Gallen yang pecicilan dan Navara yang galak— Keduanya terikat pada tali perjodohan. Meski sering gontok-gontokan, nyatanya keduanya tak bisa saling melepaskan. Hal ini pun membuat Navara harus ekstra sabar dalam menghadapi sikap terlewat najis calon imamnya. Lantas, mampukah mereka mempertahankan ikatan? atau justru menyerah ditengah jalan? “Berat banget ujian hidup gue!” – Navara. “Sini Abang gendong, Dek. Biar nggak capek keberatan bawa ujian.” – Gallen.
View MoreGallen Putra Dipraja— Sosoknya begitu terkenal seantero Bina Bangsa. Pemuda dengan jambul menukik yang tak pernah terkena potong guru Bagian Kesiswaan itu adalah cucu dari pemilik yayasan tempat dimana ia mengenyam bangku SMA.
Pamornya pun cukup melejit di kalangan cabe-cabean sekolah. Hampir seluruh adik kelas berjenis kelamin perempuan menggandrungi dirinya. Bisa dibilang, hanya dengan sekali kedip saja, semua gadis berteriak histeris ingin dijadikan pacar.
Pesohor sekolah macam Gallen tentu tak seorang diri dalam menebarkan aroma kenajisannya. Disisi pemuda itu, dua pemuda yang menamakan diri sebagai ajudan setianya selalu mengekor, tak terkeculi ketika Gallen sedang sinting-sintingnya. Contohnya seperti sekarang.
“Nyot-Nyot, dikenyot, Nyoot!!”
“Nyooottt!!” Sahut Sahrul dan Boy, si ajudan setia secara serempak.
Ketiganya sangat kompak. Bahkan dalam urusan membolos dari satu mata pelajaran. Tak peduli dengan hukuman yang menanti, asalkan mereka happy terkena amukan guru BK pun tak menjadi persoalan yang berarti.
“Rul, lo udah tau belom kalau kembaran lo nyenggol Bundanya seluruh manusia Indo?” tanya Gallen. Ia memang kerap bertingkah abnormal kala merasakan kesepian. Maklum saja, kekasih hatinya yang cantiknya mengalahkan Gigi Hadid sedang bertugas di UKS. Gadis cantik nan jelita itu mendapat bagian di ekstrakulikulernya.
“Kembaran gue, Bos?! Perasaan gue anak tunggal deh.”
Dahulu kala ketika mereka masih menjadi anak bau kencur di medan Ospek, Sahrul memang pernah bercerita jika dirinya sukses menggagalkan niat orang tuanya yang ingin menambah pasukan. Dasarnya Sahrul tak rela bagi-bagi harta warisan tanah milik engkongnya, anak itu mengajak mamanya mukbang nanas dengan alasan perintah senior mereka. Saking menjiwainya, Sahrul benar-benar memvideokan puluhan nanas yang telah asistem rumah tangganya kupas.
“Wah nggak gaul parah lo, Betasun!” Hina Gallen membawa-bawa peranakan Sahrul yang memang keturunan betawi-sunda. “Sosmed lo isinya apaan, Anjir? Berita viral begini aja masa nggak tau.” Decaknya kemudian.
“Ah males gue kalau harus ngejelasin dari awal mereka war. Dapet royalti kagak gue, abis napas iya gara-gara kelakuan Sahrul yang nggak ada abisnya. Boy, bantuin ngapa!” Ia pun meminta bantuan agen ke duanya.
“Ini Dongok!!” Boy menunjukan layar ponselnya. “Kurang pergaulan banget lo jadi jamaah negara berfolower.”
“Biji Nangka! Lo nyumpahin gue ganti kelamin, Bos?!” Pekik Sahrul ketika tahu apa yang Gallen maksud.
“Hadeh!!” Gallen menepuk keningnya. Sungguh respon yang sangat terlambat. Jadi kurang seru kan mau ngebully warga internnya.
“Nava kenapa nggak balik-balik yak? Jangan-Jangan kecantol Ketos nih.” Gumam Gallen, celingukkan.
Di dunia ini jika ada manusia yang Gallen benci— Ketua Osis-lah jawabannya. Sepupunya yang kadar ketampanannya berada di level terendah di keluarganya itu, suka sekali membuat sumbu amarahnya memendek.
Sudah tahu dirinya kalah telak, tapi masih saja berjuang. Padahal kalau niat menjadi pejuang sejati, pergi saja dia harusnya ke jalur Gaza. Semangat menikungnya yang membara itu pasti akan cukup membantu untuk menyusup ke pihak lawan.
