Seketika itu Jeni membanting handphonenya ke sembarang arah sembari berteriak menangis penuh frustasi.
Sementara di tempat lain, Renata tampak menyeringai senang setelah mengirim pesan itu kepada Jeni, ia tahu kalau hari ini adalah ulang tahun Jeni, maka ia sengaja untuk mengacaukan semuanya dengan datang pagi-pagi sekali ke apartemen Louis dan mengajaknya ke acara butik mamanya.
Bukan hal yang kebetulan, sebenarnya acara penyerahan butik kepada Renata harusnya diaadakan beberapa hari ke depan, namun Renata merengek kepada orang tuanya untuk memajukan acara penting itu. Karena Renata anak tunggal, dengan mudah mamanya pun menyetujui.
Berbeda dengan Renata yang terlihat bahagia, Louis tampak gelisah, berkali-kali ia mengecek jam tangan Richard Mille hitam yang melingkar di tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 02.00 pm tapi Renata justru mengajaknya keluar untuk makan siang.
“Renata, aku harus pulang,” ujar Louis memberanikan diri.
&ld
“Kamu hamil kan?” Cecar Tania dan Tamara saat Jeni keluar dari toilet.Mereka memandang Jeni dengan sorotan tajam dan penuh intimidasi, berharap Jeni akan mengaku setelah itu, tapi Jeni justru membalas dengan tatapan yang tak kalah mengerikan.“Jika aku hamil, apakah aku akan membiarkan Louis pergi begitu saja dariku? Aku bahkan baru saja putus dengannya.”Tania dan Tamara tidak bisa membantah, mereka yang mengaku sangat mengenal karakter Jeni yang buta cinta, segera membenarkan sanggahan sahabatnya, maka dalam sekejap mereka langsung merasa bersalah dan meminta maaf.“Maafkan kami Jeni, istirahatlah, kami tidak akan mengganggumu hari ini, aku akan pergi sendiri mengantar Tania ke bandara.”Jeni mengangguk, dalam hati Jeni merasa sangat lega karena mereka berdua langsung percaya begitu saja.Jeni lalu mengantar mereka berdua sampai ke gerbang kos, setelah mobil Tamara sudah tak terlihat lagi, Jeni kembali
Steven baru saja keluar dari ruang kerja Aditya Saloka untuk mengambil kunci mobilnya, ternyata ia tidak sengaja berpapasan dengan Louis yang baru saja keluar dari kamarnya.“Kebetulan, aku tidak perlu mencarimu ke apartemen.”
“Benar begitu Louis?” tanya Aditya Saloka dengan tatapan tajam seperti pisau. Laki-laki berusia separuh abad itu tidak pernah menaruh kepercayaan kepada putranya sendiri, ia justru lebih menyukai karakter Steven yang penurut dan pekerja keras seperti dirinya di masa muda, namun Louis justru oposisi dari mereka berdua, lebih menyukai dunia luar yang bebas. Louis hanya mengangguk lemah sambil merintih kesakitan. “Awas saja kalau kamu terbukti bersalah dan menyinggung seseorang, Papi tidak akan segan untuk menghukummu lagi,” tegas Aditya. “Pi, aku yakin Louis kali ini adalah korban, percayalah!” Aditya Saloka hanya mengangkat alisnya lalu keluar dari kamar Louis bersama aura dingin dan ketegasannya. Barulah Louis seakan bisa merasakan kembali udara bebas, terbukti ia langsung menghela nafas lega. Ia lalu mencari ponselnya dan menjawab pesan dari Renata. 'Aku tidak menemui Jeni, percayalah. Pergilah ke rumahku besok kalau kamu tida
Steven tiba lima menit kemudian, beruntung saat mobilnya hendak memasuki area kos, ia sempat menangkap mobil Renata dari kejauhan. Maka Steven langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke kos itu dan justru mengejar mobil yang ia curigai, Steven yakin semua ini pasti ada sangkut-pautnya dengan Renata, mengingat Renata pernah seperti seorang psikopat saat di London dulu.Dengan kakinya menginjak pedal gas, mobil itu pada dasarnya melayang, Steven tak peduli, yang terpenting baginya adalah keselamatan Jeni dan janinnya. Ia bahkan bersumpah tidak akan mengampuni Renata jika Jeni terluka sedikit saja.Merasa diikuti oleh seseorang, Renata menyuruh pengawalnya untuk mempercepat laju mobilnya, tapi mobil Steven semakin dekat, membuat Renata ketakutan dan menyuruh pengawal lainnya untuk mengeluarkan Jeni dari mobilnya begitu saja.“Apa Bos yakin? Itu sangat berbahaya, bagaimana kalau...”“Diam! Pelankan mobilnya dan buang dia ke jalan secepat m
