Share

3

Author: qeynov
last update Last Updated: 2025-04-25 07:13:45

[Gallen] Nav, makan sate depan komplek kuy. Mama mertua lo masak capcay sama ayam goreng. Pengen yang berdaging gue. Ntar gue beliin es krim sama coklat deh. Sate ayam kane kayaknya nih!

Gallen memulai aksinya dalam meluluhkan kemarahan Navara. Ia terbangun saat adzan maghrib dan sudah waktunya untuk meredam kemarahan si cantik hanya sebelum akhirnya tersisa beberapa jam saja sebelum ia tidak diperbolehkan menginap.

[Navara] Coklat sogokan kemarin masih ada. 

[Navara] Sebuah pesan gambar diterima.

Balasan sang kekasih membuat Gallen auto meringis. Ia terlalu sering bermasalah, buktinya coklat yang dirinya berikan memenuhi laci belajar gadis itu.

"Gimana dong?! Masa iya ntar malem gue meluk guling. Nggak ada yang bisa diremes sebelum tidur, Anjir!" 

"Nggak bisa! Cari cara laen!" 

[Gallen] Ayolah, Cantik! Abang kelaparan nih. Mau lo gue sakit terus nempelin lo 24/7?!

Hehehe..

Memaksakan kehendak memang jalan ninjanya. Navara tak akan mau direcoki hampir 24 jam. Gadis itu terlalu sibuk belajar untuk mempersiapkan masa depannya. Padahal jelas-jelas lulus sekolah nanti dia akan jadi ibu rumah tangga.

[Navara] Sibuk!!! 

"Jancoek! Ribet banget kalau udah ngambek!" Kesal Gallen. Kakinya menendang selimut yang berada di ujung ranjang. Ia melompat, membuka pintu balkon kamarnya.

"Dibaikin nggak bisa. Yaudah seret aja!" Gumamnya lalu menaiki tembok pembatas. Beruntunglah ia tinggal di komplek padat penduduk. Setiap rumah memiliki satu kamar yang akan berdempetan langsung dengan milik tetangga.

Sreet!!

"Ay, eh, loh!" Meneguk air liurnya, Gallen tak mau repot-repot membalikan tubuh meski tahu Navara sedang berganti pakaian.

"GALLEN!"

"Always gede, Ay! Adaw!" Jerit Gallen menerima lemparan botol deodorant. Jika tadi matanya yang benjol, sekarang pasti jidatnya ikut menonjol beberapa mili meter.

"Tutup mata, Gallen!" 

Gallen menurut tapi hanya beberapa detik saja.

Masa rejeki kok mau ditolak?! Nggak mongken lah yaw! 

"Pake aja udah cepet! Sebelum gue apa-apain. Udah ada yang tegak tapi bukan tiang bendera ini!" Gallen menunjukan senyum Pepsodent-nya. Mimpi apa dirinya ketiban rejeki nomplok bisa melihat dua gunung Himalaya milik kekasihnya. Yah, walaupun kurang puas karena sudah terlapisi kacamata super.

"Mau ngapain sih?!" 

Navara lupa pesan mama Gallen untuk mengunci rapat balkon kamarnya. Hari belum cukup gelap karena biasanya Gallen bertamu dijam-jam ini melalui pintu yang seharusnya.

"Makan sate! Kan udah gue chat elah!" 

"Ya lewatnya yang bener dong! Bunda kan udah pulang, Gall!" 

Cup!

"Hilih berisik bingit! Nah diem kan sekarang!" Gallen bertingkah seolah tak memiliki dosa usai mencuri sebuah kecupan. "Pake jaket, gue tunggu di bawah!" 

"Heh!" Navara menahan lengan Gallen, "keluar lewat balkon lagi. Udah dikasih tau juga kalau Bunda di bawah. Kamu aja nggak keliatan lewatin dia tadi," peringatnya karena Gallen hendak menuju pintu kamarnya.

"Oiya! Lupa, Cantik. Maklum aja ingetnya cuman lo doang sih!" 

Sebuah cubitan maut Navara hadiahkan. "Makan tuh! Gombal mulu kerjaan. Maaf gue bukan fans lo di sekolah.Nggak akan terbang gue," desisnya dengan wajah yang menurut Gallen lucu sekali.

"Cie cemburu, cie!!" Goda Gallen mencolek dagu sang pujaan hati. "Tenang aja, Ay! Cuman bercandaan. Di hati Babang mah, cuman Neng Nava yang Babang cinta." 

Navara memutar bola matanya. "Udah ah, cepetan! Mau belajar ini. Besok ada kuis!" 

Nah kan! Apa Gallen bilang. Calon istrinya ini kegilaan belajar. Padahal tanpa belajar pun otaknya sudah pintar. Nyatanya selalu berhasil menyabet nilai tertinggi setiap semesternya. Ia saja paling masuk lima puluh besar. Itu pun kalau mendapatkan contekan sewaktu ujian berlangsung.

Ya, kalau ada yang gampang, kenapa harus cari yang bikin sakit kepala. Slogan tersebut selalu Gallen pegang teguh. Seteguh keyakinannya dalam mempersunting Navara walau mereka kerap beradu tenaga untuk saling membuat celaka.

.

.

"Jalan kaki?!" 

"Yoi. Biar tambah romantis. Kita pegangan tangan, lo-nya merem. Nanti pas ada konsumen gue kasih tau."

"Lo kira gue kang pijit! Dah lah, males. Nyari sate sendiri aja sana!"

"Buset!! Baru mau baekan, tanduknya udah muncul lagi aja. Just Kid, Ay. Kalau mau buat kids, ayolah! Udah bobok nih! Udah full power!!" Gallen sih berharapnya ada efek getarnya. Gempa gitu kek. Biar ada seru-serunya sedikit.

"Gallen gue capek. Besok masih harus berangkat pagi. Ada rapat osis." 

"Ck! Nggak usah berangkat. Modusnya Melvin doang itu. Rapat masa iya tiap hari. Mana sehari dua kali. Minum obat kali lah!"

"Loh, kalian belom berangkat?!" 

Bunda Navara berdiri di depan pintu rumah. "Keburu kue putu pesenan Bunda tutup lho!"

"Eh, Bunda nitip?!" tanya Gallen yang diangguki oleh Shintia. 

"Yah kalau gitu Gallen ambil mobil. Bunda kan nggak suka putu kalau belinya nggak di deket Supeyindo." 

"Ya Ampun, mantu Bunda emang paling pengertian. Makasih Gallen. Uangnya di Nava ya, Sayang."

Gallen memberikan dua jempol tangannya. Ajang cari mukanya berhasil. Tidak sia-sia ia belajar acting dengan para cecunguknya.

"Wait!"

Gallen berlari cepat. Berhubung mobilnya terjepit milik papanya, jadi ia harus menggunakan milik pria itu.

"Papa!" Panggil Gallen mendekati kamar kedua orang tuanya.

"Ah!"

"Aduh! Belom jam dua belas, udah goyang itik aja itu orang berdua," Gallen kembali berlari keluar rumah. Menunggu mereka selesai orkes dangdut bisa-bisa cacing di perutnya berubah menjadi naga. 

"Ay, pake mobil lo ya. Biasa! Senam ranjang." Ujar Gallen membocorkan aktivitas orang tuanya. Mulutnya pantas dilabeli sebagai agen lambe turah. Keran dibibirnya selalu bocor masalahnya.

"Gue nggak punya mobil. Kan adanya motor." 

Lah, iya! Gallen lupa. Navara kan tidak sekaya dirinya. Keluarga calon istrinya hanya memiliki satu mobil dan itu bekas milik ayahnya dulu. 

Ngomong-ngomong soal ayah Navara, Navara ini anak yang spesial. Dia sudah tak memiliki ayah setelah sang ayah meninggal dunia. Y-tim istilah kerennya. Untung sebelum meninggal mereka sempat dijodohkan dulu. Coba kalau tidak, Gallen suruh melek lagi itu calon mertua.

"Besok gue beliin." 

"Gue tabok lo!" Amuk Navara. Gallen selalu menepati setiap ucapannya dan Navara tak suka. Belum menikah saja ia selalu diberikan barang-barang mewah. Ia seolah memiliki beban hidup tersendiri. Takut jika kelak ternyata mereka tak berjodoh.

"Pake punya Bunda sana. Minta kuncinya.” titah Navara, bossy

"Lo ajalah. Kan Bundanya lo." 