“Samper apa Bos, mumpung jam kosong.”
“Males ah. Takut kena omel gue. yang semalem aja dia belom maafin.” Berurusan dengan Navara, tunangannya sedari Taman Kanak-Kanak membuat nyali Gallen menciut. Pasalnya gadis berusia enam belas tahun itu galaknya melebihi mamanya.
“Skip, Skip! Mending gue ngapel ke Cintya, Marlinda, Hera, Monica..”
“Sammuel?” Celetuk Sahrul membuat Gallen melayangkan tabokan maut.
Ceplak!!
“Gue masih normal, Oncom! Ngapain lo bawa-bawa Sam ke daftar ani-ani gue?!” Amuk Gallen tak terima. Ternoda sudah list cemceman bahenolnya yang mengalahkan lekukan gitar Spanyol.
Sammuel ini anak kelas mereka yang sebenarnya bisa dikatakan tampan, sayang saja kelakuannya sedikit melambai. Alih-Alih menyukai para bidadari dunia, Sammuel sepertinya lebih tertarik pada makhluk berbatang panjang.
“Btw Bos. Emang lo sama Nava kenapa? Perasaan kalau gue liat-liat, dia kayak empet banget liat komuk lo.” Boy memang sudah tak asing menyaksikan perseteruan antara Gallen dengan Navara. Hampir setiap hari ada saja bahan gorengan untuk dijadikan alasan mereka bertengkar. Justru ketika mereka akur, peradaban patut dipertanyakan kapan runtuhnya.
“Jadi gini..”
Ingatan Gallen berputar pada lima belas jam sebelumnya, tepatnya pada pukul 20.00 Waktu Indonesia Bagian Barat. Gallen ingat sekali kala jari-jarinya bermain konstan ditali-tali bra milik kekasih pilihan orang tuanya.
Entah karena serunya film yang dirinya putar atau memang dirinya yang tak sadar terlalu kuat menarik tali tersebut hingga tiba-tiba saja tanpa adanya permisi tali itu putus sendiri. Alhasil Navara mengamuk layaknya reog. Ia bahkan sampai diharamkan menginjak lantai rumah calon istrinya.
“Gitu ceritanya..”
“Heh Mail!!” Sahrul yang mendengarkan cerita dengan seksama memekik keras. “Ya lo ngapain mainan tali BeHa anak orang! Mau mesum lo?!”
“Kagak Njing! Semalem gue kagak ada niatan ngapa-ngapain si Nava. Pure cuman main cetak-cetakan doang.” Ucapnya menirukan bunyi hasil perpaduan karet bra dengan kulit tunangannya.
“Biasanya gue mainin isinya juga kagak ngapa-ngap.. Adoh!!” Gallen berteriak kesakitan kala sebuah sepatu menghantam kepala bagian belakangnya.
“Eh, Ayang. Sepatunya kok dilempar-lempar sih. Jangan gitu dong. Kan belinya pake kartu kredit gue. Hihihi..” Gallen menampakkan senyum pamer giginya. Ia meraih sepatu yang Navara lemparkan ke kepalanya.
“Ini Cantik sepatunya. Hehehe.” Gallen melempar pelan sepatu ditangannya. Ia tidak berani memulangkan sepatu tersebut dengan cara yang benar.
“Mulut lo jangan sampe gue robek ya! Ngapain lo pake fitnah segala bilang suka mainin,” Kepala Navara menunduk. Wakil Osis tersebut memberikan kode tanpa harus menyebut secara gamblang aset berharganya yang tengah diperbincangkan oleh Gallen.
“Ih, kapan yak? Orang gue nggak lagi ngomongin itu lo! Mana berani gue, Nav. Iya kan, Cuy?” Gallen menyenggol lengan Sahrul agar mendapatkan bala bantuan. Dasarnya Sahrul kelewat jujur, anak itu mengatakan tidak dengan suara keras.
“Bohong Gallen, Nav. Dia ngomongnya suka.. Hemp.. Yeppas!!”
“Anu, Yang.. Gue pengen boker. Gue bawa dulu Sahrul buat temen. Bye Ayang. Sampai ketemu di kelas. Muach.. Muach.. Ay yap yuh, so mucheeee!!” Bibirnya maju-maju namun dengan kaki yang melangkah mundur untuk menghindari amukan Navara. Ia menarik paksa tubuh Sahrul dengan membekap mulut si tukang ember.
