leo. Namun keduanya sama-sama enggan meletakkannya di atas meja. “Untuk apa disembunyikan?” Dara

  • YANG TAK KASAT MATA   KALAU TAK DENGANMU

    Untung saja belum jauh. Leo sadar handphonenya tertinggal di dalam cafe, yang mana Dara masih ada disitu. “Berarti Dara juga tidak sadar,” pikir Leo. Tinggal beberapa langkah jarak Leo ke meja Dara. Leo penasaran, apa yang membuat Dara termenung seperti itu. Benda apa yang sedang ditatap Dara? Langkah Leo semakin dekat. Ia tak lagi peduli dengan handphonenya di atas meja. Dara tersenyum lalu berkata, “Teruntuk kau yang duduk tengadah. Bergembiralah, walau itu membuatku patah.” DEG! Leo mematung. Ia berpikir, memastikan bahwa kalimat itu adalah miliknya. “Lalu, kenapa bisa Dara memiliki benda itu?” Rutuk Leo dengan gigi tertutup. Leo duduk di depan Dar

  • YANG TAK KASAT MATA   DI RUANG SEBELAH

    “Waowh..!” Pekik Leo melihat orang yang berdiri di pintu kamarnya. “Kakak bilang tidak akan pulang malam ini?” Wajah Leo terlihat bingung. “Mandilah. Aku sudah buatkan sarapan.” Balas Gio tanpa menjawab pertanyaan Leo. Leo yang merasa suasana itu agak aneh segera menuruti perintah kakaknya. Leo tahu ada yang ingin disampaikan kakaknya itu. Ia takut kalau-kalau dirinya ada berbuat salah. Maka tak lebih dari sepuluh menit, Leo sudah siap di meja makan. “Makanlah dulu.” Gio menyodorkan sepiring nasi goreng pada Leo. “Langsung saja. Kakak ingin bicara apa?” &

  • YANG TAK KASAT MATA   BAGAIMANA ADIKKU?

    “Melamar? Omong kosong dari mana itu?” Kening Dara berkerut mengingat ucapan Anton tempo hari. Namun tiba-tiba ia menyadari sesautu, ucapan Anton sangat perlu dipertanyakan. Sedang Gio tak pernah menunjukkan tanda apapun. Atau jangan-jangan selama ini Gio memang telah banyak membahas Dara bersama Anton? “Mungkin aku terlalu percaya diri.” Dara mengakhiri pikirannya yang mulai melanglang buana. *** Langkah Dara seketika terhenti begitu membuka pintu ruang divisi mereka. Di ujung sana Gio jug

  • YANG TAK KASAT MATA   DIAPUN TAK MEMILIKINYA LAGI

    Masa kini... Leo memperhatikan sebuah foto yang disodorkan Dara. Hanya melihatnya sebentar, kepalanya telah mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Dara tentang keindahan tempat itu. “Oke. Jadi akhir pekan ini kita akan camping disitu,” sorak Dara. “Kau harus ikut, ya!” Tambah Dara lagi sambil berlalu. Leo hanya diam. Sebenarnya ia ingin, namun ia merasa akhir-akhir ini terlalu banyak bergabung pada lingkaran kakaknya. Memang tidak ada yang melarang ataupun keberatan. Namun, tetap saja membuatnya bimbang.*** Bukan tempat yang terlalu terkenal di kota ini, tapi keindahannya tak kalah memanjakan mata. Sebab tak banyak dikenal orang, maka menjadi keuntungan tersendiri. Mereka jadi bisa menikmati pemandangan dengan lebih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status