Semua Bab Antara cinta atau uang: Bab 1 - Bab 10
23 Bab
Ciuman
"Selamat pagi bibi, bagaimana kabar bibi hari ini?"   "Beginilah keadaan bibi Lia, bagaimana dengan pekerjaanmu?"   "Semuanya seperti biasa Bi. Semoga keadaan bibi lekas membaik ya. Aku harus segera berangkat kerja" Lia meninggalkan kecupan di dahi bibi nya. bibi Lauren sudah lama menghabiskan waktu di tempat tidur. Sementara keponakannya yang menjadi tulang punggung hanyalah seorang pegawai minimarket.   "Hati-hati Lia. Bibi sayang padamu" Lia melemparkan senyum, dia melambaikan tangan. Dan menutup Pintu rumah kecil itu.  Sebuah kota di pinggir pantai. Dengan gedung pencakar langit. Mobil-mobil mewah berseliweran di jalanan. Inilah kota Olio. Sebuah kota maju yang bebas. Industri yang maju pesat. Teknologi yang berkembang. Kesenjangan sosial yang tinggi. Berbeda dengan kehidupan Lia. Yang tinggal bersama bibin
Baca selengkapnya
Menjual sepupu
Di sebuah kota modern dengan teknologi yang maju, jalanan yang padat dipenuhi mobil-mobil mewah di beberapa sudut kota yang terasa macet. Di tengah kota suasana begitu asri dan rapi. Patung-patung menghiasi sudut-sudut kota memberi kesan eksentrik dengan sentuhan seni tinggi, gedung gedung pencakar langit, tempat-tempat hiburan menjamur hingga seperti pertokoan saja. Olio sebuah kota yang sangat maju dengan penduduk yang cenderung individualis, Olio kota modern! Dan berawal dari sini kisah itu dimulai    Sudut kota yang dipenuhi oleh ruko-ruko dengan banyak tempelan stiker dan poster, dapat dibayangkan kalau ini adalah pemukiman padat penduduk menengah ke bawah, bahkan sangat kebawah, rumah-rumah sangat rapat tanpa jarak, bau-bau got yang khas, kontrakan berjejer, di situlah seorang gadis cantik tinggal bersama bibinya yang sakit-sakitan. Lia harus bekerja setiap harinya   "bag
Baca selengkapnya
Pelayan bar
Seperti hari hari lainnya, Lexi pulang sangat terlambat malam ini. Sudah hampir tengah malam. Lia bersandar pada palang pintu menahan kantuk, dan tangan terlipat di dada. Saat Lexi mendekat bau alkohol menyeruak membuat Lia mual. Tatapan gadis itu penuh kemarahan.  "Hallo cantik!" Goda Lexi seperti biasanya, dia menggamit dagu Lia dan melengos masuk. Lia memutar badannya menatap punggung Lexi yang bidang.  "Lexi, apa kau tidak lelah!" Gusar Lia kesal.  "Apa!" Lexi mengangkat bahu mendengar nada sumbang sepupunya.  "Ayolah Lexi, carilah pekerjaan dan cukup bersenang senangnya!" Suara Lia berubah lirih seperti memohon.  "Maaf sayang. Rumah ini terlalu sempit dan bau. Mama terlalu ringkih dan lelah. Papa tak kunjung pulang. Lalu bagaimana aku mau bahagia?"   Lia menggeleng
Baca selengkapnya
Pelayan terbaik
Lexi mondar mandir panik di depan kampus ternama kota ini. Gedung dengan arsitektur tinggi berbentuk huruf u dengan kolam dan taman pada bagian depan, sementara gerbang tinggi tertutup sempurna tak bisa dimasuki sembarang orang, termasuk.lexi, pria itu hanya bisa mondar mandir memperhatikan tiap wajah yang membuka pintu mobil untuk men tap kartu mereka di monitor gerbang. Belum juga menemukan wajah yang dia tunggu. Sudah hampir satu jam Lexi gelisah.  Max menurunkan kaca jendela, dia melihat wajah Lexi di depan sana  "Hey! Kau mencari siapa!" Teriak max dari dalam mobil. Lexi segera berlari menghampiri mobil sport max. Wah gila, mata Lexi melotot tak percaya dengan tunggangan mewah max, impiannya! Hanya sebatas impian saja.  "Emh!" Lexi menggaruk.leher belakang, dia ragu ragu.  "Ada apa?" Tanya max heran dengan tingkah Lexi. Pria kemaren ini, apa bu
Baca selengkapnya
Dua pria
"Ah, sial!" Lia mencoba menyalakan scooternya dan tak bisa. Dia terlihat kesal dan melepaskan helm. Lia menepikan scooternya dan menyetop taksi.  "Uang ekstra tak terduga lagi!" kesal Lia.  Baru Hari pertama kerja tapi sepertinya Lia akan terlambat.  "Aku harus buru-buru atau pekerjaanku akan gagal!" Rok yang dikenakan Lia cukup mengganggu penampilannya. Sialan seragam ini! Belum lagi heel, oh Tuhan semua serasa menyiksa. Lia mencoba menenangkan diri  Lia tinggal di pinggiran kota dan lumayan cukup jauh, akan memakan waktu untuk menjangkau lokasi pub di pusat kota   "Bagaimanapun juga, aku harus bekerja dan aku tidak boleh kehilangan pekerjaan ku! aku membutuhkan banyak uang. Aku ingin kuliah, mengobati bibi, menjenguk mama dan melakukan banyak hal!" Lia mengepalkan tangan, mengumpulkan semangatnya. Untuk perta
Baca selengkapnya
Cara menyelamatkan diri
"Kenapa juga aku harus menemani tamu ini?" Gerutu Lia kesal. Dia menghentak hentakkan kaki menaiki anak tangga. Tentu sjaa dia mengeluh, bukankah bukan tugas dia melayani kamar VVIP?  Lia membawa sebotol wine mahal di tangannya. Naik ke lantai atas. Bukan lagi ruangan kaca seperti VIP sebelumnya. Ruangan ini sedikit lebih privasi. Lia menekan bel dan seseorang dari dalam membukakan pintu. Gadis itu melangkah ragu-ragu sambil menundukkan kepala sopan  Sebuah ruangan yang dilengkapi oleh sofa lengkap, kamar tidur berukuran king size, di atasnya menggantung lampu kristal. Meja kecil dengan lampu hias. Lukisan abstrak di dinding. Lia menyapu tatap keadaan sekitar. cahaya temaram membuat Gadis itu seakan merinding ketika kakinya menginjak pertama kali ke ruangan ini.   "Apakah kau yang bernama Lia?" Gadis itu mengangguk dan menyerahkan wine, dua orang staf berpakaian serba hitam len
Baca selengkapnya
Rasanya berbeda
Max membawa Lia ke pekarangan samping club'. Sebuah bangku dengan rimbun bunga warna warni dan cahaya lampu hias.  "Kenapa semua ini bisa terjadi sih!" Gerutu Lia kesal pada diri sendiri, max hanya tersenyum tipis dan mempersilahkan Lia duduk lebih dulu, gadis itu masih terlihat tegang dan kesal.  "Kau tunggu disini dulu, aku akan beli minuman" ujar max, Lia tak menoleh lagi. Dia langsung mengangguk saja. Kedua tangannya menyeka kasar pangkal rambut panjangnya yang bergelombang.  Lia duduk sendirian di kursi kayu di taman, tak jauh dari hingar bingar suasana di dalam. Mengharap max cepat kembali karena tenggorokannya sangat haus.  Lia berdiri dengan kesal, seakan gejolak di dada membuatnya merasa kecewa menyadari apa yang max katakan memang masuk akal. Jadi manager, supervisor, mereka biasa menjual pelayan pelayan mereka? Lia sulit percaya. Dia mera
Baca selengkapnya
Malam yang panjang
Edward merapikan piyama sutranya dan merebahkan diri di kursi besar seperti singgasana kerajaan, pada sisi kiri kanan dua gadis dengan pakaian minim memijit pundaknya. Seorang lagi mengulurkan cerutu dan menyalakan korek pada tobacco yang dijepit bibir Edward.  "Maaf tuan, anak mu mengacaukan rencana"   Fiuuh.. asap mengepul di antara temaram ruangan, Edward tertawa sinis.  "Maksudmu Maximilian?" Pria itu mengangguk  "Apa mereka berhubungan?" Pria di hadapan Edward kali ini ragu harus mengangguk atau menggeleng.  "Kenapa kau bilang dia masih murni dan polos tapi ternyata putraku malah sudah merasakannya" tatapan tajam Edward membuat pria yang berdiri di hadapan itu menelan ludah pahit. Dia terjebak dengan rencana dan kalimatnya sendiri.  "Sudahlah, lupakan gadis itu jika max me
Baca selengkapnya
Jangan salah faham
Lexi mendorong pintu hingga dia bisa masuk menerobos tubuh Max.   "Lia!!" Teriak Lexi tak percaya mendapati tubuh Lia yang terbaring di ranjang. Mariah dan Max ikut bergabung masuk.  Berbeda dengan wajah Max yang datar. Lexi tampak menatap wajah pria itu dengan sorot tajam begitupun bibinya Mariah.  "Apa, kenapa kalian melihatku seperti tertuduh!" Ujar Max tak terima. Lexi bangkit dari posisi berjongkok di bawah ranjang dan menyeka rambut panjang Lia yang terurai jatuh hingga hampir menyentuh lantai. Shit posisi apa ini!. Sebelum dia membuat perhitungan pada teman barunya, si Maxi. Terlebih dahulu Lexi membetulkan posisi Lia di ranjang. Ya ampun. Bahkan dia memakai pakaian tanpa mengancing penuh pada bagian dadanya. Dengan ragu Lexi menoleh dan membuang wajah. Lexi tak sanggup melihat bagian dada sepupunya yang terbuka itu.  "Aku tahu itu!" Uja
Baca selengkapnya
Obrolan yang salah
Jalanan Ohio yang kosong di pagi buta, mobil mewah dengan atap terbuka membuat angin menghembuskan rambut pirang mereka  "Apa kau tahu Sekarang pukul berapa?" Mariah menoleh pada Max  "Sekarang pukul empat pagi."  "Bersyukur sekali kakak belum pulang, kalau tidak habislah kita!"  "Apa Mama mengatakan sesuatu padamu bi? kenapa dia tidak pulang akhir minggu ini?" Max melepaskan stir sebentar dan menoleh pada bibinya yang duduk santai dengan jok rendah di sebelahnya, Mariah melirik sekilas sambil memijat dahinya, nampaknya dia masih pengar karena alkohol. Wanita itu mengangkat bahu membalas tatapan penuh tanya Max  "Aku pikir kau tahu kenapa kakak tidak pulang?" Selidik Mariah  "Aku malah tidak tahu" Max memberi tatapan tak mengetahui apapun.  Mariah m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status