Share

2

Author: qeynov
last update Last Updated: 2025-04-25 07:11:52

“Ya Tuhan, Gallen! Muka kamu kenapa lagi?! Habis tawuran ya kamu?!”

Rebeca, Mama Gallen tak bisa menyembunyikan kegeramannya usai melihat penampilan acak-acakkan sang putra. Perasaan ketika berangkat pagi tadi, anak itu masih dalam kondisi layak untuk dilihat. Kenapa pulangnya seperti maling yang ketahuan mencuri underwear ibu-ibu PERSIT.

“Calon mantu Mama tuh! Mata Gallen benjol sebelah jadinya!” Adu Gallen. Enak saja dituduh tawuran. Melihat gerombolan masa menghadang jalannya saja, ia putar balik untuk kembali masuk ke gerbang sekolah. Ia terlalu mencintai penampilan cetar membahananya, sampai-sampai tak rela turun tangan mempertahankan kedaulatan tempatnya mengenyam pendidikan.

“Nava?”

“Emang calon mantu Mama ada berapa? Ya dia doang. Gallen abis dilempar sepatu ya!”

Rebeca mendudukan dirinya. Tangannya menarik majalah yang sempat ia lempar ke atas meja. “Pasti kamu habis bikin gara-gara sama dia,” ucapnya kembali ke dalam mode tenang. Calon menantunya tak mungkin main tangan tanpa sebab mengingat anaknya memang selalu bertingkah menyebalkan.

“Kompres pake air es sana. Ntar lebam ngedrama lagi kamu.”

“Udah lebam, udah!!” Jerit Gallen frustasi. Kakinya menghentak-hentak lantai. “Anak ngadu itu dibela kek sekali-kali!” Gumamnya kesal sembari melangkahkan kaki menaiki anak tangga. Belum pernah ada sejarahnya ia menang meski mengadu seperti Tarzan si pemlik hutan. Selalu saja Navara yang menang. Para wanita benar-benar menyebalkan.

“Halah sekarang aja kamu marah-marah, ntar sore coba, lengket lagi kamu kayak perangko!”

Jleb!

Sungguh kalimat yang tepat sasaran. Ucapan Rebeca mengenai ulu hati Gallen. Seluruh organ di dalam tubuhnya bergoyang, menertawai tingkat kebucinannya pada Nava. Sehebat apa pun mereka bertengkar, tetap saja  pada akhirnya ia mencari-cari keberadaan tunangannya itu. 

Namanya juga cinta!! Tau nggak Cinta?!

Gallen membuka pintu kamarnya. Ia menekan saklar, menyalakan lampu yang setiap kali keluar selalu dimatikan. Maklumlah hemat itu pangkal kaya. Sebagai penerus kedua kekayaan papa-mamanya, ia tak boleh boros mengingat dirinya bukanlah sosok yang menggantikan papanya nanti. Abangnya yang saat ini berkuliah di Sydney pun tak begitu menyayangi dirinya. Jaga-Jaga saja kalau suatu hari dirinya didepak tanpa harta warisan setelah papanya meninggal. Setidaknya ia sudah belajar berhemat sejak muda.

“Kebas banget muka gue!” Gerutunya, masih merasakan efek kebarbaran Navara di wajahnya. Gadis itu memang sangatlah barbar ketika marah. Siapa saja tak akan bisa menghentikannya, kecuali dia sudah merasa puas dalam aksi mengamuknya.

“Kok bisa gue cinta sama yang modelan begitu sih?” Padahal banyak sekali gadis tergila-gila padanya. Namun tak ada satu pun diantara mereka yang mampu menggetarkan hatinya seperti Navara. Mereka hanya bisa membuat matanya sekedar berkedip karena kecantikan parasnya saja.

Gallen pun melemparkan tasnya sebelum menghempaskan diri ke atas ranjang. Ia membutuhkan istirahat yang cukup karena sore nanti ia harus memohon ampun kepada tunangannya.  

Gadis itu sangat betah kalau sudah bertengkar. Dia tak akan mengibarkan bendera putih terlebih dahulu. Harus dirinya yang mengalah atau ia kesulitan sendiri pada akhirnya.

Sebenarnya dari mana mulanya ia menyukai anak tetangganya itu ya?

