All Chapters of CAN'T STOP (INDONESIA): Chapter 31 - Chapter 40
97 Chapters
30. He's Angry
    "Dasar gadis bodoh! Aku tidak akan pernah lagi mau memberikannya makan mulai hari ini! Awas saja!"    Mark datang ke ruang tamu sambil bersungut-sungut ria. Membuat Javier dan Daniel yang sedang duduk bersandar di sofa sambil bermain game online dengan seketika menoleh ke arahnya. "Ada apa?" tanya keduanya di saat bersamaan. Mereka lalu saling pandang, kenapa bisa mereka mengucap hal sama seperti itu?    "Cih, aku marah dengan si gadis bodoh itu! Gadis yang jadi kekasih barunya Jacob itu yang tadi tidak mau memakan bubur yang kuberikan dan malah memuntahkan isi perutnya padaku!" gerutu Mark sambil berdecak beberapa kali.    Mark kemudian duduk di samping Daniel dengan wajah dan tangan yang terlihat memerah—entah memerah karena sebab apa. Yang jelas, sepertinya memerah karena tertumpah oleh sesuatu.    "Memangnya gadis
Read more
31. At Emily's House
    Jacob terbangun di pagi hari dengan tubuh yang semua sendinya terasa sakit, pun dengan suasana hatinya yang entah mengapa mendadak tidak enak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia sendiri tak tahu apa yang membuatnya merasa demikian. Dengan tubuh yang masih terasa lemas, ia pun duduk di pinggir ranjang sembari memijat keningnya yang berdenyut pelan.    Senin pagi yang cerah, tetapi tak cukup bisa mencerahkan kondisi hatinya saat ini. Jacob tak bisa menerjemahkan apa yang sebenarnya terjadi padanya sekarang. Apa karena ada sesuatu yang akan terjadi? Entahlah, dia tak ingin menduga-duga dan berakhir menjadi salah paham.    Sambil meregangkan tubuhnya selama beberapa saat, Jacob pun meraih ponsel pintar yang dia simpan di atas nakas, mencoba mencari tahu keadaan sang kekasih. Dia pernah membaca di sebuah artikel, bahwa tidur dekat dengan ponsel itu sangat berbahaya. Apa kar
Read more
32. Emily Tears
    "Ehhh?! Kenapa kau malah menangis, Emi?" Javier panik, saat melihat Emily menyeka pipinya yang mendadak basah. Buru-buru pemuda 17 tahun itu menyeka air mata yang tersisa dengan ibu jarinya secara hati-hati. "Aku sudah sering mengatakannya padamu, jangan pernah menangis lagi!"    "Kau tahu? Aku tidak suka melihat air matamu! Kau boleh bersedih, tapi jangan menangis seperti ini di depanku!"    Emily menggeleng pelan, ia gigit bibirnya perlahan. "Aku ... aku tidak tahu apakah Jacob masih ingin bersamaku atau tidak," bisiknya lirih. "Aku senang kau berkata seperti itu, Javi. Aku senang sekali. Aku sudah berjanji padamu untuk tidak lagi menangis di depanmu, tapi aku malah menangis lagi. Maafkan aku, Javi."    Raut wajah Emily kembali sendu. Air matanya kembali menitik jatuh. "Tapi, kakakmu sudah memiliki orang lain di sisinya, Vi. Apa yang bisa kulakukan selain
Read more
33. Emily's Tears 2
    Keceriaan yang terpancar di wajah tiga orang remaja yang sama-sama memiliki usia yang berbeda-beda itu memang suatu pemandangan yang teramat langka di kediaman Emily yang dirasa cukup sepi. Terutama dari apa yang dirasakan oleh kedua orang tua Emily ketika melihat anak perempuannya bisa tertawa lepas saat berada di tengah-tengah para sahabatnya yang saat itu sengaja berkunjung ke rumah mereka.    Mengintip dari sela-sela pintu yang terbuka sedikit, memang bukan tindakan yang terpuji, apalagi di beberapa negara, mengintip bisa dikategorikan sebagai aksi kriminalitas. Akan tetapi, rasa penasaran kedua orang tua dari seorang anak remaja yang tumbuh pesat memang tak bisa dibendung begitu saja. Larissa memeluk lengan kokoh sang suami, bersandar pada pundak lelaki yang telah ia nikahi belasan tahun silam dengan raut wajah sendu.    Nasib malang yang menimpa putri kesayangan mereka sama sekali tak b
Read more
34. Meet
    Orang-orang sering mengatakan, apa saja akan dilakukan oleh orang-orang jika segala sesuatu itu menyangkut dengan masalah uang. Alat tukar yang bisa dipakai untuk membeli sesuatu itu pun menjadi daya tarik orang di masa sekarang. Tidak, bahkan dulu pun, semua orang saling berlomba mengumpulkan uang yang banyak.    Sama halnya dengan dua orang sahabat baiknya Javier, kedua orang itu langsung bergerak cepat ketika mendengar tentang adanya bayaran. Pemuda itu mengernyit seketika. "Masalah uang saja, kalian berdua langsung secepat kilat ya?" kekehnya sambil tertawa kecil. Sesaat kemudian, ponsel di dalam sakunya pun berdering dengan sangat nyaring. Sampai-sampai raut wajahnya pun berubah seketika.    "Kenapa?" Daniel bertanya, lalu mendekat ke arah sahabatnya. Dengan malas, Javier mengangkat ponsel dan memperlihatkan siapa sang penelepon. "Orang berengsek itu menghubungiku sekarang," ucapnya data
Read more
35. Worries
    Tak menunggu sampai hari Sabtu tiba, pasangan suami istri dari keluarga Peterson telah kembali dari luar negeri pada hari Kamis pagi. Sepertinya, Meggan dan Charlie sudah benar-benar merindukan rumah dan anak-anak kesayangan mereka. Teman lama yang sudah mereka anggap keluarga sendiri pun, sempat meminta untuk bertemu di kediaman mereka setelah kepulangan keduanya dari perjalanan bisnis.    Walau tiba di pagi hari buta, tampaknya hal itu tak membuat mereka lupa menghubungi putra kesayangan mereka, Louis, untuk menjemput mereka di bandara. Mereka sudah menyiapkan banyak sekali buah tangan yang pasti akan disukai oleh anak gadis kecil kesayangan mereka, Julia.    Tentu saja oleh-oleh yang mereka bawa ini hanya untuk Julia seorang, sebab mereka tahu, Louis bukan anak yang suka meminta barang-barang bagus dari mereka. Jadi, tak ada salahnya jika mereka hanya pergi membelikan barang-barang bagus s
