Tuan Arta kembali ke kamarnya dengan Raka setelah mereka mengetuk pintu kamar Ibra dan Zahrana tidak di buka juga. Setelah selesai acara akan nikah itu, baik Joni, dokter Samuel kedua orang tua Mischa kembali lagi ke kota. Mereka hanya menghadiri pernikahan Ibra dan Zahrana saja, terutama Tuan Arta. Laki-laki tua itu sangat senang cucunya menikah dengan Zahrana, gadis yang sebenarnya baik dan agamanya juga baik. Dia ingin punya menantu yang seperti itu, tidak seperti mantan pacar Ibra yang sudah menikah dengan pria asing."Syukurlah cucuku menikah dengan gadis itu. Meski dengan cara yang lain, tapi aku senang. Apa lagi kini anaknya sudah besar." ucap Tuan Arta.Dia kini kembali ke kamarnya, rasa lelah menguasai tubuhnya. Tapi Raka masih saja ingin bermain dengannya di kamar, bingung antara ingin istirahat dan juga tidak mau mengecewakan cucu buyutnya."Opa, bunda sama papa lama ya di kamar." keluh Raka."Iya, sebentar lagi papa kesini." ucap Tuan Arta menghibur cucu buyutnya.Menungg
Dalam perjalanan menuju ke kota, sepanjang jalan Zahrana hanya diam saja. Dia duduk di samping Ibra yang mengendarai mobil sendiri, sesekali laki-laki itu menoleh ke arah istrinya yang sedang diam saja."Kamu kenapa?" tanya Ibra."Hemm, tidak apa-apa. Apakah aku harus tinggal di rumah itu selamanya?" Zahrana."Tentu saja, itu juga sudah jadi rumahmu dan Raka. Kamu istriku sekarang, bukan lagi pengasuh kakekku." kata Ibra."Tapi, akan jadi aneh nantinya. Kenapa tiba-tiba jadi istri, aku belum terbiasa." kata Zahrana."Makanya biasakan, sekarang kamu bisa lakukan apa pun di rumah itu." kata Ibra lagi."Tapi, Nona Mischa?""Abaikan dia, dia hanya kurang suka saja. Tapi lama kelamaan dia akan menerimamu sebagai istriku." kata Ibra lagi.Zahrana diam lagi, dia menarik napas panjang. Sesungguhnya itu sangat tiba-tiba, tapi jika tidak begitu. Dia akan selalu di hina dan di rendahkan oleh warga kampungnya, apa lagi para tetangganya. Semuanya sudah jelas siapa ayah Raka sebenarnya, Ibra sudah
Zahrana kaget dengan kehadiran Ibra di belakangnya, bi Iyam hanya tersenyum saja. Dia pun segera pergi dari hadapan Ibra dan melanjutkan ke dapur yang sempat di tinggalkan mengobrol dengan Zahrana."Apa kamu tidak mau naik ke kamar?" tanya Ibra.Zahrana menatap saja, dia bingung apakah harus masuk ke dalam kamar suaminya?"Apa aku harus ke kamar atas?" tanya Zahrana."Tentu saja, kamarmu sudah pindah ke atas. Bukan di kamar pembantu lagi, ayo cepat ke atas. Raka sudah menunggu di kamar." kata Ibra menarik tangan Zahrana.Gadis itu kaget, dia ingin melepas pegangan tangan Ibra. Tapi laki-laki itu menariknya paksa dan membawanya pergi dari meja bar, mau tidak mau Zahrana pun mengikuti langkah suaminya. Meski dia masih kaget dengan statusnya, tapi menurut apa yang di katakan suaminya adalah kewajibannya. Bukankah seorang istri harus menurut pada suaminya?Mereka melangkah menaiki anak tangga, hati Zahrana gugup dan entah pikirannya kemana. Ibra menoleh padanya, tersenyum tipis. Dia tahu
Zahrana gugup sekali, dia menunduk saja ketika Ibra menatapnya penuh takjub akan kecantikan yang tersembunyi di balik kerudung instan miliknya. Dia tidak menyangka jika adik dari Rania lebih cantik dari kakaknya itu. Sentuhan tangannya pada pipi Zahrana membuatnya semakin tertegun, kulit polos tanpa make up itu benar-benar bersih dan putih.Di tariknya dagu istrinya untuk menghadap ke arahnya, menatapnya seksama wajah cantik. Ibra menelan salivanya, wajahnya maju beberapa mili. Tapi tiba-tiba Zahrana menoleh cepat karena malu, Ibra tersenyum."Kenapa? Masih malu?" tanya Ibra masih memegang dagu istrinya.Zahrana hanya mengangguk saja, pipinya panas karena rasa malu yang melanda hatinya."Lalu, kita mau apa?" tanya Ibra.Zahrana menggeleng saja, tidak berani menatap suaminya. Ibra pun menarik tangan Zahrana, membawanya menuju balkon. Meski sudah malam, hawa dingin menyelimuti suasana malam. Ibra mengajaknya berdiri di depan batas pagar balkon, Zahrana berdiri di depan dan dia di belaka
