Lia yang miskin. Bibinya yang sakit sakitan. Ibunya di penjara. Beruntung ada Maxi, pria baik hati yang memikat hati Lia. Tapi Jack hadir di antara mereka. Pria itu mengincar Lia yang polos untuk bos nya Edward yang tak pernah puas terhadap wanita. Edward adalah pengusaha kaya, ayah Max.Apakah Max bisa melindungi Lia. Ataukah gadis itu luluh oleh pesona Jack. Sementara Edward sudah terlanjur menginginkan dirinya sebagai pemuas di ranjang.
Lihat lebih banyak"Selamat pagi bibi, bagaimana kabar bibi hari ini?"
"Beginilah keadaan bibi Lia, bagaimana dengan pekerjaanmu?"
"Semuanya seperti biasa Bi. Semoga keadaan bibi lekas membaik ya. Aku harus segera berangkat kerja" Lia meninggalkan kecupan di dahi bibi nya. bibi Lauren sudah lama menghabiskan waktu di tempat tidur. Sementara keponakannya yang menjadi tulang punggung hanyalah seorang pegawai minimarket.
"Hati-hati Lia. Bibi sayang padamu" Lia melemparkan senyum, dia melambaikan tangan. Dan menutup Pintu rumah kecil itu.
Sebuah kota di pinggir pantai. Dengan gedung pencakar langit. Mobil-mobil mewah berseliweran di jalanan. Inilah kota Olio. Sebuah kota maju yang bebas. Industri yang maju pesat. Teknologi yang berkembang. Kesenjangan sosial yang tinggi. Berbeda dengan kehidupan Lia. Yang tinggal bersama bibinya dan sudah sakit-sakitan. Dia harus bekerja setiap hari di minimarket. Sementara..
Kediaman keluarga besar Edward
Sebuah rumah megah dengan kolam renang di depannya. Yang dilengkapi air mancur sebagai penghias taman. Seorang wanita muda bersama pria nya, mereka berkecupan hangat di belakang kemudi mobil. Permainan lidah yang lihai dan penuh gairah. Rasanya enggan untuk melepaskan tautan kedua bibir yang sangat haus itu. Pada akhirnya Mariah harus turun dari mobil dan membiarkan kekasihnya pergi.
Tanpa mereka sadari di kejauhan sana ada dua bola mata yang memperhatikan. Pria itu tersenyum sinis.
"Daniel. Kau tidak turun terlebih dahulu?"
"Tentu saja tidak, bagaimana kalau kakakmu melihatku. Dia pasti akan sangat murka."
"Oke baiklah. Kalau begitu sampai jumpa lagi sayang."
Mariah sekali lagi mengecup bibir kekasihnya. Dengan enggan dia menuruni mobil. Daniel melambaikan tangan. Meninggalkan kediaman Edward
Tuan Edward menyambut Mariah di depan pintu. Dia mengeluarkan senyum, lebih tepatnya sebuah seringai.
"Kau dari mana saja ipar?"
Tanya Edward dengan mengelus bibir tipisnya. bola matanya yang coklat menyapu dari ujung rambut hingga ujung kaki Mariah. Lihatlah pakaian yang ketat itu. Sangat indah membalut tubuh adik iparnya. Dia sangat cantik dan sensual. Tatapan Edward memiliki makna dalam.
"Hanya menghabiskan waktu"
Jawab Mariah sedikit malas. Edward selalu saja ingin tahu urusannya.
"Di mana kakak? Apa dia belum pulang bekerja?"
Tanya Mariah sambil ngeloyor pergi meninggalkan Edward. Pria itu mengangkat kedua tangannya. Wow, adik ipar yang sangat menggemaskan. Lihatlah bokong itu, bentuknya sangat menggemaskan. Edward mengayunkan tangan seolah memukul bokong Mariah. Wajah yang jelas sekali sudah tak tahan.