Read more
36. Be Panic!
    "Aku masih merasa sedikit ngantuk," ucap Charlie sambil menarik kursi di meja makan. Meggan, sang istri pun datang membawakannya secangkir kopi dan menaruhnya di hadapannya. Charlie menatap kopi dan wanita yang puluhan tahun lalu dinikahinya ini secara bergantian. "Terima kasih, Sayang."    Siapa yang menyangka, jika kedua orang ini dulunya menikah bukan karena cinta melainkan perjodohan yang sudah diatur oleh kedua orang tua masing-masing.    Meggan dan Charlie tak pernah terlibat dengan perasaan seperti cinta. Mereka menikah karena paksaan dari kedua orang tua yang sama-sama menginginkan kekayaan dari keluarga yang berbesan dengannya. Saat awal pernikahan pun, tak terdengar adanya ucapan manis yang romantis keluar dari bibir keduanya. Seolah memang tak ada cinta di antara mereka.    Namun, kini semua telah berbeda. Keduanya sekarang bak pecinta ulung yang
Read more
37. Bad News
    Tak ada seorang pun yang bisa menebak kemana perginya seseorang dari rumah. Kecuali mereka ada memberitahukan kepergian mereka kepada orang-orang terdekat sesaat sebelumnya, atau meninggalkan teka-teki di atas tempat tidur.    Hal itu pulalah yang menjadi teka-teki kepergian Julia Peterson dari rumahnya yang kini mendadak dipadati oleh orang-orang yang penasaran dengan kehadiran mobil polisi di rumah besar tersebut.    "Huu ... tolong, Pak Polisi! Tolong ... tolonglah aku, tolong bantu kami mencari anakku .... Anakku Julia!"    Meggan bersimpuh di atas lantai dengan wajah yang terhalangi oleh kedua tangannya. Menutupi wajah memerah yang basah karena air mata. "Kumohon! Tolonglah! Bantu aku mencari anakku! Hu hu hu.... Julia!"    Suasana di kediaman keluarga Peterson tampak ramai oleh orang-orang yang datang karena rasa pena
Read more
38. Searching
    Setelah kejadian di mana Julia pingsan di depan matanya, Mark yang mudah merasa bersalah akhirnya bersikap lebih sabar dalam menghadapi sang gadis. Toh, jika gadis itu mati sebelum eksekusi, tak akan ada bayaran untuk mereka dan itu berarti dia tak akan mendapat apa-apa selain amukan dari Javier yang kehilangan kesempatan untuk balas dendam.    Dia akan lebih berhati-hati kali ini.    Dan karena alasan itu, tugas memberi makan Julia pun ia alihkan saja kepada seorang Daniel Robert. Lagipula, Daniel tak keberatan dengan tugas ringan itu. Mereka berdua pun memutuskan untuk bertemu demi bertukar jaga.    Alih-alih bertemu di rumah yang jauh dari pemukiman, mereka memilih bertemu di minimarket langganan mereka. Toh, Javier berkata, tak perlu menjagai rumah itu seharian, jadi sah-sah saja jika keduanya keluar dari rumah tanpa perintah sang ketua.
Read more
39. Javier's Plan
    Semenjak menghilangnya anak perempuan di keluarga Peterson, sepasang suami istri di rumah itu terlihat murung dan juga tak bersemangat. Makan pun tak dilakukan dengan benar, pipi mereka terlihat lebih tirus dari sebelumnya.    Meggan bahkan mengurung diri semenjak hari itu di dalam kamarnya, sementara Charlie duduk termenung di ruang tamu, memikirkan keadaan anak perempuannya yang juga masih belum ditemukan. Walau pencarian sudah berjalan selama dua hari.    Kondisi kacau balau tersebut malah digunakan oleh Louis untuk mengambil alih perusahaan utama sang papa untuk sementara waktu. Apalagi, semua itu atas kehendak dan perintah yang dikeluarkan oleh Charlie sendiri, padahal Louis tak mengatakan apa-apa padanya, tetapi sang papa malah menyuruhnya menjadi pemimpin perusahaan sementara mereka mencari Julia yang entah berada di mana.    Sementara sang papa menun
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status