“Dada Nava.. Tali BeHanya yang putus jangan lupa dijahit yak..” Cengir Boy yang juga bersiap memasang kuda-kudanya untuk lari tunggang-langgang.
Satu,
Dua,
Tiga…
“GALLLEEEENNN!!!”
“AAA… Kabooorrrr!! Malaikat kematian ngejaaaaarr!!!!”
Tak ada sejarahnya pasangan yang disatukan oleh perjanjian dua keluarga itu melalui hari-harinya dengan manis. Jika bukan Gallen yang babak-belur, pasti Navara yang kehilangan helai demi helai anak rambutnya.
Gallen yang terkutuk merupakan bencana yang nyata bagi Navara. Ia seperti hidup ditengah banyak sekali kesialan.
“Berhenti lo, Gallen! Sini nggak lo!!”
Pemandangan kejar-kejaran layaknya tikus dengan kucing tersebut bukanlah kejadian teranyar yang disaksikan oleh penghuni Bina Bangsa. Mereka sebagai tokoh pelengkap hanya bisa geleng kepala melihat aksi keduanya.
“Calon istri, sadar! Taubatlah engkau. Gini-Gini gue yang bisa bawa lo ke surga ya. Inget pesan Bunda lo sebelum ke pasar tadi pagi. Nggak boleh nakal, Nava. Harus nurut kata-kata Gallen. Gallen is a king and you.. MATARAM!! Mata gue benjol!!” Kalimatnya rumpang tergantikan oleh pekikan kesakitan karena Navara kembali melayangkan sisa sepatu yang menempel di kakinya.
“Makan tuh. Dasar Firaun Condet!!”
Gallen membuka pintu rumah sang opa. Pemuda itu disambut oleh beberapa pelayan yang langsung membungkukkan tubuh mereka.“Mas Gallen.. Tuan Besar dan Mbak Navara sudah menunggu.” Mendengar ada nama sang istri disebut, kontan saja alis Gallen mengerut.“Nava disini?”“Betul Mas. Supir Tuan yang menjemput Mbak Navara dari rumah tadi.”Gallen mulai bertanya-tanya. Sebenarnya apa alasan yang membuat kakeknya mengundangnya pulang ke rumah utama keluarga Dipraja. Pria itu bahkan diam-diam memanggil Navara tanpa sepengetahuan dirinya.“Bikinin saya soda gembira ya..” Pinta Gallen, masih sempat untuk memberikan perintah kepada pelayan kakeknya.“Carikan soda untuk membuat minuman yang Mas Gallen mau.”Pemuda itu terkekeh. Di rumah kakeknya, dialah rajanya. Barang yang tidak ada, pasti akan tetap diada-adakan. Namanya juga cucu kesayangan. Berbeda dengan kediaman milik orang tuanya yang memperlakukan dirinya selayaknya anak tiri. Mumpung berada disini, maka sekalian saja dipuas-puaskan.“Nav..
“Calon bapak, perasaan komuknya suram amat?!” Boy menarik kursi dihadapan Gallen. Pemuda itu langsung meluncur ketika Gallen menghubunginya. Jadilah Gallen tak perlu menunggu terlalu lama. Mereka sama-sama bertolak, meninggalkan kediaman masing-masing dijam yang sama.“Nawhy, Bos?”“Navara ngidamnya nyiksa,” adu Gallen. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk membagi beban hidup. Meskipun Navara melarang, kebiasaan tersebut begitu sulit untuk dihilangkan.“Minta daging onta? Apa tireks?” Kekeh Boy, menjahili sahabatnya. Tidak tahu saja Boy jika nyonya muda Dipraja itu, bahkan meminta sesuatu yang jauh lebih horor, dibandingkan dua daging yang dirinya sebutkan.“Dia tiap liat muka gue muntah, Boy. Ngidam nggak bisa deketan sama gue!!” Mengatakan kronologi yang menimpanya saja, Gallen sudah kesal setengah mati. Terlebih tadi ketika mengalaminya langsung. Rasanya ia ingin gantung diri di atas pohon cabe-cabean.Mata Boy membola. “Demi apa lo, Bos?!” Pekiknya seakan menolak untuk percaya. I
