Share

BAB. 7 Harus Menikah

Seketika Mitha segera menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di balik selimut. Tinggal wajahnya yang sedikit kelihatan. Bagaimana tidak, sehelai benang pun tidak melekat di tubuhnya.

Tubuhnya masih Terbaring lemah di atas kasur. Seluruh badannya remuk redam akibat ulah Erlan tadi malam.

Sementara, pria itu telah memakai kembali celana boxernya, saat pintu kamar terbuka lebar.

"Erlan Levin! Apa yang telah kamu lakukan!" hardik Tuan Fred marah kepada putrinya.

Sementara Erlan sangat kaget melihat keluarganya, yang saat ini telah berada di depan matanya, tepatnya di salah satu kamar yang ada di pub itu.

"Erlan! Apa yang telah kamu lakukan, Nak? Kamu telah mencoreng nama baik keluarga kita!" isak tangis Nyonya Anisa, mulai terdengar menggema di dalam kamar itu.

"Erlan! Opa sangat kecewa kepadamu!" Ternyata Opa Robi juga ikut hadir menggerebek cucu tertuanya itu.

"Oma juga kecewa kepadamu, Erlan!" ketus Oma Rini.

Melihat keluarganya datang semua ke tempat itu, membuat dirinya menjadi frustasi.

"Tidak! Ini tidak seperti yang kalian lihat!" ucap Erlan meyakinkan keluarganya.

"Aku hanya dijebak, Pi! Tolong percaya kepadaku, Mi!" serunya lagi.

"Dijebak katamu?" Tuan Fred berkata sambil menyalakan televisi yang ada di ruangan itu.

"Lihat baik-baik apa yang sedang ditampilkan di layar televisi!" Seru sang ayah marah.

Erlan terlihat mengepalkan tangannya saat melihat foto-fotonya yang sedang memeluk Mitha tersebar di media elektronik. Bahkan video kemesraan mereka juga ikut ditampilkan. Dia sangat terkejut melihat semua itu.

Tiba-tiba seorang wanita muda yang sebaya dengan Mitha berkata,

"Ya ampun, Mitha. Aku nggak nyangka kamu berani melakukan hal tidak senonoh itu!" ketus Niken kepadanya.

Dibalik kejadian ranjang panas antara Erlan dan Mitha. Ternyata, Mitha sengaja dijadikan umpan oleh pihak tertentu untuk menjebak Erlan. Namun sayangnya, Mitha sama sekali tidak tahu-menahu tentang hal itu.

"Jadi, kamu menjebakku?" Tatapan tajam mata Erlan seakan menusuk, sampai ke jantung Mitha yang berada di atas ranjang.

"Ti ... tidak, Mas Erlan. Aku tidak menjebakmu." lirih gadis itu sedih.

"Dasar jalang! Berani-beraninya kau menyebut namaku!" teriak Erlan lantang.

"Cukup Erlan!" hardik Tuan Fred.

"Bubar semua! Saya ingin bicara kepada putra saya." Semua orang akhinya bubar. Kecuali kedua orang tua Erlan dan kakek, neneknya.

Setelah semua ke luar, Tuan Fred menutup pintu kamar itu, rapat-rapat.

Isak tangis Mitha mulai terdengar, sungguh sangat menyayat. Dia bahkan sampai menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

Mitha sangat ketakutan saat ini. Dia takut, keluarga besar Erlan akan memarahinya.

"Papi! Tolong percaya kepadaku, aku hanya dijebak, Pi! Aku tidak mengenal perempuan itu, secara pribadi. Aku baru mengenalnya tadi malam Pi!" Erlan mencoba berkata jujur kepada ayahnya.

"Apa? Kamu baru mengenalnya tadi malam? Tapi kamu kok berani menidurinya?" Kali ini Opa Robi angkat bicara.

"Seharusnya jika kamu tidak mengenalnya, kamu pasti tidak akan berbuat sejauh ini!" Oma Rini juga ikut memarahi cucunya.

"Erlan, lihat!" Tuan Fred lalu memperlihatkan saham perusahaan melalui ponsel pintarnya, yang tiba-tiba anjlok.

"Semua ini karena ulahmu! Asal kamu tahu, video panasmu sudah tersebar sampai seantero Jakarta! Bahkan semua rekan bisnismu juga sudah tahu!"

"Apa?" Kaget Erlan.

"Satu-satunya cara untuk meredamnya, kamu harus menikahi gadis itu." tegas sang ayah.

"Apa?" Erlan lagi-lagi kaget mendengar ucapan ayahnya.

"Tapi aku baru mengenalnya, Pi. Aku juga tidak mencintainya!" teriak Erlan lagi.

"Papi tidak peduli! Kamu telah mencoreng nama baik Keluarga Levin dan kamu harus mempertanggung-jawabkannya!"

"Ta ... tapi, Pi?" Erlan tetap tidak mau.