"Ya udah nggak jad.."

"Tarik kata-kata lo! Telen nggak! Gue laper ini. Bentar lagi jadi Mogi-Mogi gue kalau nggak makan sate. Tunggu disini biar gue yang ke Bunda.”

Melipat kedua tangannya di atas dada, Navara hanya melihat saja tingkah Gallen. Ia harus ekstra sabar. Ini baru karena anak itu kelaparan. Beberapa jam lagi ia diwajibkan membentangkan usus dua belas jari lengkap beserta lambung-lambungnya untuk menghadapi tantrum-nya Gallen.

"Nanti malem pake headset ajalah biar nggak denger dia konser di depan pintu." 

"Dapet nih, Ay." Gallen menjinjing kunci mobil. "Ayo kita pergi honeymoon!" 

Sabar! Sabar! Orang sabar disayang Gallen. 

Eh?

Gimana-Gimana?!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Young Marriage    26

    Gallen misuh-misuh. Pemuda itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan kencang, menyalip beberapa kendaraan lagi yang ia rasa menghalangi jalannya ketika membelah jalan tol.Mamanya tak membuat soal tidak mengizinkannya menginjak lantai rumah. Ia sudah mencoba sampai lebih dulu di kediamannya, tapi ternyata wanita itu menelepon satpam. Melarangnya untuk masuk. Alhasil ia harus rela diusir dari rumahnya sendiri.Parah, kan?!“Bisa-Bisanya gue nggak boleh ketemu Navara!” Dumel Gallen, memukul stir mobilnya. Ck! Seumur-umur hidup Gallen, ia berpisah dengan Navara hanya ketika pulang dari rumah ibu mertuanya. Itu pun sesaat saja— karena setelahnya, Gallen akan mencoba terus mencari segala cara agar mereka berduaan. Makanya mereka dinikahkan oleh tetangga.Sampai di depan gerbang tinggi kediaman sang opa, Gallen menekan klaksonnya. Ia terlihat tidak sabaran. Menekannya panjang membuat penjaga lari tergopoh-gopoh.“Lama banget sih lo,” teriak Gallen sambil melongokkan kepalanya. Ia sedang ke

  • Young Marriage    25

    Mulut laknat Gallen menimbulkan petaka. Di Hari pertama keduanya kembali bersekolah, teman satu angkatan menghujat kebocoran informasi yang mereka dapatkan. Pihak sekolah pun bereaksi keras terhadap aduan yang mereka terima. Setelah jam ujian selesai, Navara serta Gallen dipanggil menghadap, guna memberikan klarifikasi terkait pergaulan bebas keduanya.“Nav, tenang. Kamu mending fokus ke ujian kita.”“Tenang kamu bilang, Len?”Sungguh Navara tak habis pikir. Bagaimana dirinya bisa fokus, jika kedatangannya untuk melaksanakan ujian pertama, justru disambut hujatan teman-teman seangkatan mereka. Semua karena Gallen. Pria itu tak ada habisnya membuat ulah.“Lagian kamu ngapain pake cerita ke Boy sama Sahrul sih, Len?! Apa pentingnya ngasih tau mereka kalau kita udah ke tahap itu?!” bentak Navara, tak lagi dapat mengendalikan kontrol dirinya.Ia kecewa— sangat kecewa. Gallen seperti anak kecil. Pemuda itu tak pernah bisa dewasa dalam menyikapi apa pun. Seharusnya dia tahu jika tidak semua

  • Young Marriage    24

    Bulu halus disekujur tubuh Navara bangkit berdiri. Gadis muda itu terus memejamkan mata, dengan gidikkan yang tak pernah berhenti.Gallen memang sudah tidak waras. Bisa-Bisanya pemuda itu mengajaknya menonton film dewasa. Seumur hidupnya, baru kali ini Navara melihat bagaimana proses bercinta seseorang. Benar-Benar menjijikan. Terlebih ketika dua alat reproduksi manusia dipampangkan tanpa sensor.Astaga! Navara ingin menangis rasanya.“Ay, buka dong matanya. Kita belajar bareng.”Bisikan ditelinga kanannya membuat Navara meremang. Suara berat Gallen semakin membuatnya merinding disko. Ia tahu kalau Gallen sudah berhasrat setelah dua film porno mereka saksikan. Namun mentalnya yang semula siap, justru menguap begitu saja. Ia jijik dengan proses tersebut.“Kamu harus ikutan belajar, Ay. Biar kita pro, terus nggak salah-salah.” Menggigit bibir bawahnya, Navara merasakan sensasi berbeda ketika tangan Gallen meremas salah satu bukit kembarnya. Darah di dalam tubuhnya seakan mengalir begit

