Keesokan harinya di kediaman Stanley....
Cecil, Lucy, dan Lily sama-sama diam duduk di ujung ranjang tanpa ada yang ingin memulai obrolan lebih dulu. Mereka kompak mempertahankan kesunyian itu dalam jeda yang cukup lama. Sepertinya mereka memang masih sibuk dengan pikiran masing-masing. Mereka menempati sebuah kamar super luas yang bisa menampung tiga ranjang bertiang sekaligus. Udara pagi Newcastle juga sedang baik tapi perasaan mereka masing-masing saja yang sedang kurang bersahabat.
Lady Cecil sedang coba samar-samar menebak perasaan Brandon Lington padanya, karena pria itu benar-benar tidak kembali muncul setelah meninggalkannya di meja ibunya.
Sedang adik perempuannya Lucy lebih memilih diam, berusaha tidak memikirkan apapun di dalam kepalanya saat berada di sekitar Lily, meskipun sebenarnya dia masih sangat marah dengan penghinaan David Stanley yang sudah berani menciumnya dengan sangat tidak senonoh dan kasar. Tidak peduli setampan apapun putra Stanley itu tetap saja membuat Lucy jijik.
Jangan tanya Lily, karena sebenarnya dia hanya takut menceritakan pembicaraannya dengan Duke of Greenock kepada kedua kakaknya.
"Lady, Lord Harrington sudah menunggu Anda di bawah." Seorang pelayan yang baru datang membuat mereka serempak menoleh, kemudian saling bertukar pandangan dan berdiri.
Lady Cecil berjalan lebih dulu sementara Lily mengekor di belakangnya.
"Lucy sungguh apa aku harus mendorongmu," oceh Lily setengah berdesis saat melewati saudaranya yang masih berdiri kaku.
Lucy benar-benar tidak ingin keluar kemanapun apalagi harus bertemu lagi dengan David Stanley, sungguh dia bukan pengecut, hanya saja Lucy takut tidak bisa menahan dirinya untuk segera kembali memancing perdebatan dengan putra kedua Lord Stanley itu.
Rencananya hari ini mereka akan pergi berpiknik dan mungkin juga berkuda. Rombongan sudah siap saat para Lady turun kehalaman, ada tiga buah kereta dan beberapa kuda, satu kereta sepertinya dikhususkan hanya untuk membawa perbekalan. Cecil, Lucy, dan Lily segera masuk kedalam kereta yang sudah disiapkan untuk mereka, Lady Elizabeth dan beberapa pelayannya ada di kereta yang lain sementara para laki-laki memilih berkuda.
"Apa kalian melihat Duke of Greenock? " tanya Cecil setelah mereka sampai di setengah perjalanan.
Lily menggeleng sementara Lucy memilih tak peduli.
Cecil kembali memeriksa dari jendela keretanya dan memang tidak melihat sang Duke di manapun.
"Apa ada yang bisa saya bantu, Lady?" tanya seorang pengawal yang kebetulan berkuda disamping kereta.
"Apa Duke of Grenock tidak ikut serta?"
"Yang saya dengar dengar Duke of Grenock mendadak ada urusan penting dan harus segera kembali ke Glasgow."
Cecil terlihat kecewa saat kembali menatap kedua saudarinya yang prihatin.
"Apa dia tidak mengatakan apa-apa padamu? " tanya Lucy.
Lady Cecil hanya menggeleng pelan.
"Mungkin urusanya memang sangat penting sampai dia tidak sempat berpamitan denganmu," kata Lily coba menghibur meski sebenarnya dia tahu Duke of Greenock memang tidak akan memilih saudarinya.
Sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara lagi sampai tiba-tiba mereka berhenti di tepi savana luas yang terlihat hijau dengan perbukitan-perbukitan rendah yang menyejukkan mata. Para pengawal dan pelayan sudah sibuk menurunkan barang dan menyiapkan tenda, mereka memang hanya akan sekedar bersantai mungkin para laki-laki yang akan memanah dan berkuda.
