Semua Bab PERFECT HUSBAND [INDONESIA]: Bab 11 - Bab 20
40 Bab
Sepuluh
Zuhra makan dengan lahap, dirgam yang tadi sedang menyendokkan makanan ke mulutnya sampai harus berhenti mengunyah. Melihat wanita itu memakan habis isi piringnya membuat pria itu tersenyum samar. Kamu makan seperti orang kelaparan, sindir pria itu. Zuhra hanya tersenyum dan tak menghiraukan ejekan suaminya itu. Toh dia tahu, siapa yang paling kalang kabut kalau ia sampai tak berselera makan. Siapa suruh nikahin perempuan hamil dan rakus kayak Zuhra, ucapnya santai. Kamunya minta dinikahin, sahutnya tak kalah santai. Eh, nggak ada ya! sangkal wanita itu. Atau ayah yang maksa Mas, ya? Zuhra baru kepikirann sekarang. Habiskan makananmu, titah pria itu. Mas . Zuhra tak terima
Baca selengkapnya
Sebelas
Zuhra berjalan mondar-mandir seraya melirik jam dinding di kamar.‘Katanya mau pulang cepat, dasar tukang kibul,’ omel Zuhra.Zuhra menyambar smartphone miliknya yang tergeletak di atas tempat tidur, menimbang antara menelpon Dirgam atau tidak.‘Telpon, enggak?  Telpon, enggak?’ gumam Zuhra seraya menggerak-gerakkan jarinya di atas kontak Dirgam. Sungguh, ia dilema.“Oh My God!” pekik Zuhra kaget.Tuuut ....Dengan cepat Zuhra mematikan sambungan tersebut. Entah apa yang tanpa sengaja dilakukan jarinya tadi, sehingga panggilan dengan Dirgam tersambung, membuat Zuhra terkejut setengah mati.Tak lama kemudian handphone Zuhra berbunyi dan menampilkan panggilan dari Dirgam. Zuhra memutuskan untuk menerima panggilan masuk itu dan berpura-pura bahwa dia tadi salah pencet, toh memang dia tidak benar-benar ingin menelpon Dirgam, bukan?“Hallo,”“Di mana?”Zu
Baca selengkapnya
Dua Belas
“Loh, kok berhenti di sini, Al?”Meski protes, namun Zuhra tetap turun dan melepas helmnya.“Iya, kita makan bentar ya? Aku belum makan dari pagi.” Albi menampilkan cengirannya.“Tapi, bakso aku?” Zuhra mengangkat kantongan plastic itu dengan ragu.“Makan di sini juga nggak apa-apa,” sahutnya cuek, lalu mengajak Zuhra mengikutinya masuk ke dalam restoran.“Ih, ntar kita diusir,” bisik Zuhra.Albi tertawa santai. “Mana berani mereka.”“Udah ah, yuk.”Albi menyantap makanan yang dipesannya dengan lahap, begitu juga Zuhra yang saat ini menikmati bakso yang dibelinya tadi.Ra, gue mau tanya sesuatu. Tapi, lo jangan marah, ucap laki-laki itu setelah menyelesaikan makannya. Hmm, tanya apa? Lo  beneran udah nikah? tanya Albi ragu.
