[Gallen] Nav, makan sate depan komplek kuy. Mama mertua lo masak capcay sama ayam goreng. Pengen yang berdaging gue. Ntar gue beliin es krim sama coklat deh. Sate ayam kane kayaknya nih!
Gallen memulai aksinya dalam meluluhkan kemarahan Navara. Ia terbangun saat adzan maghrib dan sudah waktunya untuk meredam kemarahan si cantik hanya sebelum akhirnya tersisa beberapa jam saja sebelum ia tidak diperbolehkan menginap.
[Navara] Coklat sogokan kemarin masih ada.
[Navara] Sebuah pesan gambar diterima.
Balasan sang kekasih membuat Gallen auto meringis. Ia terlalu sering bermasalah, buktinya coklat yang dirinya berikan memenuhi laci belajar gadis itu.
"Gimana dong?! Masa iya ntar malem gue meluk guling. Nggak ada yang bisa diremes sebelum tidur, Anjir!"
"Nggak bisa! Cari cara laen!"
[Gallen] Ayolah, Cantik! Abang kelaparan nih. Mau lo gue sakit terus nempelin lo 24/7?!
Hehehe..
Memaksakan kehendak memang jalan ninjanya. Navara tak akan mau direcoki hampir 24 jam. Gadis itu terlalu sibuk belajar untuk mempersiapkan masa depannya. Padahal jelas-jelas lulus sekolah nanti dia akan jadi ibu rumah tangga.
[Navara] Sibuk!!!
"Jancoek! Ribet banget kalau udah ngambek!" Kesal Gallen. Kakinya menendang selimut yang berada di ujung ranjang. Ia melompat, membuka pintu balkon kamarnya.
"Dibaikin nggak bisa. Yaudah seret aja!" Gumamnya lalu menaiki tembok pembatas. Beruntunglah ia tinggal di komplek padat penduduk. Setiap rumah memiliki satu kamar yang akan berdempetan langsung dengan milik tetangga.
Sreet!!
"Ay, eh, loh!" Meneguk air liurnya, Gallen tak mau repot-repot membalikan tubuh meski tahu Navara sedang berganti pakaian.
"GALLEN!"
"Always gede, Ay! Adaw!" Jerit Gallen menerima lemparan botol deodorant. Jika tadi matanya yang benjol, sekarang pasti jidatnya ikut menonjol beberapa mili meter.
"Tutup mata, Gallen!"
Gallen menurut tapi hanya beberapa detik saja.
Masa rejeki kok mau ditolak?! Nggak mongken lah yaw!
"Pake aja udah cepet! Sebelum gue apa-apain. Udah ada yang tegak tapi bukan tiang bendera ini!" Gallen menunjukan senyum Pepsodent-nya. Mimpi apa dirinya ketiban rejeki nomplok bisa melihat dua gunung Himalaya milik kekasihnya. Yah, walaupun kurang puas karena sudah terlapisi kacamata super.
"Mau ngapain sih?!"
Navara lupa pesan mama Gallen untuk mengunci rapat balkon kamarnya. Hari belum cukup gelap karena biasanya Gallen bertamu dijam-jam ini melalui pintu yang seharusnya.
"Makan sate! Kan udah gue chat elah!"
"Ya lewatnya yang bener dong! Bunda kan udah pulang, Gall!"
Cup!
"Hilih berisik bingit! Nah diem kan sekarang!" Gallen bertingkah seolah tak memiliki dosa usai mencuri sebuah kecupan. "Pake jaket, gue tunggu di bawah!"
"Heh!" Navara menahan lengan Gallen, "keluar lewat balkon lagi. Udah dikasih tau juga kalau Bunda di bawah. Kamu aja nggak keliatan lewatin dia tadi," peringatnya karena Gallen hendak menuju pintu kamarnya.
"Oiya! Lupa, Cantik. Maklum aja ingetnya cuman lo doang sih!"
Sebuah cubitan maut Navara hadiahkan. "Makan tuh! Gombal mulu kerjaan. Maaf gue bukan fans lo di sekolah.Nggak akan terbang gue," desisnya dengan wajah yang menurut Gallen lucu sekali.
"Cie cemburu, cie!!" Goda Gallen mencolek dagu sang pujaan hati. "Tenang aja, Ay! Cuman bercandaan. Di hati Babang mah, cuman Neng Nava yang Babang cinta."