Berbagai minuman dan buah-buahan segar sudah siap ter susun rapi di atas meja-meja kecil dalam tenda terbuka yang seluruhnya di alasi permadani lembut dan bantal-bantalan besar yang nyaman untuk duduk dan bersandar. Seorang pelayan menawarkan minuman kepada Lady Cecil yang nampak sangat tidak berminat dan hanya kembali menggeleng tiap kali para pelayan mendatanginya. Sepertinya pemandangan itu juga tidak luput dari perhatian David Stanley, Lucy yang baru mendongak dari bukunya tak sengaja mendapati David yang juga sedang memperhatikan kakanya Cecil dari tempatnya berdiri di tengah lapangan. Sejak awal Lucy tahu jika tunangannya itu memang lebih tertarik pada Cecil, dan bagi Lucy hal seperti itu sudah sangat biasa. Lagipula menurut pemikiran Lucy pemuda itu juga tidak akan cukup berani untuk mengganggu calon istri saudara laki-lakinya sendiri.
Para laki-laki sedang mengikuti keseruan memanah, David Stanley beberapa kali mendapatkan tepuk tanga sementara Lucy memilih tidak peduli dan tetap fokus membolak balik lembar buku bacaannya. Beberapa kali gadis itu mendapati David mulai begitu berani terang-terangan memberi perhatian pada Lady Cecil, bahkan dengan menawarkan busurnya. Memangnya sejak kapan seorang Cecil tertarik untuk ikut memegang busur, tapi walau demikian Cecil yang awalnya enggan akhirnya menyerah juga dengan bujuk rayu seorang David Stanley. Pemuda itu coba mengajarkan tehnik dasar dalam memegang busur yang benar pada sang Lady, sementara Lucy memilih acuh dan hanya sesekali memperhatikan mereka dari kejauhan. Mungkin Cecil memang tidak pernah sadar jika David sengaja melingkarkan lengan di pingganya, itulah kenapa kadang Lucy sangat membenci kepolosan Cecil, dia hanya berpikir akan segera membuat perhitungan denga pria berengsek itu setelah ini.
"Dimana Lily? " gadis itu menoleh ke sekeliling dan sepertinya Lucy memang baru sadar jika dirinya sudah di tinggalkan seorang diri, dia juga tidak melihat Henry ada di arena memanah sejak tadi.
"Apa kalian melihat adik perempuanku? " tanya Lucy pada salah seorang pelayan yang baru saja membawakan nampan buah untuknya.
"Sepertinya tuan muda Henry membawanya berkuda," terang pelayan itu.
"Bergabunglah bersama kami, Lady," kali ini sang Countess yang memanggilnya, Lucy mengangguk dan tersenyum sebelum akhirnya bangkit untuk ikut bergabung di tenda mereka.
Beberapa teman Lady Elizabeth sepertinya juga ikut bergabung di arena memanah bersama Cecil, karena itu sang Countess dari tadi juga tinggal duduk seorang diri.
"Saya pikir Anda akan ikut memanah," tanya Lucy sering mendengar jika Lady Elizabeth sangat ahli dalam memanah.
"Sepertinya aku lebih tertarik dengan buku yang Anda baca, Lady," sambut Lizzy saat menilai buku yang baru diletakkan Lucy di pangkuannya.
"Sebenarnya Anda bisa memilikinya, Maam, kebetulan saya juga baru saja selesai membacanya," Lucy spontan memberikan bukunya pada sang Countes yang menyambutnya dengan senyum hangat.
"Oh terimakasih, Lady, aku tidak percaya ada seorang gadis muda yang tertarik dengan bacaan hukum," tambah Lizzy setelah meneliti lebih lanjut sampul buku yang ada di tangannya.
Begitulah selanjutnya mereka akhirnya benar-benar menemukan tema obrolan yang cocok. Lucy adalah gadis muda yang selalu antusias dengan segala pertanyaan dan pendapat terbukanya tentang ilmu pengetahuan. Sepertinya Lizzy juga benar-benar menyukai semangat gadis muda itu yang begitu mirip dengan dirinya. Gadis itu juga mengingatkan Lizzy pada putri kesayangannya Annelies, bagaimanapun perasaan seperti itu tetap sangat mengharukan bagi seorang ibu yang tiap kali merindukan putrinya.