Apakah berawal dari Nava yang membantunya naik setelah secara tak sengaja ia tercebur comberan? atau-kah saat gadis cantik itu berani pasang badan saat kakak-kakak kelas TK B mereka mengganggunya sampai ia menangis?

Gallen tak mengetahui persisnya. Namun tak jauh dari kedua kejadian tersebut, ia selalu menempel pada Nava. Ia yang anak manja begitu terbantu dengan kemandirian Nava sejak kecil. Banyak hal dirinya pelajari termasuk tidak menangis ketika mamanya harus ikut sang papa ke luar kota. 

Secara garis besar, ia sangat bergantung pada Navara. Gadis itu merupakan sosok yang dirinya idolakan. Mereka tumbuh bersama. Saling membantu walau lebih sering dirinyalah yang dibantu oleh sang kekasih. Ia yang tak pernah akur dengan abangnya, Sergio, selalu memilih berdiam di rumah Navara sampai kedua orang tuanya datang menjemput.

Siapa sangka jika keduanya ternyata dijodohkan. Ia tak perlu susah-susah menaklukan Navara yang mengerti seluruh aibnya— karena mau tidak mau, rela tidak rela, gadis itu akan berakhir didalam pelukannya.

Lambat laun sepasang mata Gallen memberat. Kantuk mulau menyerangnya. Pemuda itu menutup kesadarannya meski samar-samar mendengar knop pintu yang diputar dari luar. 

“Ck! Kebiasaan nggak pernah ganti baju pas pulang sekolah.” 

Gadis yang Gallen lamunkan masuk membawa sebuah baskom berisikan air dingin. Kebiasaannya setelah menyakiti Gallen adalah mengobati luka yang ia timbulkan. Ia memang barbar, tapi Navara tak pernah lupa apa itu yang namanya tanggung jawab. 

“Benjol beneran,” kikik-nya sembari menatap hasil karyanya. “Makanya punya mulut tuh dijaga! Sembarangan aja kalau cerita ke mereka,” omel Navara meski ia tahu Gallen tak mungkin mendengarnya. Tangannya begitu cekatan mengompres lebam di mata Gallen. 

“Sssttt.. Sakit ya?! Nggak ada kapoknya sih kamu/” Tangannya yang lain mengusap rambut Gallen agar pemuda itu kembali terlelap. 

Satu hal mengenai Gallen yang sangat Navara ketahui. Pria itu selalu sulit dibangunkan ketika tidur. Gempa bumi sekalipun tak akan bisa membuat Gallen terbangun kecuali memang sudah waktunya. Hanya kekerasan yang mampu membuat Gallen terjaga. Contohnya saja digulingkan dari atas ranjang. Cara itu sangat ampuh karena setiap hari ia selalu menggunakannya.

Met bobok Gallen. Maaf ya. Habisnya kamu nakal banget pake cerita tali BH aku putus. Kan akunya malu.” Ucap Navara lembut lalu meninggalkan kecupan di dahi Gallen. Sudut bibirnya mengembang tatkala melihat Gallen tersenyum dalam tidurnya. 

“Dasar!” Ujarnya sebelum bangkit. 

“Kok sebentar banget tumben? Nggak ditahan Gallen, Sayang?” tanya Rebeca saat Navara melewati wanita itu di ruang keluarga. 

“Gallennya tidur, Mah. Kecapekan kayaknya. Tadi dia habis dihukum sama guru BK.”

“His anak itu! Mentang-Mentang Opanya yang punya yayasan!” 

Navara tertawa kecil menanggapi gerutuan calon mama mertuanya.

“Oh iya Sayang. Mama tadi pagi dapet laporan dari Pak RT. Katanya pas kapan itu dia liat Gallen lompat ke balkon kamar kamu tengah malem. Dia masih suka pindah bobok ke sana?” Selidik Rebeca mencari tahu kebenaran laporan ketua rukun tetangga di kompleknya. 

“Em, itu Mah.”

“Di usir aja, Sayang. Mama takutnya kalian kena grebek. Belum waktunya nikah loh. Ujian kan sebentar lagi. Ditahan-tahan dulu lah!”

Wajah Navara memerah layaknya kepiting rebus. Kenapa jadi dirinya yang seolah-olah ketahuan berbuat mesum. Padahal ia kan tak melakukan apa-apa bersama pria itu. 

“Gallen-nya, Mah. Dia katanya nggak bisa tidur sendirian.”

“Ah, modus aja itu. Dikunci aja ya pintu balkonnya mulai malem ini!” Saran Rebeca. Akan sangat memalukan jika keduanya dinikahkan karena suatu kesalahpahaman. Pernikahan mereka kan tinggal menghitung bulan. Tepat setelah kelulusan nanti keduanya juga akan tinggal satu atap. 

“Iy-iya, Mah.” 

Di kamarnya Gallen tersedak air liurnya sendiri. Pria itu bermimpi buruk tentang Navara yang tak mengizinkannya masuk ke dalam kamar gadis itu.

“Cuman mimpi!” Lirihnya lalu mengumpat. “Fuck! Tapi kenapa kayak nyata banget, Anjing!!” Gallen lantas mengusap-ngusap perutnya, “amit-amit jabang bayi. Nggak mau bobok sendiri! Serem!” Ia tidak tahu saja jika apa yang dimimpikannya akan benar-benar terjadi malam nanti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Young Marriage    35

    Gallen membuka pintu rumah sang opa. Pemuda itu disambut oleh beberapa pelayan yang langsung membungkukkan tubuh mereka.“Mas Gallen.. Tuan Besar dan Mbak Navara sudah menunggu.” Mendengar ada nama sang istri disebut, kontan saja alis Gallen mengerut.“Nava disini?”“Betul Mas. Supir Tuan yang menjemput Mbak Navara dari rumah tadi.”Gallen mulai bertanya-tanya. Sebenarnya apa alasan yang membuat kakeknya mengundangnya pulang ke rumah utama keluarga Dipraja. Pria itu bahkan diam-diam memanggil Navara tanpa sepengetahuan dirinya.“Bikinin saya soda gembira ya..” Pinta Gallen, masih sempat untuk memberikan perintah kepada pelayan kakeknya.“Carikan soda untuk membuat minuman yang Mas Gallen mau.”Pemuda itu terkekeh. Di rumah kakeknya, dialah rajanya. Barang yang tidak ada, pasti akan tetap diada-adakan. Namanya juga cucu kesayangan. Berbeda dengan kediaman milik orang tuanya yang memperlakukan dirinya selayaknya anak tiri. Mumpung berada disini, maka sekalian saja dipuas-puaskan.“Nav..

  • Young Marriage    34

    “Calon bapak, perasaan komuknya suram amat?!” Boy menarik kursi dihadapan Gallen. Pemuda itu langsung meluncur ketika Gallen menghubunginya. Jadilah Gallen tak perlu menunggu terlalu lama. Mereka sama-sama bertolak, meninggalkan kediaman masing-masing dijam yang sama.“Nawhy, Bos?”“Navara ngidamnya nyiksa,” adu Gallen. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk membagi beban hidup. Meskipun Navara melarang, kebiasaan tersebut begitu sulit untuk dihilangkan.“Minta daging onta? Apa tireks?” Kekeh Boy, menjahili sahabatnya. Tidak tahu saja Boy jika nyonya muda Dipraja itu, bahkan meminta sesuatu yang jauh lebih horor, dibandingkan dua daging yang dirinya sebutkan.“Dia tiap liat muka gue muntah, Boy. Ngidam nggak bisa deketan sama gue!!” Mengatakan kronologi yang menimpanya saja, Gallen sudah kesal setengah mati. Terlebih tadi ketika mengalaminya langsung. Rasanya ia ingin gantung diri di atas pohon cabe-cabean.Mata Boy membola. “Demi apa lo, Bos?!” Pekiknya seakan menolak untuk percaya. I

  • Young Marriage    33

    “Stop! Berhenti disana!” Teriak Navara membuat langkah kaki Gallen terhenti diambang pintu kamar mereka. Perempuan itu membekap mulutnya, merasakan mual setelah melihat wajah sang suami.“Ay, why?” tanya Gallen, tak mengerti.“Jangan deket-deket Gallen, muka kamu jelek. Bikin pengen muntah!”What the hell!!Katakan jika Navara sedang melakukan shooting reality show. Wanita kesayangannya itu pasti membual. Wajahnya adalah aset paling diminati oleh para perempuan di seluruh muka bumi. Hampir tak ada siswi di sekolah mereka, yang tidak menggilainya. Termasuk Navara! Istrinya! Catat!“Kamu kenapa sih?! Aku nggak operasi plastik. Masih seganteng Oppa-Oppa di drakor kesukaan kamu.”“Hoek!!”Benar saja, ketika Gallen berada beberapa sentimeter di hadapannya, desakan dari dalam perut Navara keluar mengotori ranjang. Perempuan hamil itu benar-benar muntah.“Hiks, udah aku bilang, kamu jelek. Keluar huhuhu.. Hoek!” lagi Navara muntah.“Aku bantu bersihin, Nav..”Navara mengulurkan tangannya, hen

  • Young Marriage    32

    Gallen tak dapat mengalihkan tatapannya dari seseorang. Disaat dirinyalah yang menjadi bintang utama pertemuan keluarga besarnya, ia justru memfokuskan penglihatannya kepada sosok lain.Pemuda itu— sungguh, Gallen tidak menyangkanya.“Ngapain liatin dia terus?”Gallen menghembuskan napasnya. Ia tidak akan menjadi cepu, meski tidak suka pada orang tersebut. Bukan urusannya. Selagi dia tidak mengganggu Navara lagi, apa pun yang dia kerjakan, bukanlah ranahnya.“Gallen cuman kaget aja, Opa. Melvin mau dateng buat kasih kami selamat.”“Dia tetep saudara kamu, Gallen. Dia pasti juga bahagia denger kabar kehamilan Navara.”Benarkah?Lalu bagaimana dengan kehamilan perempuan yang sepupunya hamili? Apakah Melvin bahagia? Kenapa dia meminta perempuan itu menggugurkan bayinya.Tak pernah Gallen sangka jika sosok yang mencetuskan kalimat kejam tersebut merupakan saudaranya sendiri. Betapa malangnya perempuan yang mengandung bayinya. Benar kata Navara, perempuan itu begitu malang. Rasa kesal yang

  • Young Marriage    31

    “Bunda..”Navara tersentak kala sang bunda melewatinya. Perempuan yang begitu menyayanginya itu tampak tidak memperdulikan eksistensinya di dapur. Bundanya pasti sangat marah dengan perilakunya semalam.“Maaf, Bunda,” cicit Navara, lirih. Kepalanya menunduk. “Mbak Navara butuh sesuatu? Biar Bibi buatkan?!”Navara tak membutuhkan apa pun selain bundanya. Ia sengaja memberanikan diri turun, ingin meminta maaf secara langsung. Hubungannya dengan Gallen membaik, tapi tidak dengan bundanya yang terlanjur kecewa.Rebeca yang akhir-akhir ini mulai menyambangi dapur pun melihat interaksi menantu dan besannya. Mama Gallen itu mendekat, membelai punggung menantunya. “Nava istirahat lagi aja, biar Mama yang bujuk,” ucapnya. “Ay.. Ayang..”Suara Gallen yang berteriak membuat mereka semua memalingkan wajah, terutama Cintya— sosok yang semalam teramat terpukul menyaksikan kesedihan menantunya. Mendung tidak lagi menghiasi wajah pemuda itu, seolah pertengkaran dengan putrinya tak pernah terjadi.“K

  • Young Marriage    30

    “Gallen..”Pria itu mengabaikan panggilan Navara. Ia berlalu, memilih menulikan indera pendengarannya dan memasuki bilik kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Bersama kedua sahabatnya tadi ia sempat menghabiskan sebotol minuman beralkohol.Brak!!Gallen membanting keras daun pintu. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dirinya rencanakan. Boy dan Sahrul menasehatinya agar membangun komunikasi yang baik dengan Navara, tapi Gallen merasa tidak mampu. Melihat sang istri menumbuhkan kembali sakit serta kecewa di hatinya.Ia menyalakan kran air secara kasar. Menyentakan tuas ke atas sehingga air yang mengalir begitu deras. Meski begitu Gallen tak kunjung membasuh wajahnya. Pemuda yang tengah patah hati itu justru memandangi penampilannya melalui pantulan yang dihasilkan oleh kaca wastafel di kamar mandinya.Ia mendengus melihat penampilannya sendiri. Lihatlah betapa barhasilnya Navara dalam menghancurkannya. Gallen menundukkan kepalanya, menadahkan air menggunakan telapak tangan, lalu memba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status