Navara memutar bola matanya. "Udah ah, cepetan! Mau belajar ini. Besok ada kuis!"
Nah kan! Apa Gallen bilang. Calon istrinya ini kegilaan belajar. Padahal tanpa belajar pun otaknya sudah pintar. Nyatanya selalu berhasil menyabet nilai tertinggi setiap semesternya. Ia saja paling masuk lima puluh besar. Itu pun kalau mendapatkan contekan sewaktu ujian berlangsung.
Ya, kalau ada yang gampang, kenapa harus cari yang bikin sakit kepala. Slogan tersebut selalu Gallen pegang teguh. Seteguh keyakinannya dalam mempersunting Navara walau mereka kerap beradu tenaga untuk saling membuat celaka.
.
.
"Jalan kaki?!"
"Yoi. Biar tambah romantis. Kita pegangan tangan, lo-nya merem. Nanti pas ada konsumen gue kasih tau."
"Lo kira gue kang pijit! Dah lah, males. Nyari sate sendiri aja sana!"
"Buset!! Baru mau baekan, tanduknya udah muncul lagi aja. Just Kid, Ay. Kalau mau buat kids, ayolah! Udah bobok nih! Udah full power!!" Gallen sih berharapnya ada efek getarnya. Gempa gitu kek. Biar ada seru-serunya sedikit.
"Gallen gue capek. Besok masih harus berangkat pagi. Ada rapat osis."
"Ck! Nggak usah berangkat. Modusnya Melvin doang itu. Rapat masa iya tiap hari. Mana sehari dua kali. Minum obat kali lah!"
"Loh, kalian belom berangkat?!"
Bunda Navara berdiri di depan pintu rumah. "Keburu kue putu pesenan Bunda tutup lho!"
"Eh, Bunda nitip?!" tanya Gallen yang diangguki oleh Shintia.
"Yah kalau gitu Gallen ambil mobil. Bunda kan nggak suka putu kalau belinya nggak di deket Supeyindo."
"Ya Ampun, mantu Bunda emang paling pengertian. Makasih Gallen. Uangnya di Nava ya, Sayang."
Gallen memberikan dua jempol tangannya. Ajang cari mukanya berhasil. Tidak sia-sia ia belajar acting dengan para cecunguknya.
"Wait!"
Gallen berlari cepat. Berhubung mobilnya terjepit milik papanya, jadi ia harus menggunakan milik pria itu.
"Papa!" Panggil Gallen mendekati kamar kedua orang tuanya.
"Ah!"
"Aduh! Belom jam dua belas, udah goyang itik aja itu orang berdua," Gallen kembali berlari keluar rumah. Menunggu mereka selesai orkes dangdut bisa-bisa cacing di perutnya berubah menjadi naga.
"Ay, pake mobil lo ya. Biasa! Senam ranjang." Ujar Gallen membocorkan aktivitas orang tuanya. Mulutnya pantas dilabeli sebagai agen lambe turah. Keran dibibirnya selalu bocor masalahnya.
"Gue nggak punya mobil. Kan adanya motor."
Lah, iya! Gallen lupa. Navara kan tidak sekaya dirinya. Keluarga calon istrinya hanya memiliki satu mobil dan itu bekas milik ayahnya dulu.
Ngomong-ngomong soal ayah Navara, Navara ini anak yang spesial. Dia sudah tak memiliki ayah setelah sang ayah meninggal dunia. Y-tim istilah kerennya. Untung sebelum meninggal mereka sempat dijodohkan dulu. Coba kalau tidak, Gallen suruh melek lagi itu calon mertua.
"Besok gue beliin."
"Gue tabok lo!" Amuk Navara. Gallen selalu menepati setiap ucapannya dan Navara tak suka. Belum menikah saja ia selalu diberikan barang-barang mewah. Ia seolah memiliki beban hidup tersendiri. Takut jika kelak ternyata mereka tak berjodoh.
"Pake punya Bunda sana. Minta kuncinya.” titah Navara, bossy.
"Lo ajalah. Kan Bundanya lo."
"Ya udah nggak jad.."
"Tarik kata-kata lo! Telen nggak! Gue laper ini. Bentar lagi jadi Mogi-Mogi gue kalau nggak makan sate. Tunggu disini biar gue yang ke Bunda.”