Di Presidential Residence, Louis yang masih terbatas geraknya karena luka lebam yang masih menunjukkan efek sakit, hanya bisa meraung marah melihat video yang dikirim Renata padanya.“Jadi ini alasan dia memutus hubungan denganku?” ujar Louis dengan senyum dingin dan sorot mencibir di matanya.“Baiklah Jeni, aku turuti kemauanmu, tapi aku tidak akan sudi melihatmu hamil anak Steven. Janin itu tidak seharusnya hidup,” lanjutnya dipenuhi kebencian dan kebengisan.Ya, Louis bersumpah dalam hati akan membuat janin itu lenyap, entah bagaimanapun caranya. Hatinya sudah dirasuki oleh hawa amarah dan dendam, maka selepas ia sehat nanti apapun akan dilakukannya agar Jeni tidak lagi mengandung anak Steven.Memikirkan rencana jahatnya, Louis tersenyum sinis, ia lalu mematikan lampu meja di sampingnya dan menarik selimut untuk bergegas tidur.Di tempat yang berbeda, Grande Apartment, Jeni tidak bisa sedikitpun terlelap, meski ia sudah m
***Di ruang presiden Axel Corp, Steven sedang duduk dengan begitu serius bersama tumpukan dokumen yang harus ia periksa dan tanda tangani, ia selalu serius dalam bekerja, tak heran meski Axel Corp merupakan anak perusahaan Saloka Group, tapi belakangan ini sejak Steven yang memimpin semuanya, prestasi dan pencapaian Axel Corp bahkan melampaui ekspektasi Aditya Saloka, proyek-proyek besar dengan perusahaan dalam dan luar negeri selalu selesai dengan baik dan rapi di tangan Steven.Tepat pada saat Steven akan menandatangani surat kerja sama proyek perhotelan dengan Rena Group, Felix datang dan melaporkan bahwa ia sudah mengetahui latar belakang penculikan Jeni yang semuanya adalah murni rencana Renata dan pemilik kos terlibat membantu proses penculikan itu.Aura Steven berubah gelap saat mendengar semua itu, sudah ia duga bahwa sifat buruk Renata pada beberapa tahun lalu di London akan ia ulangi juga pada Jeni.“Tapi saya sudah memanggil polisi untuk
Lama tak membalas, membuat Steven langsung menelfon Jeni, entah kenapa Jeni jadi mendadak gugup, ia jadi menimbang-nimbang terlebih dulu sebelum menjawab.Pasalnya, semakin hari Steven semakin menunjukkan rasa peduli dan perasaannya padanya, Jeni jadi merasa tidak enak hati padanya, ia belum bisa membalas apapun itu terutama perasaannya.Ponselnya kemudian mati, namun detik berikutnya Steven kembali memanggilnya, Jeni meghela nafas lalu menerimanya.“Lama sekali Jeni, kamu sibuk?”“Emm, aku mengerjakan skripsiku,” kilah Jeni.“Aku hanya ingin tanya, kamu mau makan apa? Aku sedang istirahat makan siang sekarang.”“Tidak Stev, aku tidak ingin apapun, terimakasih, lagipula makanan yang kamu sediakan masih sangat banyak,” tolaknya lagi.“Jeni, aku memang belum lama mengenalmu, tapi aku bisa merasakan kalau kamu sedang mengidam sesuatu.”“Tidak Stev, lanjutkan saja pe
Felix mengangguk patuh, ia lalu membawa Renata keluar dari ruangan Steven, tapi Renata memberontak seraya berkata, “Lepaskan! Aku bisa keluar sendiri.”Felix menurut, Renata menghentakkan satu kakinya karena kesal dan ia pergi keluar dari ruangan Steven.Sekeluarnya ia dari kantor Axel Corp, Renata meminta sopirnya untuk menuju kediaman Louis, tentu ia akan mengadukan semua perlakukan Steven padanya, namun tidak tentang penculikan Jeni, ia tidak mungkin mengatakan itu juga pada Louis.Di dalam mobil yang full ac, wajah Renata masih terlihat merah padam, ia seakan baru saja kehilangan harga dirinya, maka ia tak berhenti mengumpat Steven tak terkecuali Jeni.“Steven, aku tidak akan pernah terima dengan perlakuanmu seperti itu tadi, aku tidak akan tinggal diam, dan kamu Jeni, akan kupastikan hidupmu akan selalu menderita setelah ini,” ucapnya dengan seringai jahat di wajah cantiknya.Setelah mengucap itu, Renata tiba-tiba terin