Share

BAB. 6 Aku Akan Bertanggung Jawab

Sesampai di butik, kedua menantu dan ibu mertua itu semakin heboh, mempersiapkan baju-baju bermerk untuk calon menantu Keluarga Levin.

"Oma senang banget. Akhirnya kita bisa menjerat Erlan dalam sebuah pernikahan!" Seru sang ibu mertua.

"Iya, Oma. Aku juga merasa senang. Semoga usaha Erlan tadi malam segera membuahkan hasil." harap Nyonya Anisa.

"Iya, Anisa. Oma juga berharap begitu. Jadi Oma bisa segera melihat cicit dari Erlan." seru Oma Rini.

Lalu tiba-tiba dering ponsel Nyonya Anisa mulai terdengar, dan panggilan itu berasal dari suaminya.

Nyonya Anisa

"Hallo, Papi. Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Erlan?"

Tuan Fred

"Sudah, Mi. Kamu dan Oma segera lah ke sana. Kita bareng-bareng menggerebek kamar Erlan."

Nyonya Anisa

"Baiklah, Pi. Sampai jumpa di sana."

Nyonya Anisa segera menutup panggilan dari suaminya. Lalu mengabarkan berita gembira itu kepada sang ibu mertua.

"Oma, Papi Fred baru saja menelponku, dia berkata kalau tempat Erlan menginap sudah ditemukan." serunya kepada sang ibu mertua.

"Oh ya? Apakah benar begitu?"

"Iya, Oma." Jawab Nyonya Anisa.

"Ya sudah, ayo segera kita bereskan semua pembayarannya. Setelah itu, kita berangkat ke sana." sahut Oma Rini.

Nyonya Anisa pun melangkah menuju kasir, dan melakukan pembayaran semua hasil belanjaan mereka. Kemudian setelah itu, dia melangkah menuju ke arah ibu mertuanya yang dari tadi menunggunya.

Nyonya Anisa melangkah sambil menarik satu koper kecil, yang berisikan baju-baju untuk gadis itu.

"Anisa, apakah sudah cukup satu koper saja? Oma kasihan, gadis itu pasti tidak memiliki banyak baju." lirih Oma Rini kepada menantunya.

"Oma, kita beli satu koper ini saja dulu. Baru setelah suasana kondisi sudah kondusif kembali, kita bisa mengajaknya untuk berbelanja bersama kita." tutur Mami Anisa.

"Ada benarnya juga yang kamu katakan, kalau begitu ayo kita segera berangkat." Keduanya pun berangkat menuju ke tempat di mana Erlan sedang berada.

"Kita berangkat sekarang, Nyonya?" Tanya sang sopir, sesaat ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil.

"Iya , Pak Sopir. Kita langsung saja menuju ke sana. Tuan Fred sudah share lokasi kan?"

"Sudah Nyonya. Tuan Fred telah memberitahukannya

kepada saya."

"Ya sudah kalau begitu, segera jalan, Pak Sopir." seru Oma Rini. Sepertinya dia sudah tak sabar ingin segera sampai.

"Siap, Nyonya Besar." Lalu sang sopir pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Di sebuah pub,

"Cepat katakan, di mana kamar anak saya! Jangan sampai saya menghancurkan usaha Anda ini!" sergah Tuan Fred marah kepada manager pub tersebut.

"Maaf Tuan, saya bukannya tidak mau membantu Anda. Tapi saya tidak punya wewenang untuk itu. Saya menjunjung tinggi kode etik pub ini, untuk tetap menjaga privasi setiap customer." Sebenarnya, manager itu sudah takut setengah mati menghadapi Tuan Fred. Dia tahu betul bagaimana kekuatan Tuan Fred dalam dunia bisnis.

"Oh begitu?" sela Tuan Fred, tak senang.

"Iya, Tuan."

"Tapi saya ini ayahnya! Saya sedang mencari anak saya! Tentu saja Anda sudah tahu berita heboh itu, bukan?"

"I ... iya, Tuan." Manager itu, menjadi terbata. Karena dia juga ikut andil dalam usaha penjebakan Erlan dan Mitha. Dia sudah mendapatkan bayarannya.

Lalu tiba-tiba ponsel sang manager berdering. Dia langsung mengangkat panggilan itu dan segera menepikan dirinya dari Tuan Fred dan beberapa orang yang ada di sana.

Bersamaan dengan itu, Nyonya Anisa dan Oma Rini, tiba di tempat itu.

"Papi, Erlan nya mana?" tanya Nyonya Anisa kepada suaminya.

"Mana gadis itu? Pacarnya, Erlan? Memang deh cucu-cucu ku ini. Sudah tidak tahan lagi rupanya, sampai-sampai mereka mendahului pernikahan dan melakukan kesenangan sesaat!" kesal Oma Rini, tentu saja hanya pura-pura.