Baca selengkapnya
Tiga Belas
Keesokan harinya masih sama, belum ada perbincangan yang terjadi di antara mereka, dan itu semakin membuat Zuhra gelisah.Ini pertengkaran pertama mereka semenjak sebulan pertama menikah, dan rasanya begitu tidak mengenakkan.Malam ini Zuhra bertekad untuk menunggu Dirgam pulang, bagaimana pun juga mereka harus bicara. Ini sudah tiga hari, dan itu cukup rasanya untuk mendinginkan pikiran.Kalau di antara mereka tidak ada yang mau mengalah dan menurunkan sedikit ego, maka hancurlah semuanya, dan untuk sekarang ini, Zuhra tahu dia yang harus mengalah.Zuhra meneguk minuman botol yang sedari tadi di bawanya. Saat ini dirinya sedang berjalan santai di Taman Kota. Tak begitu banyak aktivitas di sini mengingat ini bukan hari libur, hanya beberapa saja yang ingin bersantai seperti dirinya.Merasa tubuhnya sudah mulai gerah, Zuhra akhirnya memutuskan untuk kembali ke apartemen. Anggap saja tadi itu sedikit olahraga, karena baik untuk kandungannya.✏
Baca selengkapnya
Empat Belas
Pagi ini Zuhra baru saja selesai bersibuk-sibuk ria di dapur menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Dirgam. Kemarin sore Mbok Darmi izin pulang ke Semarang karena anaknya wisuda.Zuhra merasa terharu dengan perjuangan Mbok Darmi dan anaknya. Meski bukan anak kandung, tetapi Mbok Darmi begitu menyayangi putrinya yang hari ini resmi mendapat gelar kebidanan. Tidak sia-sia selama ini perjuangannya membanting tulang demi menyekolahkan buah hatinya.Zuhra berharap dirinya bisa menjadi ibu yang baik seperti Mbok Darmi untuk anak-anaknya kelak.“Melamun?”Suara berat Dirgam terasa begitu dekat di telinga Zuhra.Wanita itu tersenyum kikuk, pasalnya saat ini Dirgam begitu menempel dengannya yang sedang menata makanan di atas meja. “Enggak, Mas. Zuhra cuma kepikiran sama Mbok Darmi,” ucapnya gugup.“Kenapa sama Mbok?” tanya Dirgam sambil menarik kursi hendak sarapan.Zuhra mengusap lembut perutnya
Baca selengkapnya
Lima Belas
“Kamu ... ngapain di sini?”“Kita harus bicara, Ra,” ucap laki-laki itu tegas.Zuhra tersenyum miris, rasanya ingin menangis mendapati orang itu kembali. Lelaki itu berdiri tegak di hadapannya dengan tubuh sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu apa pun. Cukup menandakan bahwa pria di hadapannya ini hidup dengan tenang tanpa rasa bersalah setelah meninggalkannya dengan keji tiga bulan yang lalu.“Aku ngerasa nggak perlu.” Zuhra berniat menutup pintu, tapi dengan sigap ditahan oleh laki-laki itu.“Perlu! Kamu harus dengerin aku, pria itu berengsek, Ra. Kamu harus ceraikan dia,” ucapnya penuh emosi.Zuhra menghentikan gerak tangannya yang menahan pintu. “Maksud kamu?” ujarnya tak suka, Reno tak punya hak menjelekkan Dirgam di hadapannya.Siapa yang dimaksudnya berengsek di sini?“Kamu tahu maksud aku, Ra,” ucap Reno Pramudya, pria yang sangat disayanginya, du
Baca selengkapnya
Enam Belas
Ibu kota Jakarta memang terkenal akan padatnya jalanan dengan berbagai kendaraan. Itulah yang saat ini sedang dipandangi oleh Zuhra. Sesekali ia melirik ke arah Dirgam yang sedang fokus mengemudi.Entah perasaannya saja atau tidak, tapi Zuhra merasa Dirgam lebih banyak diam semenjak mereka selesai makan tadi.Teringat soal tadi, Zuhra juga sempat kaget melihat laki-laki itu berdiri di sana. Memandang lekat ke arah ia dan Dirgam, tak lama setelah pandangan mereka bertemu, pemuda itu berlalu.“Mas ....”“Hm,” sahut Dirgam datar.“Kepengen sate ...." Zuhra berkata sambil sesekali mengusap perutnya. Sekilas ia dapat melihat Dirgam menarik napas panjang, apa pria itu kesal dengan permintaannya? Zuhra jadi merasa gelisah sendiri."Ngh ... besok juga nggak apa-apa, Mas, Zuhra juga masih kenyang." Wanita itu meringis sendiri dengan kelabilannya. “Di depan ada tukang sate.” Dirgam bersiap menepikan mobilnya, tempat ini memang agak ramai. Banyak muda-mudi yang sedang menikmati kuliner malam di
Baca selengkapnya
Tujuh Belas
Zuhra melirik sebal Dirgam yang sudah duduk tegak dengan santainya, seolah baru saja tidak terjadi hal apa pun. Yah, meskipun memang tak terjadi hal apa-apa. Tapi kan ....“Kenapa wajahmu cemberut begitu?” tanya pria itu heran.Zuhra menoleh, menatap garang wajah Dirgam. “Nggak apa-apa,” ucapnya ketus.“Hmm.”Ish ....“Lain kali kalau ada kotoran itu langsung bilang, nggak perlu kayak tadi,” ucap Zuhra bersungut-sungut.Alis Dirgam bertaut. “Kenapa?” tanyanya bingung.“Ya, nggak boleh aja,” gerutu Zuhra, “kayak mau ngapain aja.”Dirgam menggeser duduknya lebih rapat. “Memangnya kamu pikir saya mau ngapain?”Zuhra seketika memundurkan badan menjauh, tapi tertahan lengan yang tiba-tiba melingkar di perutnya. “Mau ngapain, hm?”Zuhra menggeleng. Enggan menutup mata, tak mau Dirgam berasumsi bahwa dirinya sedang berpikiran yang tidak-tidak, walaupun sebenarnya iya. Ugh ... jantungnya berdetak kencang menyadari kedekatan mereka sekarang ini.“Dahi kamu kok lebar, sih?”Zuhra mendelik tajam.
Baca selengkapnya
Delapan Belas
Zuhra duduk sendirian di kursi taman. Pikirannya yang berserabut butuh udara segar supaya kembali fokus dan tenang.Dua minggu berlalu sejak kejadian itu, Dirgam jadi lebih pendiam. Bahkan kini pria itu jarang berada di rumah. Pulang kantor selalu larut malam dan sudah pergi lagi pagi-pagi sekali. Padahal seharusnya Dirgam yang membujuk dan menjelaskan pada Zuhra, tapi kenapa malah pria itu yang terkesan marah dan merajuk. Bahkan, pria itu menugaskan beberapa orang asisten rumah tangga tanpa sepengetahuannya.“Kamu nggak pernah berubah, selalu menepi ke taman setiap ada masalah.”Ada rasa terkejut yang menelusup. Namun Zuhra enggan menoleh, apalagi menanggapi ocehan orang yang Zuhra tahu tempatnya di masa lalu.“Kamu di sini. Aku artikan bahwa bukti itu sudah bisa kamu pahami,” ucap Reno santai.“Itu bukan bukti,” sahut Zuhra ketus.Reno tertawa seolah mengolok. “Lalu yang seperti apa yang bisa kamu sebut bukti, Rara?” pancingnya dengan panggilan manis mereka dulu.“Jangan panggil aku
Baca selengkapnya
Sembilan Belas
Zuhra menarik Dirgam duduk, meski terlihat ogah-ogahan, tapi pria itu tidak menolak. Setelahnya Zuhra berlalu menuju dapur dan kembali dengan segelas air putih dan kotak P3K.“Diminum, biar nggak emosi.”Dirgam menerima gelas dari Zuhra dan langsung menghabiskan isinya hingga tandas. Memang sedari tadi dia merasa panas dan gerah sehingga memutuskan untuk mandi. Apalagi setelah melihat sesuatu yang membuat otaknya semakin memanas.Zuhra kembali mendekat dengan handuk ditangan kanannya. Dirgam yang duduk di pinggir kasur memudahkan gerakan Zuhra yang hendak mengeringkan rambut pria itu.Dirgam diam saja saat rambutnya diusap berulang-ulang hingga acak-acakan dengan handuk oleh istrinya. Kegiatan Zuhra yang memperlakukan dirinya seperti anak kecil ini membuatnya merasakan desiran halus di hati. Ada perasaan senang karena diperhatikan, mugkin karena dulu dia tidak pernah merasakan ini.“kasurnya basah,” omel Zuhra.Dirgam menahan Zuhra yang hendak menjauh.“Cuma ngembaliin handuk,” jelasny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status