  • Young Marriage    23

    “Selamat datang di Indongapert, Mas!” Pekik petugas minimarket ketika pelanggan yang baru saja memasuki kiosnya, menyambar barang belanjaan orang lain. Pelanggan tersebut adalah Gallen. Ia berniat membeli seluruh persediaan alat pengaman dan tak berniat membaginya kepada siapa pun.“Punya gue ini!” Seru Gallen mengamankan salah satu brand pengaman, yang akan diserahkan pembelinya pada kasir minimarket. “Apaan-Apaan lo?! Gue duluan! Lagian itu masih banyak!” tunjuk orang itu ke arah rak display. Dia berusaha mengambil kembali barang belanjaannya. “Ck! Lo aja pindah Indomaret laen, Bro! Semua yang ada disini mau gue borong!” Ucap Gallen terdengar sangat mengesalkan. “Mbak bungkus, kalau masih ada stok di gudang sekalian aja,” titahnya membuat semua mata terbelalak. “Woy, Mas! Mau lo apain dah kondom sebanyak itu?” “Ya buat ena-ena sama bini gue-lah! Ya kali gue tiupin satu-satu biar jadi balon,” sengit Gallen. Pertanyaan yang cukup bodoh menurutnya. Kontrasepsi dibuat apa kalau buk

  • Young Marriage    22

    “Ay,” panggil Gallen. Pemuda itu ingin mengadu sekaligus membahas mengenai masalah rumah tangga mereka.“Cacingnya tabrakin dulu ke tembok dong!” Pintanya agar Navara tak lagi bermain. Gallen heran, ada banyak permainan seru, tapi kenapa istrinya masih bertahan memainkan cacing yang tidak bisa berubah jadi naga itu.“Apa?!”Gallen tersenyum saat ponsel Navara diturunkan. Gimana dirinya mau tidak cinta setengah mati, sedang mode serius pun, Navara tetap memprioritaskan dirinya. Definisi nggak salah jatuh cinta sih ini.Sebelum membuka sesi curhat dong mah-nya, Gallen terlebih dahulu mencari posisi enak. Pemuda itu membaringkan tubuhnya melintang melawan arah ranjang dengan berbantalkan paha Navara.“Masa ya, Ay. Tadi Abang tuh sempet nanya, kita udah ML apa belum.” Gallen memulainya. Berharap setelah ini dirinya dapat mendapatkan haknya yang tertunda.“Main Mobile Legend? Kan aku nggak bisa, Len.”Gemas akan jawaban sang istri yang berbeda server dengan maksud kalimatnya, Gallen mengu

  • Young Marriage    21

    “Gimana kabar kamu?!”Gallen menjawabnya singkat. Seperti apa yang abangnya lihat, ia baik-baik saja. Lubang telinga, mata, hidung sampai ubun-ubunnya tetap utuh. Tidak berkurang walau kakak lelakinya itu jarang pulang.Jawaban singkat sang adik membuat Sergio mendengus. Ia tahu adiknya memang manusia baperan tingkat dewa, apalagi kalau itu menyangkut Navara. Gallen selalu takut kalah saing. Padahal apa yang perlu ditakutkan, Navara saja sudah dia nikahin.Ck! Bocil memang meresahkan. Pikirannya yang rumit merepotkan diri sendiri. Seperti kasus Gallen contohnya.“Masih ngambek gara-gara omongan Abang tadi?!”‘Pake nanya segala! Percuma kuliah di Harvard kalau IQ-nya tetep jongkok!’ Dumel Gallen dalam hati. Jari-Jarinya tetap fokus, menggulirkan aplikasi hiburan yang ramai digunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini— yang jelas aplikasi tersebut bukan OnlyFans.“Kamu udah gede, Gallen. Masa yang begituan aja ngambek, sampai nggak mau diajak ngomong..”“B aja tuh. Gallen nggak ngambek.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status