"Tidak ada tapi-tapian, kamu harus mengikutinya!" tegas sang ayah lagi.

"Aku tetap tidak mau, Pi!" jawabnya lantang.

"Erlan! Cukup! Mami mau kamu bertanggung jawab kepadanya. Gadis itu masih suci, tapi kamu telah menghancurkan segalanya! Enak saja, kamu lari dari kenyataan." seru Mami Anisa.

"Papi, kamu urusin Erlan. Biar aku dan Oma yang melakukan selebihnya." ucap Mami Anisa.

"Erlan, pakai bajumu! Sebentar lagi kamu akan melakukan konferensi pers. Wartawan sedang menunggu kita di lantai bawah." Mau tidak mau, Erlan terpaksa mengikuti kemauan keluarganya.

Dia pun masuk ke dalam toilet dengan membawa paper bag di tangannya yang berisi baju ganti untuknya.

Sementara Mitha semakin menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di balik selimut.

 Papi Fred dan Opa Robi lalu ke luar sebentar dari kamar itu. Untuk memberi ruang kepada Nyonya Anisa dan Oma Rini untuk mendekati gadis itu.

Di dalam kamar mandi, Erlan segera menanggalkan semua pakaiannya, dan masuk ke dalam bathtub.

"Bodoh amat dengan semua pemberitaan konyol itu! Aku mau berendam dan melepaskan penat di tubuhku." ujarnya, lalu mulai berendam sambil memejamkan wajahnya.

Nyonya Anisa lalu mulai mendekati ranjang. Dia semakin jelas mendengar Isak tangis gadis itu.

"Cantik, kamu kenapa menangis? Apakah kita bisa bicara?" ucapnya Mami Anisa lembut.

"Perkenalkan ... saya Mami Anisa,  ibunda Erlan. Di sini juga ada Oma Rini, neneknya Erlan."

"Halo calon cucu mantuku," sapa Oma Rini kepadanya.

Mitha seketika merasakan kesejukan saat disapa oleh Nyonya Anisa, ibunda Erlan.

"Kamu bisa membuka selimutnya sedikit saja sayang? Kami ingin melihat wajahmu." seru Oma Rini.

"Ma ... maaf ... Nyonya, a-ku tidak memakai baju. Tu ... tubuhku hanya tertutupi selimut ini saja." lirihnya takut.

"Cantik, kami hanya ingin melihat wajahmu kok, bukan yang lainnya." ucap Nyonya Anisa.

Mitha mencerna setiap perkataan yang diucapkan oleh keduanya. Dia pun memutuskan untuk membuka selimut itu dan mulai menunjukkan wajahnya.

"Sayang, kamu sangat cantik!" puji Nyonya Anisa.

"Te ... terima kasih, Nyonya." lirihnya, masih takut.

"Cantik ... panggil kami, Mami Anisa dan ini Oma Rini."

"I ... iya, Mami. Maaf ... aku mohon maafkan aku. Aku tidak bermaksud melakukan ini. Aku sama sekali tidak menjebak Mas Erlan. Aku ... aku juga dijebak oleh seseorang." tangis Mitha pun kembali pecah.

"Cantik ... kamu jangan menangis lagi. Oma dan Mami Anisa percaya, kamu adalah gadis baik-baik. Mulai saat ini, kamu adalah calon menantu tunggal untuk cucu Oma, Erlan." seru Oma Rini.

"Kamu jangan memikirkan apa pun mulai saat ini. Kita semua harus fokus kepada pernikahanmu dengan Erlan."

"Ta ... tapi Oma." lirihnya ingin membantah.

"Cantik ... Oma dan Mami tidak mau mendengarkan penolakan darimu. Kamu harus mengikuti apa yang kami katakan." seru Oma Rini.

"Oma tidak mau, perutmu sudah mulai membesar karena hamil. Tapi kamu dan Erlan belum juga menikah. Oma tidak mau itu terjadi." tutur Oma Rini, lagi.

"Oh ya, ngomong-ngomong nama kamu siapa, cantik?" Tanya, Nyonya Anisa.

"Na ... namaku Mitha Alena. Biasa dipanggil Mitha ... Mi, Oma." jawabnya sopan.

"Nama yang cantik, secantik orangnya." puji Oma Rini.

"Te ... terima kasih, Oma." sahutnya masih gugup.

"Mitha? Apakah kamu bisa duduk?" tanya, Mami Anisa.

Lalu Mitha mencoba untuk duduk, namun badannya terasa sangat lemah.

"Ma ... maaf, Mi. Aku tidak bisa." Mitha malah kembali menangis.

"Anisa, biar Erlan saja yang membantu mengangkat tubuh Mitha." seru Oma Rini.

"Tapi Erlan ke mana? Kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Oma Rini.

"Lho ... memangnya Erlan belum kelar juga mandinya?" tanya sang ibu.

"Apa? Jadi dari tadi Erlan masih berada di dalam kamar mandi?" kaget Oma Rini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status