Rumah keluarga Edward, salah satu kediaman orang termasyhur di kota Olio. Pria paruh baya dengan kumis itu adalah seorang pengusaha pertambangan. Tapi kini dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Di mana dia bisa menikmati hari, menikmati pelayan pelayan cantiknya, adik iparnya yang masih muda yang berbeda dengan nyonya Edward, nyonya rumah itu masih sibuk mengejar harta. Masih ada Max, Dia adalah anak tunggal keluarga Edward. Max adalah calon pewaris tunggal keluarga besar itu. Pemuda itu terkenal tampan, memiliki tubuh yang atletis, sering muncul di majalah, yah dia cukup populer atau tidak, Dia sangat populer! Maximilian Edwardo!
Nampaknya hari ini Max tidak ada di rumah. Maria sudah mencari ke kamarnya dan ternyata kosong.
"Kemana ponakan tante yang paling tampan itu. Harusnya masih ada di rumah jam segini? Jangan bilang dia sudah ke kampus!" Maria bertolak pinggang. Baru saja dia akan memanfaatkan Max. Keponakannya itu sudah pergi duluan. Mariah mengacungkan undangan di tangannya.
"Harusnya dia menemani aku ke pesta nanti malam. Agar aku bisa keluar. Aku juga ingin menikmati malam panjang bersama Daniel. Aku butuh Max sebagai alasan!" Maria meraut wajah kecewa. Nampaknya rencananya tidak akan berjalan lancar.
***
Seperti dugaan Maria, Max memang sudah di kampus. Bukan, dia bukan sedang menikmati jam pelajaran, pria tampan itu sedang merebahkan diri di kursi cafe. Dia membuka tangannya di sandaran kursi. Max membuka kaca mata hitamnya. Memamerkan bola mata yang berkilau berwarna coklat terang. Ayolah, dia tahu selalu menarik perhatian wanita. Tapi tetap saja wajah itu cuek. Max sedikit sulit memilih wanita.
Bruuuk!!
Lia mengurut dahi. Lagi lagi, dia menjatuhkan isi kontainer di dalam genggamannya. kontainer berukuran kurang lebih setengah meter itu cukup berat untuk seorang wanita angkat. Lia segera menaruh kotak itu dan berjongkok, memunguti isinya yang berserakan di lantai. Untunglah buah ini belum matang, kalau tidak dia bisa merusaknya! Bagaimana cara dia menggantinya! bahkan gajinya pun sudah pas-pasan untuk biaya hidup.
Seseorang ikut berjongkok di hadapan Lia. Tangan kekar yang memamerkan guratan otot nyata. Max membantu Lia memunguti buah yang berserakan di lantai.
"Oh, terima kasih. Tapi kau tak perlu repot-repot" tolak Lia
Gadis itu mempercepat gerakannya. Dia memang tak membutuhkan bantuan Max. Dengan cepat ia menyelesaikan pekerjaannya. Lia kembali mengangkat kotak kontainer itu. Dia melanjutkan pekerjaan. Max berdiri mematung di belakang punggung Lia. Wanita yang cukup ketus dan kuat. Max mengangguk dengan isi pikirannya sendiri.
"Ada apa? Gadis itu mengacuhkanmu! Wah luar biasa!" Suara Leon membuat Max tersadar. Ya, sepertinya begitu. Max mengangkat bahu.
"Gadis seperti itu memang seharusnya tak acuh. Mereka tak bisa menjangkau posisi kita!" Haduh, kau sombong sekali Leon. Tapi ya, memang begitulah kenyataan. Leon dan Max kembali ke kursi mereka. Menikmati kopi hangat dan tatapan ngiler para gadis.
"Pilihlah seseorang yang kau suka. Si pirang, si rambut hitam berkulit eksotis, si bola mata biru dengan senyum dan lesung pipi, atau.." telapak tangan Max membuat Leon seketika diam.
"Apa kau sudah menentukan pilihan!" Wow, Leon takjub. Secepat itu Max, ternyata pangeran kampus memang sudah dewasa.
Max menatap ke parkiran samping. Dia mendapati gadis itu lagi. Kenapa sekarang dia terlibat perdebatan dengan pria berambut cokelat keriting. Sepertinya cukup serius. Max bangkit dari kursinya.
"Hey, kau mau kemana, gadis itu ada disebelah sana!" Tuding Leon ke kursi perkumpulan para gadis dengan wajah heran. Max mengambil arah lain.
"Max kau sulit sekali dimengerti!" Kesal Leon.
Max tak langsung ikut campur. Dia menyimak sesaat perdebatan gadis tadi dan pemuda ikal itu.
"Sudah kubilang Lexi, jangan libatkan aku dalam pestamu!"
"Aku tidak akan datang!" Lia menyeka kasar rambut panjangnya yang terikat asal.
"Ayolah Lia, kau harus pergi denganku!" Lexi mulai memaksa.
"Tidak. Aku banyak pekerjaan!"
"Lia. Kau harus pergi denganku!" Ketus Lexi dia menangkap pergelangan tangan Lia. Dia memang pemaksa. Membuat Max berdecak tertawa kecil. Tangannya terlipat di dada, dia bersender pada pintu mini market.
"Lepaskan aku!"
"Tidak!"
"Lepas!!" Geram Lia
"Tidak, sampai kau katakan iya!"
"Lepaskan!"
"Tidak!" Lia semakin kesal.
"Katakan kau akan ikut ke pub denganku!" Paksa Lexi.
"Sudah kubilang tidak mau!"
"Ayolah!"
"Lexi, kau membuatku marah!" Lexi malah mengejek
"Ayolah sekali saja" pria ini sungguh sungguh.
Lia menarik tangannya,, membuat tubuh Lexi malah kalah. Pria itu terjatuh karena hentakan tenaga Lia. Dia terlihat geram, Lexi bangkit, menepuk nepuk celana belakang nya yang kotor.
Wah sepertinya semakin gawat. Max membuka dekapan tangannya. Dia mulai menuruni anak tangga. Dan semakin ikut campur.
"Ayolah Lia, aku meminta baik baik tapi kau--" wajah dekat Lexi segera di blokade Max. Pria itu tiba tiba muncul diantara mereka. Membuat Lia dan Lexi mundur beberapa langkah. Siapa dia!
"Gadis ini tidak akan pergi denganmu" ujar Max menatap Lexi. Pria ikal itu mengangkat bahu, alisnya naik, dia seakan bertanya siapa orang ini kepada Lia.
Lia menggeleng. Entahlah.
"Siapa kau!" Sinis Lexi
"Dia tak akan pergi ke pub dengan pria sepertimu! Karena dia akan pergi hanya dengan pria seperti ku!" Ketus Max menarik pergelangan tangan Lia. Gadis itu terkejut dan pasrah saja saat tarikan kasar telapak kekar Max menarik tubuhnya. Tenaga pria ini bukan main main.
"Hah! Kau ini--" Lexi tertawa sinis. Bagaimana mungkin pria dengan jaket kampus terkenal ini dan Lia, yang benar saja!
"Siapa kau!" Tuding Lexi curiga
Max menarik lebih dekat Lia. Hingga gadis itu masuk ke dalam dekapannya. Dada yang bidang dengan bahu yang kokoh. Membuat seketika dada Lia bergetar. Shit, debar apa ini? Tunggu. Bukankah dia pria yang sama! Dia pria tadi.
"Karena dia adalah kekasihku!" Ujar Max mendorong tubuh Lia Ke dinding kaca mini market. Pria tampan itu memejamkan mata. Melumat habis bibir tipis Lia, dia menikmati gadis yang hanya bisa terkejut menatap betapa tampan rupanya.
Bukan hanya Lia. Seisi minimarket kompak berdiri dan menutup mulut yang menganga. Apa yang Max lakukan. Dia sedang menggadaikan harga diri?
Ternyata seperti ini rasanya ciuman. Max merasakan sensasi lain. Untuk pertama kalinya. Dia enggan melepaskan kesempatan. Pria itu mulai berani mengecup lebih dan mendorong masuk Indra pengecapnya, menikmati dinding dinding mulut gadis di hadapannya. Hayolah Max, ada banyak gadis yang menginginkan kecupan itu dari dulu, kenapa kau memilih pegawai minimarket yang lusuh! Kau gila ya!
"Oh my God!" Lexi tak percaya. Dia mencoba menarik kaos belakang max, berusaha menjeda ciuman panas mereka.
"Berani sekali kau!" Lexi mengacungkan tinju
"Aaakhhh!!" Max memegang buah juniornya yang baru saja di tendang Lia. Gadis itu membuang ludah. Mendengus dan meninggalkan Lexi yang bengong. Sementara Max meringis kesakitan.
"Are you oke bro?" Tanya Lexi cemas. Leon ikut bergabung.
"Sial wanita lusuh itu!" Gerutu Leon.
"Kau bilang apa tentang sepupuku!" Gertak Lexi. Max dan Leon bengong. Apa!
****
Max segera memasuki kediaman keluarganya yang super mewah, matanya menyorot ruangan yang temaram, dia menuju ke kamar Pauline, baru saja lampu dimatikan. Max tak mau mengganggu, dia membalik badan, besok dia harus bangun pagi untuk bisa bicara dengan Pauline. Max kembali ke ruang depan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Baru saja pria itu hendak membuka pintu kamarnya, Mariah muncul dan sedikit mengejutkan max. Wanita itu mengenakan sheet silk sepaha dengan tali kecil transparan sebagai penahan di bahu, dia menggaruk leher yang tak gatal. Max memicingkan mata heran, sudah pukul segini, kenapa Mariah belum tidur."Kau baru pulang?""Ya, kau belum tidur?" Mariah mengangguk dengan wajahnya yang ragu. Max ingin bertanya tapi dia mengurungkan diri melihat wajah bibinya itu juga terlihat ragu. Max menautkan alis heran, ada apa dengan Mariah."Sudah malam, pergilah tidur!" Ujar max kemudian. Mariah mengangguk kecil.&n
Max menepikan mobil, untuk kali ini Lia yang meminta, gadis itu menunjuk sebuah gang yang tak sepi, beberapa orang terlihat berkumpul dan berbicara kurang jelas. Lia membuka pintu mobil, dia turun dari mobil mewah max. Gadis itu tak menoleh lagi, dia terperangah heran dengan beberapa wanita juga masih terlibat berkumpul di depan gang, biasanya mereka sudah terlelap, ini pukul tiga dini hari. Lia setengah berlari menyebrangi jalan. Entah kenapa dadanya tiba tiba bergetar, perasaannya tak enak.Max menatap punggung Lia, pria itu ikut menuruni mobil, dan memastikan Lia menyeberang dengan aman. Dia sedikit ingin tahu, entah itu rumah Lia, kawasan gadis itu tinggal atau wajah Lia yang tiba tiba lain. Dengan penasaran max menyusul langkah Lia."Ah itu Lia!" Tunjuk Elle menantu ibu kos yang tinggal bersebelahan dengan rumah bibi."Ada apa ka?""Kau dari mana saja! Kau membiarkan bibimu sendirian, kau
Max memacu kecepatan mobilnya. Dia sedang mengantar lia pulang malam ini. Pria itu mengangkat tangan dan menyeka rambut lia yang tertiup angin malam, ya mobil itu sengaja di buka, hingga mereka bisa leluasa menikmati suasana malam. Lia tersenyum tipis mendapat perlakuan lembut max."Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya max kemudian. Lia menaikkan alis dan menjawab dengan gerakan bahu."Entahlah.""Apa belum pernah?" max penasaran."Entahlah, aku tak begitu yakin. Aku terlalu sibuk dengan kehidupanku, hingga tak memikirkan masalah cinta" pria itu tersenyum lalu menepikan mobil hingga lia protes."Kenapa berhenti?" max tak mendengarkan ucapan lia, dia membuka pintu nya, berjalan cepat dan membuka pintu lia, gadis itu mengerutkan dahi tak mengerti "kau mau apa max?" pria itu hanya menoleh dan tersenyum sambil menarik pergelangan tangan lia."Bohong!" ujarnya.Lia semakin bingung. Max meraih pinggang ramping lia dan menaikkan gadis itu ke a
Max menepikan mobil, untuk kali ini Lia yang meminta, gadis itu menunjuk sebuah gang yang tak sepi, beberapa orang terlihat berkumpul dan berbicara kurang jelas. Lia membuka pintu mobil, dia turun dari mobil mewah max. Gadis itu tak menoleh lagi, dia terperangah heran dengan beberapa wanita juga masih terlibat berkumpul di depan gang, biasanya mereka sudah terlelap, ini pukul tiga dini hari. Lia setengah berlari menyebrangi jalan. Entah kenapa dadanya tiba tiba bergetar, perasaannya tak enak.Max menatap punggung Lia, pria itu ikut menuruni mobil, dan memastikan Lia menyeberang dengan aman. Dia sedikit ingin tahu, entah itu rumah Lia, kawasan gadis itu tinggal atau wajah Lia yang tiba tiba lain. Dengan penasaran max menyusul langkah Lia."Ah itu Lia!" Tunjuk Elle menantu ibu kos yang tinggal bersebelahan dengan rumah bibi."Ada apa ka?""Kau dari mana saja! Kau membiarkan bibimu sendirian, kau
Max memacu kecepatan mobilnya. Dia sedang mengantar lia pulang malam ini. Pria itu mengangkat tangan dan menyeka rambut lia yang tertiup angin malam, ya mobil itu sengaja di buka, hingga mereka bisa leluasa menikmati suasana malam. Lia tersenyum tipis mendapat perlakuan lembut max."Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya max kemudian. Lia menaikkan alis dan menjawab dengan gerakan bahu."Entahlah.""Apa belum pernah?" max penasaran."Entahlah, aku tak begitu yakin. Aku terlalu sibuk dengan kehidupanku, hingga tak memikirkan masalah cinta" pria itu tersenyum lalu menepikan mobil hingga lia protes."Kenapa berhenti?" max tak mendengarkan ucapan lia, dia membuka pintu nya, berjalan cepat dan membuka pintu lia, gadis itu mengerutkan dahi tak mengerti "kau mau apa max?" pria itu hanya menoleh dan tersenyum sambil menarik pergelangan tangan lia."Bohong!" ujarnya.Lia semakin bingung. Max meraih pinggang ramping lia dan menaikkan gadis itu ke a
Mariah sedang menonton acara televisi saat ini pukul tujuh malam. Edward merapatkan piyamanya, dia menghampiri Mariah yang fokus pada layar televisi. Pria itu berdiri di belakang Maria dengan kedua telapak tangan bertumpu pada sandaran sofa. Edward meletakkan kepalanya berjarak hanya sepuluh Senti saja dari kepala Mariah."Kau sedang menonton apa?" Sontak suara Edward mengejutkan Mariah. Gadis itu segera menengadahkan kepala dan mendapati dagu Edward, tatapan pria itu terlihat lain dengan senyuman melengkung sempurna. Mariah sedikit menggeser posisi. Dia merasa jengah."Kakak ipar.." gumam Mariah segan. Edward mendaratkan bokong tepat di sebelah Mariah. Sudah bukan waktunya dia berpura pura lagi.Edward menoleh pada Mariah, sementara wanita itu memainkan remote di tangannya, dia seakan ingin fokus pada layar di depan sana. Tapi tak bisa. Edward mendaratkan telapak tangannya di atas paha Mariah, membuat mata wanita
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen