Semua Bab PERFECT HUSBAND [INDONESIA]: Bab 1 - Bab 10
40 Bab
Prolog
“Tapi gue hamil anak lo, Ren. Zuhra berteriak melampiaskan kekecewaannya.“Gue tahu, Ra. Gue tahu. Tapi gue gak bisa.” Reno menjambak kasar rambutnya, merasa frustasi.“Lo tega, Ren. Lo tega sama gue.”“Ra, sorry. Gue janji setelah kuliah gue selesai, gue bakal jemput lo, oke? Reno mencengkeram bahu Zuhra, “sekarang gue harus berangkat, lo baik-baik di sini.”“Lo berengsek, Ren. Ini anak lo tapi lo mau lepas tangan gitu aja? Lo bilang cinta ke gue, mana, Ren? Mana?” Zuhra meronta saat Reno menariknya ke pelukan pria itu. Gue beneran sayang sama lo, Ra. Tapi, sorry gue harus tetep berangkat demi nyokap bokap gue. Gue bakal jemput lo suatu saat nanti.”“Terus gue gimana, Ren? Anak ini gimana?” Zuhra menunjuk perutnya yang masih terlihat rata sambil tersedu-sedu.“Ra, lo bisa gugurin, kan?”Bagai disambar petir, kata-kata Reno seperkian
Baca selengkapnya
Satu
Langkah Zuhra terasa berat saat memasuki rumah yang hampir empat tahun ini ditinggalinya bersama ayah dan bundanya.“Assalamualaikum,” ucap Zuhra seceria mungkin.“Wa’alaikumsalam.”“Dari mana saja kamu?” tanya Ayah Zuhra, terlihat sekali pria paruh baya itu sedang menahan amarah.“Da-dari rumah teman, Yah,” jawab Zuhra gugup.Tentu saja dia gugup, ayahnya pasti akan sangat marah karena anak gadis satu-satunya tidak pulang semalam dan baru kembali pagi ini.“Duduk,” perintah Pak Albar -Ayah Zuhra- tegas.Dengan gelisah Zuhra menuruti perintah ayahnya. Gadis itu duduk di hadapan ayah dan bundanya seperti seorang tersangka. Masih ada satu lagi yang tidak boleh disepelekan. Tatapan tajam pria yang duduk di sebelah sang bunda, Randy Marcello, abang tercintanya.“Ada apa, Yah?” tanya Zuhra berharap bisa menghentikan tatapan menyelidik ayahnya.Bunda
Baca selengkapnya
Dua
Zuhra duduk dengan gelisah di sebelah bundanya, kedua jarinya terpaut di atas pangkuan. Sesekali gadis itu akan meremas jari tangan, mencoba mengurangi risau.Di hadapannya duduk seseorang pria yang tengah berbincang hangat dengan ayahnya, lebih tepat Ayah Zuhra yang mencoba akrab dengan pria itu. Karena sedari tadi dia perhatikan, pria itu hanya sedikit berbicara, menjawab apa yang ayahnya tanyakan tanpa bertanya kembali. Tipikal pria yang sangat irit bicara.Zuhra kembali meneliti penampilan pria itu, tidak ada yang spesial. Cara berpakaiannya sama dengan eksekutif muda lainnya, karena yang Zuhra tahu pria ini memang seorang pengusaha.“Jadi, kapan keluarga Nak Dirgam bisa datang ke rumah?” tanya Pak Albar tanpa basa basi.Mendengar nama pria itu saja sudah membuat Zuhra merinding, apalagi membayangkan dirinya harus hidup serumah dengan pemilik nama tersebut selamanya. Catat ... selamanya!Zuhra pasti akan mati ketakutan.