Beberapa dari orang-orang yang ada disitu adalah para wartawan yang sengaja didatangkan oleh Tuan Fred untuk menggiring opini baru kepada masyarakat, terutama untuk kolega-kolega Erlan di perusahaan.

"Apakah gadis itu benar pacar Tuan Erlan?" Grasak-grusuk diantara wartawan itu mulai terdengar.

"Apa? Laki-laki itu kok bisa menjadi pacar Mitha?" kesal Niken. Teman Mitha yang juga ikut serta menjerumuskannya tadi malam, bahkan dirinya sudah mendapatkan bayarannya juga.

Gadis itu terus menyimak apakah yang akan terjadi selanjutnya.

Sang manager kembali setelah menerima telpon dari bosnya. Dia dimarahi habis-habisan oleh bosnya karena menghalangi Tuan Erlan untuk mencari putranya. Bahkan bosnya sampai mengancam akan memecatnya jika menimbulkan amarah dari Tuan Fred.

"Ma ... maafkan saya, atas sikap saya tadi, Tuan. Bos saya baru saja memberitahukan kepada saya tentang semuanya. Mohon maaf jika saya tidak mengenali Anda, Tuan." seru sang manager lagi. Dia sangat ketakutan saat ini.

"Siapa Tuan, ini? Kenapa Pak Manager serasa sangat segan kepadanya?" Niken mulai bertanya-tanya di dalam hatinya.

Sementara di dalam kamar,

Erlan terbangun duluan dan mendapati dirinya telanjang saat ini dan hanya ditutupi oleh selimut.

"Sial! Tadi malam aku benar-benar kehilangan akal sehatku!" Diam-diam dia mulai mengutuk perbuatan bejatnya tadi malam.

Erlan lalu melirik kain seprei yang dipenuhi bercak darah yang sudah mengering. Bukti jika perempuan yang dirinya tiduri tadi malam, masih benar-benar suci.

"Perempuan ini masih suci! Aku telah merusaknya. Betapa bodohnya aku!" gumamnya menyesal.

Bersamaan dengan itu Mitha juga terbangun. Dia mulai merasakan jika badannya terasa sakit semua. Terutama di daerah inti tubuhnya. Mitha masih sangat ingat apa yang telah terjadi tadi malam.

Dia juga sangat kaget, saat tahu jika saat ini, tubuhnya telanjang. Bahkan dirinya satu selimut dengan pria yang telah merenggut kesuciannya.

Pandangan keduanya mulai beradu.

Namun Mitha lebih dulu menundukkan kepalanya dan mencoba  menarik selimut untuk menutupi badannya.

"Kamu sudah bangun? Namamu Mitha, kan?" tanya Erlan.

"I ... iya." Jawabnya singkat.

"Sebut namaku!" bentak Erlan.

"I ... iya, Mas Erlan." Entah kenapa, dia sangat suka saat gadis itu memanggil namanya. Tiba-tiba saja terbayang olehnya, bagaimana gadis itu mengerang penuh kenikmatan di bawah kungkungan tubuhnya sambil menyebut namanya, tadi malam.

"Aku akan bertanggung jawab denganmu. Apa pun yang terjadi" ucapnya tegas.

Mendengarkan perkataan pria itu, Mitha bukannya senang. Dia malah menangis meratapi kebodohannya tadi malam.

"Aku tidak suci lagi! Bagaimana aku menjelaskannya kepada ayah dan bunda? Apa yang akan kukatakan kepada mereka?"

"Kamu kok menangis? Apakah aku terlalu menyakitimu tadi malam?" Erlan kembali bertanya kepada sang gadis.

Mitha memilih diam. Matanya tiba-tiba dirinya tutup, saat melihat pria itu mulai keluar dari selimut dan berjalan dengan bertelanjang meraih celana boxer-nya yang tergelak di lantai, lalu memakainya kembali.

"Berani sekali dia melakukan itu? Berjalan telanjang di depanku?" Mitha tiba-tiba menatap Erlan dengan sangat tajam.

"Kenapa menatapku seperti itu? Aku sudah melihat semua lekuk tubuhmu! Untuk apa kamu malu?"

Hati Mitha sangat sedih mendengar perkataan Erlan yang serasa merendahkan dirinya.

Kembali ke lantai bawah,

"Mari, silakan Tuan, kita ke atas untuk menemui Tuan Muda Erlan." seru sang manager.

"Baiklah," jawabnya singkat.

Lalu Tuan Fred bersama istrinya, ibunya dan beberapa orang lainnya menuju ke lantai atas pub itu.

Suara pintu kamar yang hendak di buka mulai terdengar di telinga keduanya yang sedang berada di dalam kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status