Melipat kedua tangannya di atas dada, Navara hanya melihat saja tingkah Gallen. Ia harus ekstra sabar. Ini baru karena anak itu kelaparan. Beberapa jam lagi ia diwajibkan membentangkan usus dua belas jari lengkap beserta lambung-lambungnya untuk menghadapi tantrum-nya Gallen.
"Nanti malem pake headset ajalah biar nggak denger dia konser di depan pintu."
"Dapet nih, Ay." Gallen menjinjing kunci mobil. "Ayo kita pergi honeymoon!"
Sabar! Sabar! Orang sabar disayang Gallen.
Eh?
Gimana-Gimana?!
Brak!!Gallen terlonjak, begitu juga dengan Sahrul yang langsung melompat ke dalam pelukan Boy. Pintu mobil yang dibanting keras membuat ketiganya kaget. “Len, calon bini lo kenapa lagi?”“Iya nih. Masih pagi tapi udah suram aja auranya, Njrot!” Timpal Sahrul, melengkapi ke-kepo-an Boy. “Komuk lo juga, Anjir! Ngapa dah?!”“Gue semalem pisah ranjang,” ungkapnya tak menjelaskan mengapa Navara mengamuk pagi ini. “What the fuck!” Pekik keduanya, tercengang dengan pernyataan Gallen. Mereka tahu Gallen ini kadang memang di luar ekspektasi angan-angannya, tapi berhalu di pagi hari yang cerah sungguhlah sangat-sangat keterlaluan menurut mereka. Sahrul mendekati Gallen, melayangkan tangannya untuk memegang kening pentolan grupnya. Setelah dirasa cukup, tangannya beralih menuju pantat berlapiskan celana sekolah milik Boy. “Panas, pantes aja,” selorohnya, menyindir bualan Gallen.“Tobat lo! Ngebet banget perasaan seranjang sama Nava! Nikah dulu egeb!”“Udah!” “Barusan kayak ada yang ngomong,
“Pah, seret!” Titah Rebeca kala tubuh Gallen dibawa secara paksa untuk masuk ke dalam rumah. Para tetangga pun berkumpul memenuhi ruang tamu Gallen. Rencananya, mereka akan dijadikan saksi dalam ijab qobul dadakan Gallen bersama Navara. Paman Navara bahkan sudah tiba. Pria itu bertugas menikahkan keponakannya, mewakili mendiang sang kakak yang telah berpulang.“Apaan lagi ini!!” Jerit Gallen. Penyiksaan terhadap dirinya ternyata belum usai. “Papa jangan tarik bokser, Gallen. Tytyd Gallen cuman boleh diliat Nava! Papaaa!!” Jeritan itu kontan membuat orang-orang sibuk menahan tawa.“Diem kamu, Gallen! Mau dinikahin sama Nava nggak sih kamu? Itu Pak Penghulunya udah nungguin!” Hardik sang papa mencoba memandikan Gallen secepat yang dirinya bisa.“MAU PAPA! MAUUU!! CEPET MANDIIN GALEN!!”“Mas Gallen emang bucin parah ke Mbak Navara.”“Ih, saya loh saksi kebucinan-nya Mas Gallen. Dulu pas masih SMP kan nangis-nangis dia gara-gara Mbak Navara ikut pulang bareng Mas Gio. Ngepel jalanan dep
"Gallen tuh, Gallen! Samperin, Bro!" Boy menepuk pundak Sahrul ketika matanya menangkap pentolan grup mereka di pinggir jalan."Acie-Cie! Pacaran. Pantes diajak mab.. Weh, Bangsul. Napa ol," belum sempat keduanya merampungkan godaan, motor yang ditumpangi keduanya menabrak tempat cuci piring tukang sate. Alhasil mereka pun terjatuh dengan kondisi memprihatinkan, membuat Gallen tertawa terbahak-bahak. "Gimana sih lo, Rul! Jatoh kita!" Hardik Boy sembari mencoba berdiri.Sahrul yang dimarahi pun abai. Ia menatap sendu motor hasil curiannya. Mamanya pasti mengamuk nanti Sudahlah ia membawa lari motor pembantu mereka, motor itu ia buat menabrak lagi."Lah lo ngapain nangis, Bangsat?!""Tanggung jawab lo, Boy! Lo yang nyuruh pake ini motor. Udah tau gue punyanya Sim A!"Boy menepuk keningnya. Ia pikir patah tulang, ternyata perkara motor. "Cemen lo! Ntar gue polesin biar kinclong lagi!""Nyokap gue?!""Iye ntar gue bilang kalau gue yang bawa. Ribet amat lo anak mama!""Hahahaha!! Lo berd