Satu bulan sudah Zahrana tinggal di rumah Ibra sebagai istri laki-laki itu. Selama satu bulan itu, Ibra belum meminta haknya pada Zahrana. Dia sengaja melakukan itu agar gadis itu terbiasa dengan sikap dan perlakuannya yang romantis padanya. Dan tentu saja lama kelamaan Zahrana jadi terbiasa dengan perlakuan Ibra padanya.Hingga malam ini, keduanya sedang duduk santai di balkon. Raka sudah menempati kamarnya yang baru, seperti aturan yang di buat Ibra pada anak laki-lakinya itu. Raka harus tidur di kamarnya sendiri di temani Zahrana atau dirinya.Mereka duduk santai di balkon, menikmati malam bulan purnama tepat tanggal lima belas di bulan kedua itu. Zahrana duduk di sebelah Ibra, tangannya sudah biasa merangkul pinggang suaminya. Ibra senang kini Zahrana sudah biasa seperti itu padanya."Bulannya sedang bagus ya." kata Ibra menatap ke atas langit yang bersinar."Iya. Inikan tanggal lima belas, jadi bulan sedang penuh." jawab Zahrana ikut menatap bulan di atas langit."Kalau melakukan
Malam hari, Zahrana menyambut suaminya pulang dari kantor. Ibra senang istrinya berdiri di depan pintu menyambutnya pulang dengan Raka yang berlarian sambil mengacungkan pedang mainannya. Zahrana menyambut tangan suaminya dan menciumnya, Ibra mengecup kening istrinya dan tersenyum senang."Papa, ayo main pedang-pedangan!" teriak Raka pada papanya."Papa masuk dulu sayang, papa ganti baju ya." kata Ibra menggandeng tangan anaknya.Mereka masuk ke dalam rumah, tampak Mischa berdiri dengan bersedekap dengan tatapan mencibir pada keluarga kecil itu. Ibra mengerutkan dahinya, kenapa sepupunya ada di rumahnya."Kamu datang tidak bilang padaku, kenapa kamu di sini?" tanya Ibra pada sepupunya."Aku sudah bilang sama istrimu, apa istrimu tidak memberitahu kalau aku sementara akan tinggal di sini." kata Mischa melirik Zahrana."Ck, kamu akan mengganggu istriku saja. Lebih baik kamu tinggal di hotel saja sana." ucap Ibra tahu akan tujuan Mischa tinggal di rumahnya."Ck, kamu takut istrimu akan a
Ibra mewanti-wanti Mischa untuk tidak mengganggu istrinya di rumah. Gadis itu hanya mencebik saja ketika sepupunya mengancamnya mengusirnya jika sampai mengganggu Zahrana."Awas kamu ya, aku tidak akan segan mengusirmu dan membencimu Mischa jika sampai mengganggu istriku!" ucap Ibra mengultimatum sepupunya itu."Aku tinggal di rumahmu karena ingin bersantai. Kenapa kamu takut aku akan menggganggu istri kampungmu itu?" tanya Mischa."Aku tahu kamu datang kesini hanya ingin mengganggu istriku." kata Ibra lagi."Ya, baiklah. Aku tidak akan mengganggu istrimu." kata Mischa.'Tapi akan mengusirnya dari rumahmu.' Ucap Mischa dalam hati, dia malas berdebat dengan sepupunya. Dia memang tidak berhak dengan kehadiran Zahrana di rumah Ibra sebagai istri sepupunya, hanya saja dia merasa tidak selevel antara dirinya dan Zahrana."Aku tekankan kamu Mischa sekali lagi, jangan mengganggu istriku." kata Ibra lagi."Sudah sana berangkat ke Singapura, kakek pasti menunggumu." kata Mischa lagi.Ibra pun
"Lisa?!"Sebuah keterkejutan Mischa di saluran telepon membuat terkejut juga Zahrana yang mendekati meja makan dengan Raka. Dia mengerutkan dahinya, siapa yang di telepon Mischa?"Oh My God, Lisa. Kamu mau menemuiku?" tanya Mischa dengan wajah cerianya melirik Zahrana yang duduk di kursi menyuapi Raka."Oh, tentu saja sayang. Aku juga merindukanmu, kenapa kamu baru menghubungiku? Aku ingin mendengar ceritamu, kenapa bisa menikah dengan pria bule itu? Apa kamu memang sudah tidak mencintai abangku?" ucap Mischa masih melirik Zahrana. Zahrana yang di lirik membalas melirik juga, meski dia tidak tahu apa yang di bicarakan Mischa tentang abangnya. Abang? Abang siapa?"Kamu tenang saja sayang, ayo kita ketemu. Membicarakan rencanaku selanjutnya. Kamu pasti suka tentunya." kata Mischa lagi bicara dengan seseorang bernama Lisa.Zahrana masih menyuapi anaknya, Raka sangat senang makan bubur ayam buatan bundanya. Dia melihat Mischa hanya memainkan omlete dengan sendoknya."Bunda, tante itu mak