Akhir pekan ini aku lebih gugup dari biasanya. Rencana mempertemukan Tobias dengan keluargaku benar-benar menguras emosi dan pikiran. Mereka hanya tahu Tobias lebih muda dariku, tapi tidak sembilan tahun. Aku khawatir tentang tanggapan mereka begitu mengetahui hal tersebut. Mungkin Mom akan tetap tersenyum, karena dia sangat pintar menyembunyikan suasana hati, tapi berbeda dengan Dad. Aku khawatir dia akan bertindak sesuatu yang menyakiti Tobias. Bukan dalam artian fisik tentu saja, Dad bukan type orang yang suka memukul kencan putrinya hanya karena dia lebih muda. Tapi, firasatku sungguh tidak enak.
Tobias memarkir mobilnya di pinggir jalan depan rumahku. Aku menggandenganya dan mengajak ia masuk. Dia mengenakan T-shirt hijau cerah yang dimasukkan ke dalam celana, menyisir rambutnya rapi dan berpenampilan layaknya hendak bertemu orang penting. Aku cukup bangga dengan usahanya menarik simpati keluargaku.
Aku menemukan Mom dan Dad di kebun belakang, dan yang
Ada yang berbeda dengan Tobias. Aku merasakannya. Sikapnya memang tidak berubah, perlakuannya padaku masih semanis biasanya. Tapi dari bahasa tubuhnya aku tahu ada yang tidak beres dengannya.Aku terbiasa menilai seseorang dari bahasa tubuh mereka, itu sangat berguna bagi reporter sepertiku. Dan dengan pengalaman tidak terbatasku, aku yakin Tobias menyembunyikan sesuatu.Kejadiannya akhir pekan kemarin, seperti biasa dia menginap di apartemenku. Malam saat aku terjaga, Tobias tidak berada di ranjang. Aku segera bangun dan mengenakan kaos milik Tobias yang kutemukan, beranjak keluar dari kamar.Suara samar yang terdengar dari arah pantry membawa kakiku ke sana. Namun saat pendengaranku bisa menangkap suara itu dengan lebih jelas, aku sengaja berhenti. Tobias sedang menelepon seseorang. Di tengah malam seperti ini? Siapa? Dan yang membuatku curiga, dia berbicara sambil berbisik seolah tidak ingin ada yang mendengar percakapannya.Beberapa patah kat
Kata-kata yang baru saja diucapkan Tobias seperti sebuah bom yang baru saja menimpaku. Aku bukan penggemar MMA, atau jenis olah raga kasar semacam itu. Melihat orang-orang bertubuh besar yang berkelahi sampai berdarah-darah selalu membuatku mual.“Kau tidak serius kan, Tobias?”Pria di sampingku tidak menjawab, dia hanya menatapku sendu. Namun aku bisa melihat tekad yang terpancar di matanya. Tanpa dia berbicara aku sudah tahu apa jawabannya. Tenggorokanku terasa kering, bayangan Tobias yang bertarung di atas ring menimbulkan perasaan ngeri.“Kenapa?” tanyaku pendek, dengan suara serak. Sebenarnya aku ingin bertanya lebih panjang, apa yang menyebabkan dia ingin kembali bertarung? Kenapa mendadak dia ingin kembali bertarung? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, tapi aku tidak sanggup mengucapkannya.“Aku hanya ingin melakukannya, Em. Beruang tidak hibernasi selamanya,” gumamnya mengalihkan pandangan dariku. Aku tahu bukan
Sore ini aku pulang dalam keadaan sangat lelah. Percakapanku dengan Baxter tadi benar-benar menguras emosi. Hal yang paling ingin kulakukan begitu memasuki apartemen hanyalah tidur.“Hai, Em!”Aku terlonjak, hampir melemparkan secara sembarangan sepatu yang sedang kulepas.“Geez, Elian!” seruku. Entah bagaimana sepupu sialanku itu selalu ada di waktu yang tidak tepat. “Kapan kau akan mulai menghargai privasiku?” ucapku sebal. “Setidaknya beri tahu aku kalau kau mau berkunjung.”Elian terkekeh. “Bukan hari yang menyenangkan, heh?”“Sama sekali bukan,” sahutku ketus. Aku melangkah melewatinya menuju kamarku.“Aku dengar kalian sedang bertengkar ya?”“Siapa?” Aku menjawab dari dalam kamar.“Kau dan Tobias.”“Tobias mengatakannya padamu?” tanyaku sambil lalu, melewati sepupuku menuju pantry
Sabtu malam yang cerah, layaknya kota-kota besar lainnya, California yang megah tampak sibuk. Dipenuhi para pejalan kaki yang hilir mudik dan kendaraan yang memenuhi jalanan, seolah-olah mereka tidak ingin kehilangan waktu bersenang-senang selama akhir pekan. Entah itu untuk piknik ke luar kota atau hanya sekadar bersantai di klub-klub tempat biasa mereka berkumpul.Di salah satu sudut kota, sebuah stadion yang biasa digunakan untuk kompetisi tinju, kickboxing, dan MMA baik secara profesional maupun amatir, telah ramai oleh para pengunjung. Pertandingan sebentar lagi dimulai, aku sendiri sudah duduk manis di bangku terdepan bersama Eli, Erin Limp di sebelah Eli, dan Joey di sebelahku.Antusiasme para penonton di sekitarku benar-benar membuatku terkejut, tidak mengira jika acara seperti ini begitu populer di kalangan pecinta olah raga.“Kapan lagi kau bisa menyoraki orang berbaku hantam secara legal,” teriak Elian sambil tertawa di teli