[Gallen] Nav, makan sate depan komplek kuy. Mama mertua lo masak capcay sama ayam goreng. Pengen yang berdaging gue. Ntar gue beliin es krim sama coklat deh. Sate ayam kane kayaknya nih!Gallen memulai aksinya dalam meluluhkan kemarahan Navara. Ia terbangun saat adzan maghrib dan sudah waktunya untuk meredam kemarahan si cantik hanya sebelum akhirnya tersisa beberapa jam saja sebelum ia tidak diperbolehkan menginap.[Navara] Coklat sogokan kemarin masih ada. [Navara] Sebuah pesan gambar diterima.Balasan sang kekasih membuat Gallen auto meringis. Ia terlalu sering bermasalah, buktinya coklat yang dirinya berikan memenuhi laci belajar gadis itu."Gimana dong?! Masa iya ntar malem gue meluk guling. Nggak ada yang bisa diremes sebelum tidur, Anjir!" "Nggak bisa! Cari cara laen!" [Gallen] Ayolah, Cantik! Abang kelaparan nih. Mau lo gue sakit terus nempelin lo 24/7?!Hehehe..Memaksakan kehendak memang jalan ninjanya. Navara tak akan mau direcoki hampir 24 jam. Gadis itu terlalu sibuk b
“Ya Tuhan, Gallen! Muka kamu kenapa lagi?! Habis tawuran ya kamu?!”Rebeca, Mama Gallen tak bisa menyembunyikan kegeramannya usai melihat penampilan acak-acakkan sang putra. Perasaan ketika berangkat pagi tadi, anak itu masih dalam kondisi layak untuk dilihat. Kenapa pulangnya seperti maling yang ketahuan mencuri underwear ibu-ibu PERSIT.“Calon mantu Mama tuh! Mata Gallen benjol sebelah jadinya!” Adu Gallen. Enak saja dituduh tawuran. Melihat gerombolan masa menghadang jalannya saja, ia putar balik untuk kembali masuk ke gerbang sekolah. Ia terlalu mencintai penampilan cetar membahananya, sampai-sampai tak rela turun tangan mempertahankan kedaulatan tempatnya mengenyam pendidikan.“Nava?”“Emang calon mantu Mama ada berapa? Ya dia doang. Gallen abis dilempar sepatu ya!”Rebeca mendudukan dirinya. Tangannya menarik majalah yang sempat ia lempar ke atas meja. “Pasti kamu habis bikin gara-gara sama dia,” ucapnya kembali ke dalam mode tenang. Calon menantunya tak mungkin main tangan tanp
Gallen Putra Dipraja— Sosoknya begitu terkenal seantero Bina Bangsa. Pemuda dengan jambul menukik yang tak pernah terkena potong guru Bagian Kesiswaan itu adalah cucu dari pemilik yayasan tempat dimana ia mengenyam bangku SMA.Pamornya pun cukup melejit di kalangan cabe-cabean sekolah. Hampir seluruh adik kelas berjenis kelamin perempuan menggandrungi dirinya. Bisa dibilang, hanya dengan sekali kedip saja, semua gadis berteriak histeris ingin dijadikan pacar.Pesohor sekolah macam Gallen tentu tak seorang diri dalam menebarkan aroma kenajisannya. Disisi pemuda itu, dua pemuda yang menamakan diri sebagai ajudan setianya selalu mengekor, tak terkeculi ketika Gallen sedang sinting-sintingnya. Contohnya seperti sekarang.“Nyot-Nyot, dikenyot, Nyoot!!”“Nyooottt!!” Sahut Sahrul dan Boy, si ajudan setia secara serempak.Ketiganya sangat kompak. Bahkan dalam urusan membolos dari satu mata pelajaran. Tak peduli dengan hukuman yang menanti, asalkan mereka happy terkena amukan guru BK pun tak m