Baca selengkapnya
Tiga
Langit cerah kota Jakarta mulai memudar dan digantikan pekatnya malam. Meski begitu, ada banyak bintang yang bertabur acak menghiasi gelapnya cakrawala, di sela-selanya terselip senyum lembut yang berasal dari bulan berbentuk sabit.Zuhra Kalinka, menatap lurus bayangan dirinya yang sedang duduk di kursi panjang halaman belakang rumah. Tidak ada pemandangan menarik di depannya, hanya rumput hijau yang dengan rutin dipapras dan beberapa tanaman bunga milik bundanya yang terlihat di keremangan.Melalui posisinya saat ini Zuhra masih bisa mendengar suara riuh canda tawa dari dalam rumah, mungkin yang paling keras adalah suara ayahnya. Meskipun Zuhra tahu masih ada terselip bahagia palsu dalam tawa itu.“Bagaimana keadaannya?” Zuhra serta merta menoleh ke samping di mana suara itu berasal. Cukup lama mereka berdiam diri tanpa ada satu pun yang membuka suara. Zuhra seakan melupakan keberadaan lelaki yang sedari tadi duduk di sebelahnya.
Baca selengkapnya
Empat
Zuhra menatap beberapa lipatan kertas berpita yang ada di hadapannya sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuk di meja. Sesekali diiringi kerutan di kening, pertanda dirinya sedang berpikir keras.Dengan hati-hati disingkirkannya beberapa kertas dan hanya menyisakan satu di hadapannya.“Zuhra suka yang ini, bagaimana menurut Mas?” Zuhra menunjuk kertas berwarna maroon dengan tinta emas yang tadi disisakannya.“Bagus.” Seperti biasa, singkat, padat, tapi tidak jelas.Zuhra menoleh ke sebelah di mana Dirgam sekarang berada.Mereka sedang duduk bersebelahan di karpet bulu. Zuhra memang lebih suka duduk di sini daripada di atas sofa, tidak menyangka Dirgam juga mengikutinya.“Jadi, kita pilih yang ini?” tanya Zuhra meyakinkan.“Ya.”Zuhra hampir saja berdecak kesal karena jawaban ringkas yang selalu Dirgam berikan.Bicara saja pelit, apalagi yang lain, batin Zuhra.“
Baca selengkapnya
Lima
Pernikahan Zuhra dengan Dirgam tinggal seminggu lagi, semua persiapan sudah diurus. Undangan merah maroon pilihan mereka kemarin juga sudah disebar.Awalnya Zuhra berpikir pernikahan mereka akan digelar di gedung hotel, namun ternyata Dirgam lebih memilih halaman belakang rumah Zuhra yang luas sebagai tempat resepsi mereka.Dirgam mewujudkan impian pernikahan garden party ala-ala Zuhra. Namun alasan utamanya adalah agar Zuhra tidak capek bolak balik ke hotel untuk sekedar mengecek persiapan pernikahan mereka. Dirgam memberikan peluang penuh bagi Zuhra untuk mengatur dekorasi sesuai keinginannya.Zuhra tersenyum mengingat itu.“Sudah makan?” Suara berat itu mampu mengembalikan Zuhra ke dunia nyata.Zuhra mengangguk sebagai jawaban, “Mas baru pulang?”“Hmm.”“Zuhra buatkan teh, ya?”“Tidak usah, saya hanya sebentar.”Saya, saya, saya, sayaaa.Zuhra sebal se
Baca selengkapnya
Enam
Keadaan rumah Zuhra sudah mulai ramai pagi ini, beberapa kerabat yang tinggal di luar Pulau Jawa sudah mulai tiba di Jakarta. Beberapa pekerja juga tengah sibuk menata peralatan pesta untuk esok hari. Sesekali Zuhra juga ikut mengecek apakah semua sudah sesuai dengan yang direncanakan atau belum.Sudah hampir seminggu dirinya tidak bertemu Dirgam, terakhir kali bertemu pria itu adalah pada hari minggu lalu. Setelahnya Dirgam tidak pernah berkunjung lagi. Jika ada keperluan penting seperti hal-hal yang menyangkut pernikahan maka pria itu akan mengutus orang kepercayaannya.“Mbak, kelihatannya Zuhra ini gemukan? Efek seneng punya calon suami guanteng, ya?” Salah satu kerabatnya sempat bertanya.Zuhra tersenyum kaku, kehamilannya memang masih dirahasiakan oleh keluarganya. Ayah Zuhra masih bingung ingin menceritakan seperti apa. Lagipula itu adalah aib keluarga.“Iya, Vin, udah tenang dia sekarang.” Bunda Zuhra mengusap kepala anaknya
Baca selengkapnya
Tujuh
Terkadang kita selalu melihat pelangi di atas kepala orang lain, lalu merasa kalau hidup mereka lebih indah dan berwarna dari hidup kita sendiri, tanpa kita sadari bahwa di atas kepala kita ada langit cerah dan begitu elok yang di anugerahkan oleh Tuhan.Zuhra mulai mengepak beberapa barang dan pakaian miliknya. Hari ini dirinya akan pindah dari rumah ayah dan bundanya. Statusnya sekarang sudah berubah. Jadi sudah seharusnya dia siap akan semua perubahan.“Sudah siap?”Zuhra menoleh saat mendengar pertanyaan Dirgam, “Belum, Mas.”“Hm.”Ingin sekali rasanya Zuhra mendengus kesal dengan reaksi Dirgam. Apa tidak ada jawaban lain? Kapan hubungan mereka ada kemajuan kalau seperti itu.Zuhra memasukkan bajunya ke dalam koper dengan dongkol.“Kenapa sebanyak itu?” Dirgam mengernyit di tepi ranjang.Zuhra pun tak kalah bingung, namanya perempuan ya pasti punya banyak baju atau alat kosmet
Baca selengkapnya
Delapan
Tepukan lembut di pipi Zuhra mengusik tidur nyenyaknya. Matanya bahkan terasa amat lengket untuk sekedar terbuka. Karena itu dirinya hanya bergumam sambil berbalik dan tidur lagi. Namun tidak bertahan lama saat indera pendengarannya menangkap suara khas seseorang.“Kamu mau sholat Subuh bareng atau saya tinggal?”Zuhra bahkan langsung terduduk setelah mendengar suara Dirgam. Dirinya meringis menahan malu karena sebagai istri harusnya dia yang membangunkan Dirgam, bukan malah sebaliknya.Memang, hal terberat bagi Zuhra selama ini adalah bangun Subuh, bahkan bundanya harus rajin-rajin menggedor pintu agar dirinya tidak tidur lagi.“Mas duluan aja, Zuhra belum mandi,” ucapnya seraya mengamati Dirgam yang sudah tidak mengenakan piyama tidur, itu artinya pria itu sudah mandi.“Sepuluh menit, saya tunggu.”Setelah mengatakan hal itu Dirgam berjalan keluar kamar meninggalkan Zuhra yang hanya mampu mengedipkan mat
Baca selengkapnya
Sembilan
Dirgam menatap lurus ke depan, di mana punggung kokoh seseorang yang berbalut jas formal bersama antek-anteknya menghilang.Pandangan pria itu begitu sulit diartikan, membuat Zuhra yang sedari tadi juga ikut mengamati berhenti mengunyah makanannya.“Mas....” Teguran Zuhra mengalihkan perhatiannya.Dirgam menoleh dengan pandangan seakan bertanya ‘ada apa?’“Kenapa nggak makan?” tanya Zuhra.“Tadi sudah makan dengan klien.”“Kalau gitu kenapa pesan makanan sebanyak ini?” gerutu Zuhra.Dirgam mengedikkan bahu. Kamu kan harus makan dua porsi. Ingat, kamu bukan hanya memerlukan gizi untuk dirimu sendiri saja, omelnya. Meskipun begitu, bukan berarti Zuhra harus menghabiskan semua ini. Ingat, perut Zuhra cuma satu ini saja, kesalnya. Sudah jangan cerewet, habiskan yang sanggup kamu habiskan saja, pe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status