Pertandingan kemarin baru permulaan, masih banyak yang harus Tobias perjuangkan jika dia benar-benar ingin sukses sebagai atlet UFC. Termasuk persiapan untuk kompetisi-kompetisi berikutnya. Sebagai kekasih yang mendukungnya, aku tentu bisa memahami jika kemudian waktunya untukku banyak yang tersita. Kewajiban membagi waktu antara pekerjaan dan jadwal latihan yang padat saja sudah cukup membuatnya repot. Sementara itu jadwal kegiatanku sendiri mulai penuh, tekad untuk menemukan berita yang akan bisa menaikkan lagi popularitas OSOM TV mengharuskanku bekerja keras dan lebih sering berada di kantor daripada apartemen. Jadi saat ini kami benar-benar kekurangan waktu bersama.Meskipun begitu hal tersebut sama sekali tidak memengaruhi kemesraan kami. Sedikit kesempatan yang kami punya justru menjadikan pertemuan kami terasa berkualitas. Kami benar-benar memanfaatkan waktu yang kami miliki dengan sebaik-baiknya, bahkan jika itu hanya beberapa menit di jam makan siang.Seperti
Sejak kejadian aku memergoki Andrew menelepon seseorang sambil berbisik-bisik, aku jadi sering memperhatikan gerak-geriknya. Entah kenapa firasatku mengatakan ada yang tidak beres dengan dia. Andrew merupakan karyawan senior di OSOM TV, dia masuk beberapa bulan sebelum aku, dan bekerja pada bagian Tim Pendukung. Di dunia Broadcasting, Tim Pendukung bukan termasuk jenis pekerjaan yang populer, kebanyakan mereka yang berada di sana hanya memanfaatkannya sebagai batu loncatan. Tapi tidak dengan Andrew, dia mampu bertahan selama bertahun-tahun. Dan itu terlihat tidak biasa bagiku.Andrew tipe pria yang mudah bergaul, semua karyawan OSOM TV dari berbagai divisi mengenalnya, tak jarang aku melihat dia nongkrong bersama mereka, entah itu di club atau pada pesta-pesta yang diadakan teman-teman satu kantor.Aku baru saja kembali dari makan siang ketika melihatnya sedang berbicara dengan salah satu teman dari Tim Kreatif, Saat melihatku datang dia langsung perg
Aku pernah mengatakan pada Baxter kalau aku memiliki berita bagus yang bakal menaikkan popularitas OSOM TV, itu benar. Beberapa hari yang lalu saat aku duduk di kursi penonton menemani Tobias yang sedang bertanding, aku mendengar percakapan dua pria yang duduk di sebelahku. Mereka membahas pertarungan ilegal yang diadakan di sebuah basemen salah satu gedung pencakar langit di Los Angeles. Mereka menyebut kompetisi itu dengan nama “LIVE OR DIE”, dan bahwa sampai saat ini identitas penanggung jawab kompetisi tersebut tidak diketahui orang karena selalu bekerja dari balik layar. Hanya satu informasi yang mereka ketahui tentang si Tuan Misterius itu, dia adalah salah satu pengusaha yang memiliki beberapa jenis perusahaan di California. Bukankah itu sangat menarik?Mungkin awalnya aku hanya mengira akan mendapatkan berita yang menarik, itu saja. Akan tetapi begitu mencari tahu tentang kompetisi-kompetisi “LIVE OR DIE”, aku dikejutkan dengan ba
Sisa hari itu aku gunakan untuk berdiskusi dengan Rick si kameramen. Pekerjaan kali ini akan lebih sulit karena kita harus menggunakan kamera tersembunyi. Rick menyetujui, dia berjanji akan mengatur semua dengan baik.Aku pulang dalam keadaan letih, memutuskan untuk memanjakan diri dengan berendam air hangat selama beberapa menit. Menghirup segarnya aromatherapy yang membangkitkan semangat, hingga tubuhku menjadi rileks dan segar kembali.Ketika sedang menyiapkan makan malam untuk diriku sendiri, Tobias menelepon.“Hai, Bird!” sapanya dari seberang.“Hai, kau masih di LA?”“Ya, sepertinya masih agak lama.”“Sabtu kau masih di sana?” tanyaku.“Sepertinya ya, kenapa?”Aku termenung sebentar, menimbang-nimbang hendak mengatakan pada Tobias atau tidak jika aku juga akan ke LA hari Sabtu besok.“Aku akan berada di sana juga Sabtu besok, mungkin aku bisa menemui