Lizzy kembali mengajak gadis muda itu berdiskusi, Lucy pun mulai banyak bertanya mengenai kelonggaran-kelonggaran hukum di Scotland, gadis itu sepertinya juga terkagum-kagum dengan pengetahuan luas sang Countess yang luar biasa. Tak heran jika keluarga Lington dari dulu memang terkenal dengan semboyan kerasnya dalam mendukung kemajuan dunia pendidikan.
Lucy benar-benar menikmati obrolannya dengan sang Countess, dan Lizzy juga menawari Lucy untuk menghabiskan waktu bersama lagi sebelum kepulangan mereka besok lusa. Lucy setuju dan merasa bersemangat dengan undangan itu, sepertinya Lady Elizabeth benar-benar berhasil kembali memperbaiki mood gadis itu sepanjang hari tersebut.
Mereka semua kembali pulang setelah lewat tengah hari. Cecil, Lucy, dan Lily kembali duduk di dalam kereta yang sama, tapi kali ini dengan perasaan masing-masing yang berbeda. Meski masih agak kecewa tapi Lady Cecil merasa cukup terhibur dengan keahlian barunya memegang busur. Lucy juga bersemangat dengan undangan sang Countess esok hari sampai gadis itu agak lupa dengan kejengkelannya terhadap David Stanley.
Lily oh lily.... Andai dia seekor burung pasti dia hanya ingin bersiul ceria di sepanjang perjalanan pulang itu.
Henry sadar dia sudah sangat terlambat untuk sebuah pesta, dia hanya berharap cukup beruntung untuk bisa menemukan siapapun yang mungkin masih belum tidur di malam selarut ini. Samar-samar Henry mendengar sedikit keributan dari ruang perjamuan yang seharusnya sudah kosong, dia agak terkejut karena melihat Lady Cecilia Harrington yang sedang menikmati minumannya bersama dengan Houl Anderson. Henry hanya tak berminat untuk mengusik obrolan mereka, karena sepertinya Lady Cecil juga terlihat banyak tertawa malam itu. Bahkan saat dia melihat Houl membawa sang lady ke salah satu kamar tamu sepertinya Henry juga tidak merasa memiliki hak untuk melarangnya walaupun dia tau pria macam apa Houl Anderson selama ini.*****Dua bulan kemudian Henry tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Lucy yang mengatakan bahwa Lady Cecil sedang mengandung anaknya. Walaupun berita itu masih mengejutkan, tapi Henry memang tetap akan bertanggung jawab tanpa keraguan. Karena jika mem
Tinggal di London memang bukan pilihan mudah, Lady Cecil pasti harus bertemu kembali dengan Houl Anderson di beberapa kesempatan dalam pergaulan masyarakat London. Selain itu Henry juga memiliki beberapa urusan bisnis dengan perusahaan Anderson dalam pembelian beberapa kapal, itulah kenapa mereka jadi lebih sering bertemu akhir-akhir ini. Cecil memang sudah lebih pasrah untuk menghadapi kenyataan hidupnya, bahkan dia sudah rela jika Houl akhirnya memang memilih untuk menghancurkannya.Sementara di sisi lain Houl sepertinya juga hanya bisa menyaksikan keharmonisan keluarga Cecil dan Henry yang terlihat sempurna itu dengan rasa iri yang semakin luar biasa. Houl benar-benar tidak bisa mencegah rasa cemburunya tiap kali melihat kedekatan Henry dengan putrinya. Walaupun Houl sadar sepertinya Lady Cecil memang benar, gadis kecil itu memang sudah tidak membutuhkannya.... *****Lady Cecil sedang bermain bersama pu
Bayi montok itu sepertinya sayup-sayup mulai tertidur di pangkuan ibunya, Cecil sengaja menggunakan kebisuannya sebagai alasan untuk tidak mengganggu jam tidur siang putrinya, dan hal itu memang terlihat wajar oleh Henry. Henry juga tidak banyak bertanya ketika Cecil tadi buru-buru mengajaknya pulang. Jarak rumah mereka memang tidak terlalu jauh, sepertinya Mia kecil memang belum benar-benar terlelap ketika kereta mereka sudah kembali berhenti di halaman rumah mereka sendiri.Henry turun lebih dulu untuk mengambil Mia dari pangkuan ibunya, bayi lima bulan itu menghisab-hisab bibir bawahnya sambil tertidur, Henry cukup berhati-hati untuk tidak membangunkannya. Henry langsung membawa putrinya ke kamar bayi, sementara Cecil hanya berjalan mengekor di belakang mereka dengan langkah malas karena berbagai bayangan mengerikan di otaknya. Cecil takut kehilangan putrinya, Cecil takut kehilangan Henry tapi dari semua itu ternyata Cecil paling takut jika sampai putrinya kehilangan
"Bangunlah Lady, lihat kita sudah terlambat untuk menghadiri pesta pamanmu," bisik Henry menggelitik telinga Cecil yang masih enggan untuk bergerak akibat jam tidurnya yang semakin berantakan belakangan ini."Oh, " keluh Cecil ketika melihat Henry yang sudah duduk setengah menaunginya dengan selimut yang sekedar jatuh di garis rendah pinggangnya."Kita sama-sama bangun kesiangan.""Bagaimana dengan Putri kita? " Cecil baru ingat harus menyiapkan putrinya juga."Lily sudah membawanya, dan kita akan segera menyusul."Henry sudah menarik selimut mereka dan mengangkat Cecil tiba-tiba."Kau akan membawaku kemana? " Protes Cecil bingung."Bak mandi," tambah Henry dengan acuh, "kita perlu menghemat waktu.""Aku ragu dengan hal itu," keluh Cecil meski tidak sungguh-sungguh dengan keberatannya ketika Henry benar-benar memasukkannya kedalam bak yang sudah berisi air hangat. "Oh Tuhan, apa kau serius akan melakukan ini."Henry teta
Cecil terlihat sangat buruk ketika Lucy datang, entah sejak kapan kakak perempuannya itu sudah duduk seperti mayat hidup penunggu bingkai jendela.Lucy yang baru datang dari Newcastle segera mendatangi kediaman kakaknya, entah sudah berapa lama dirinya tidak melihat Cecil, kakaknya itu terlihat agak kurus dan pucat. sambil melepas kancing mantelnya Lucy berjalan menghampiri kakak perempuannya, dia meletakkan mantel tersebut di punggung kursi yang akhirnya dia duduki untuk menghadapi Cecil yang masih diam seperti marmer beku yang sewaktu-waktu bisa hancur atau terbelah. Ya, sepertinya Cecil memang sedang labil seperti apa yang ia tulis dalam surat-suratnya."Sepertinya aku akan gila Lucy," ungkap Cecil seperti sudah benar-benar kehilangan semangat hidup."Apa yang ter jadi?" tanya Lucy yang mulai memperhatikan gadis kecil di pangkuan kakaknya, gadis kecil itu kembali menggeliat saat Cecil coba menahannya di sana. Lucy pun segera mengulurkan tangannya untuk
Bagaimana semua ini bisa terjadi, dirinya menikahi wanita yang juga tidak menginginkannya. Bahkan kali ini dirinya juga sedang melakukan saran sang Lady untuk mencari wanita untuk kesenangannya. Henry memasuki sebuah rumah hiburanyang terkenal menyajikan wanita-wanita dengan kualitas terbaik di seluruh London. Tadinya dia pikir beberapa wanita akan cukup untuk melupakan masalahnya, tapi ternyata dirinya tetap tidak bisa menikmati apa pun di tempat itu, begitulah akhirnya Henry kembali memilih pulang dengan berjalan kaki. Henry sampai kembali dirumahnya setelah lewat tengah malam, dan dia hanya ingin segera kembali melihat putrinya. Dia segera berjalan menaiki tangga tanpa memanggil pelayan dia hanya melempar mantelnya di sofa kemudian langsung menuju kamar bayi. Henry hanya tidak menyangka bakal menemukan Lady Cecil yang sedang tertidur di kamar bayinya sambil menyusui putrinya, Henry yang masih berdiri di ambang pintu hanya memperhatikannya sampai bebe
Akhirnya lady Cecil siuman setelah hampir dua minggu, bibi Dorothy segera membantu sang Lady untuk duduk."Oh, Nona, apa Anda ingin minum, " sang bibi sudah mengambil cangkir berisi air putih untuk nonanya yang sepertinya belum sepenuhnya paham dengan apa yang terjadi."Bibi dimana bayiku?, tanya Cecil setelah menyentuh perutnya yang rata."Putri Anda sedang tidur di kamarnya," terang sang bibi sambil kembali membenahi selimut Lady Cecil."Putri, " kutip Cecil, dan sang bibi hanya mengangguk dan tersenyum." Istirahatlah, Nona, ini masih larut. ""Aku ingin melihatnya," mohon Cecil."Bayi Anda masih tidur. ""Aku hanya ingin melihatnya, antarkan aku ke kamar bayiku, " Cecil benar-benar mulai berkeras sampai sang bibi tidak punya pilihan kecuali menuruti keinginan nonanya."Baik lah tapi Anda masih harus berhati-hati saat berjalan, Nona. "Cecil mengangguk dan mengikuti instruksi sang bibi untuk tetap berpegangan p
"Bangunlah Cecil... Bangun! " Henry kembali memberinya udara untuk mendorong paru-parunya kemudian memompa lagi, berulang-ulang sampai tiba-tiba nafas Lady Cecil kembali tersengal berat dan Henry merasakan jantunya ikut berdenyut kembali."Oh Tuhan...! " Mia terlonjak dari keterpurukannya dan segera kembali memeriksa denyut nadi dan jantung putrinya"George tolong aku! "Henry segera bangkit dan mundur menjauh, membiarkan George dan Mia menangani putrinya. Mia menggosok telapak tangan dan telapak kaki Cecil agar tetap hangat, George menarik batal memiringkan putrinya ke kiri sebentar sambil menekan-nekan pangkal tenggorokannya agar bisa kembali bernafas, karena Cecil seperti masih tersengal-sengal untuk mendapatkan udara. Sebuah tarikan nafas dalam mengakhiri ketegangan mereka karena selanjutnya, nafas sang Lady mulai menjadi teratur setelah sempat terbatuk-batuk kecil. George membaringkan tubuh putrinya pelahan, meluruskannya agar peredaran darahnya segera kemb
James dan Alex sengaja berkunjung ke Canterbury untuk berlibur di akhir pekan, kadang Alex memang masih sering rindu pada sang bibi, jadi selama dia tinggal di London Alex memang sengaja memanfaatkan waktunya untuk sesering mungkin berkunjung. Kadang hanya untuk menemani sang Bibi mengurus taman mawarnya atau hanya sekedar menghabiskan waktu untuk menyulam. Entah bagaimana kegiatan yang dulu sangat di bencinya itu belakangan mulai menjadi kegiatan yang menyenangkan, mengingat betapa Alex pernah sangat merindukan hal sepele itu selama dia tinggal di Amerika. Mungkin benar jika tempat terbaik untuk hidup itu adalah tempat dimana orang-orang yang kita kenal berada, itulah kenapa Alex mulai kembali mempertimbangkan keinginannya untuk kembali menetap di Inggris.Ini adalah kali pertama Lady Cecil bisa menemukan cukup banyak teman untuk menyulam di rumahnya, karena dulu Lucy dan Lily memang lebih sering mengabaikannya, Lucy lebih suka mengurung diri dengan buku-bukunya,dan bagi Lil