“Stop! Berhenti disana!” Teriak Navara membuat langkah kaki Gallen terhenti diambang pintu kamar mereka. Perempuan itu membekap mulutnya, merasakan mual setelah melihat wajah sang suami.“Ay, why?” tanya Gallen, tak mengerti.“Jangan deket-deket Gallen, muka kamu jelek. Bikin pengen muntah!”What the hell!!Katakan jika Navara sedang melakukan shooting reality show. Wanita kesayangannya itu pasti membual. Wajahnya adalah aset paling diminati oleh para perempuan di seluruh muka bumi. Hampir tak ada siswi di sekolah mereka, yang tidak menggilainya. Termasuk Navara! Istrinya! Catat!“Kamu kenapa sih?! Aku nggak operasi plastik. Masih seganteng Oppa-Oppa di drakor kesukaan kamu.”“Hoek!!”Benar saja, ketika Gallen berada beberapa sentimeter di hadapannya, desakan dari dalam perut Navara keluar mengotori ranjang. Perempuan hamil itu benar-benar muntah.“Hiks, udah aku bilang, kamu jelek. Keluar huhuhu.. Hoek!” lagi Navara muntah.“Aku bantu bersihin, Nav..”Navara mengulurkan tangannya, hen
Gallen tak dapat mengalihkan tatapannya dari seseorang. Disaat dirinyalah yang menjadi bintang utama pertemuan keluarga besarnya, ia justru memfokuskan penglihatannya kepada sosok lain.Pemuda itu— sungguh, Gallen tidak menyangkanya.“Ngapain liatin dia terus?”Gallen menghembuskan napasnya. Ia tidak akan menjadi cepu, meski tidak suka pada orang tersebut. Bukan urusannya. Selagi dia tidak mengganggu Navara lagi, apa pun yang dia kerjakan, bukanlah ranahnya.“Gallen cuman kaget aja, Opa. Melvin mau dateng buat kasih kami selamat.”“Dia tetep saudara kamu, Gallen. Dia pasti juga bahagia denger kabar kehamilan Navara.”Benarkah?Lalu bagaimana dengan kehamilan perempuan yang sepupunya hamili? Apakah Melvin bahagia? Kenapa dia meminta perempuan itu menggugurkan bayinya.Tak pernah Gallen sangka jika sosok yang mencetuskan kalimat kejam tersebut merupakan saudaranya sendiri. Betapa malangnya perempuan yang mengandung bayinya. Benar kata Navara, perempuan itu begitu malang. Rasa kesal yang
“Bunda..”Navara tersentak kala sang bunda melewatinya. Perempuan yang begitu menyayanginya itu tampak tidak memperdulikan eksistensinya di dapur. Bundanya pasti sangat marah dengan perilakunya semalam.“Maaf, Bunda,” cicit Navara, lirih. Kepalanya menunduk. “Mbak Navara butuh sesuatu? Biar Bibi buatkan?!”Navara tak membutuhkan apa pun selain bundanya. Ia sengaja memberanikan diri turun, ingin meminta maaf secara langsung. Hubungannya dengan Gallen membaik, tapi tidak dengan bundanya yang terlanjur kecewa.Rebeca yang akhir-akhir ini mulai menyambangi dapur pun melihat interaksi menantu dan besannya. Mama Gallen itu mendekat, membelai punggung menantunya. “Nava istirahat lagi aja, biar Mama yang bujuk,” ucapnya. “Ay.. Ayang..”Suara Gallen yang berteriak membuat mereka semua memalingkan wajah, terutama Cintya— sosok yang semalam teramat terpukul menyaksikan kesedihan menantunya. Mendung tidak lagi menghiasi wajah pemuda itu, seolah pertengkaran dengan putrinya tak pernah terjadi.“K
“Gallen..”Pria itu mengabaikan panggilan Navara. Ia berlalu, memilih menulikan indera pendengarannya dan memasuki bilik kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Bersama kedua sahabatnya tadi ia sempat menghabiskan sebotol minuman beralkohol.Brak!!Gallen membanting keras daun pintu. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dirinya rencanakan. Boy dan Sahrul menasehatinya agar membangun komunikasi yang baik dengan Navara, tapi Gallen merasa tidak mampu. Melihat sang istri menumbuhkan kembali sakit serta kecewa di hatinya.Ia menyalakan kran air secara kasar. Menyentakan tuas ke atas sehingga air yang mengalir begitu deras. Meski begitu Gallen tak kunjung membasuh wajahnya. Pemuda yang tengah patah hati itu justru memandangi penampilannya melalui pantulan yang dihasilkan oleh kaca wastafel di kamar mandinya.Ia mendengus melihat penampilannya sendiri. Lihatlah betapa barhasilnya Navara dalam menghancurkannya. Gallen menundukkan kepalanya, menadahkan air menggunakan telapak tangan, lalu memba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments