Semua Bab Infinity Love (Bahasa Indonesia) : Bab 1 - Bab 10
40 Bab
01.
Lorong-lorong bercat putih tulang ini terasa sunyi bagi Neira, walau kenyataannya lalu-lalang orang sedari tadi berpapasan dengan dirinya. Berada di sini, rasanya lebih menakutkan dari tempat manapun yang pernah ia pijak. Kaki terasa berat untuk melangkah. Di kepalanya ada ribuan suara kata hati yang sedang berkecamuk, berdebat dengan diri sendiri, memaki diri sendiri. Hatinya berkata, 'Jangan datang ke tempat ini!' tapi otaknya tak mampu lagi berpikir tempat mana lagi yang harus ia tuju.Tepat di depan pintu lift langkah kaki Neira berhenti. Ia tidak segera memasuki lift, tapi bergeming dengan tatapan kosong pada lantai lift itu. 'Benarkah ia harus kembali ke tempat ini?' Lagi dan lagi ia menanyakan pertanyaan ini pada dirinya sendiri. Dalam kebimbangan yang kian menjadi, langkahnya justru terayun menjauhi lift, ia memilih menaiki tangga menuju lantai enam tujuannya.Seperti orang
Baca selengkapnya
02.
Agra hanya menatap datar penampakan di hadapannya ini. Masih gadis yang sama, dengan ekspresi yang sama, dan kebisuan yang juga sama."Jadi, mau kamu sebenarnya apa? Saya bukan cenayang yang tahu isi kepala kamu."Bukannya menjawab, gadis itu justru meremas roknya dengan mata yang berkaca-kaca."Astagaaa .... "Agra meraup wajahnya frustasi. Sebenarnya apa mau gadis ingusan ini di apartemennya? Dan sekarang, gadis ini malah akan menangis seolah Agra mengambil permen miliknya."Ok, biar saya tebak. Kamu patah hati? Baru putus cinta? Pacar kamu selingkuh? Atau cinta kamu ditolak?" Agra kembali membungkuk agar mereka setara. Maklum gadis ini tingginya hanya se-bahu Agra.Agra tersenyum manis menanti jawaban. Menatap dua bola mata cantik, yang entah meng
Baca selengkapnya
03.
Langit menguning, matahari sudah mulai mencumbu tanah. Neira menapaki jalanan taman dengan lesu. Bahunya merosot tajam seolah tak ada lagi semangat hidup. Di bangku besi kosong bawah pohon beringin, akhirnya ia mengistirahatkan diri. Tubuhnya letih, begitupun dengan hatinya. Ia tidak tahu lagi harus pergi ke mana? Apa yang harus ia lakukan esok? Jangankan memikirkan itu semua, malam ini dia bisa tidur di mana? Dia tidak tahu. Ia menerawang pada bangunan tinggi yang tak jauh dari tempatnya duduk, lebih tepatnya bangunan itu adalah apartemen yang baru saja ia tinggalkan. Ia menggeleng kepala perlahan, mengingat cek seratus juta di depan matanya yang sudah ia tolak mentah-mentah. Harusnya dalam kondisi seperti saat ini, cek itu adalah penyelamat bagi hidupnya. Tapi harga dirinya terasa tersakiti jika ia menerima seratus juta itu. Dia bukan pelacur yang setelah dipakai lalu dibayar dan urusan sel
Baca selengkapnya
04.
"Pak, beneran engga bisa bantu? Sebentar saja, Pak." Mohon gadis itu kepada satpam  di tempat resepsionis."Waduh, Mbak. Bukan tidak mau bantu, tapi ini lagi kosong engga ada orang. Resepsionisnya lagi keluar, makanya saya di sini, tugas saya kan jaga di dapan sana, Mbak."Neira menghembuskan napas kasar. Gadis itu cemberut keluar lobi apartemen. Bisa saja dia pergi begitu saja, berharap ada orang lain yang lewat dan menolong pria itu nantinya. Namun, hati baiknya tidak tega. Terpaksa, ia kembali lagi ke tempat pria itu tergeletak."Nyusahin aja sih." Gerutunya, mencoba memapah pria itu untuk berdiri."Hai, cantik." Sapa pria itu setelah berhasil berdiri, dia tersenyum manis, menoel hidung mancung Neira dengan mata yang masih sayu sulit terbuka. Sontak, Neira menjatuhkan kembali pria itu.
Baca selengkapnya
05.
Pagi menyingsing, silau menerobos masuk ke sela-sela kaca jendela yang tak tertutup tirai. Mata lentik yang sedikit bengkak itu terbuka. Pemiliknya menggeliat dengan rasa ngilu yang teramat sangat di sekujur tubuh. Sedetik setelahnya, sadar akan apa yang telah terjadi. Tak ada tangis di mata indah itu, ia hanya menerawang kosong pada langit-langit kamar berwarna hitam galaksi. Rahangnya bergemeretak, marah yang memuncak itu justru membelenggunya dalam kebisuan. Jarinya meremas kuat kain seprai putih yang berada di bawah tubuhnya yang polos, tak terbalut apapun. Ia tidak sudi melihat darah perawannya yang berbekas di sana, ia juga tak sudi melihat pada sosok yang telah merenggutnya. Gadis itu bangkit dengan tubuh yang bergetar, lututnya lemas untuk berdiri. Ia menahan napas, menahan ledakan emosi yang menyumpal dadanya. Dengan sisa tenaga yang tidak seberapa, ia memunguti pakaiannya. Tanpa per
Baca selengkapnya
06.
Pagi masih terlalu gelap. Namun, suara isak tangis itu sudah mendayu di kesunyian pemakaman. Ia tergugu di atas gundukan tanah merah yang masih basah.Neira, meraung seperti orang gila pada pusara. Ia mendekap erat nisan putih itu dengan perasaan hancur."Maaf ...,""Maaf ...,""Maaf ...."Hanya kata itu yang terus berulang dari bibirnya."Sudah, Nei. Sabar, ikhlas ..." Bude Sulastri mencoba menenangkan, mengelus punggung gadis itu dengan lembut.Sulastri mencoba merengkuh Neira dalam pelukannya. Membelai lembut rambut lurus gadis yang tengah dirundung duka itu.
Baca selengkapnya
07.
Satu suara salam memaksa tubuh lemahnya untuk bangkit dan menggapai pintu. Suara itu, milik seseorang yang dijadikan Neira sebagai alasan membatalkan aksi bunuh dirinya.Tergesa, gadis itu membuka pintu dan langsung menghambur dalam pelukan."Hai ... Kamu kenapa?"Gadis itu tidak menjawab, justru mempererat pelukannya pada pemuda yang berdiri kaku di depan pintu. Suara tangisnya teredam di dada itu.Agak ragu, pemuda itu melihat ke sekitar. Setelah memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua, pemuda itu membalas pelukan Neira dan membelai kepala gadis itu agar tenang."Aku engga bisa hubungi kamu beberapa hari ini, jadi aku hubungi Dera._____teman sebangku Neira_____ Kata Dera, kamu udah engga sekolah empat hari. Makanya aku datang ke sini." Kata pemuda itu dengan lembut. Gadis
Baca selengkapnya
08.
Hujan deras mengguyur Jakarta sejak subuh tadi. Hingga saat sore menjelang, hujan itu tak kunjung reda.Prayoga duduk gelisah di ruang keluarga, ada rasa tidak nyaman di hatinya. Pikirannya tertuju pada Neira, entah firasat buruk atau hanya khawatir karena pertengkaran mereka kemarin malam."Kamu kenapa?" tanya Amanda, ibunya. Wanita itu sedang menonton televisi di sebelah Yoga."Kenapa memangnya, Mah?""Gelisah begitu." Ucap Amanda cuek, sembari memasukkan keripik kentang ke mulutnya."Enggak, Yoga biasa aja." Elaknya, tapi yang terlihat justru sebaliknya. Jari tangan kirinya sedari tadi mengetuk acak gagang sofa, sedangkan tangan kanannya sibuk memutar-mutar handphone. Matanya memang mengarah ke televisi, tapi Amanda tahu persis bahwa pikiran anaknya sedang tidak di sini.
Baca selengkapnya
09.
Tangan Yoga bergetar hebat saat mengangkat tubuh kekasihnya. Dia linglung, melihat wajah Neira yang sudah memucat seperti mayat, bibir gadis itu sudah membiru.Terseok Prayoga membopong Neira ke mobil, meletakkan gadis itu di kursi belakang bersama Sulastri."Saya ... Saya, tidak sanggup menyetir." Ucapnya terbata, matanya nanar melihat tangannya yang bergetar hebat. Berkali-kali ia mengusap air mata. Ini pertama kali dalam hidupnya melihat langsung korban bunuh diri, apalagi orang tersebut adalah orang yang ia cintai."Biar saya aja yang menyetir, Mas. Saya supir taksi kok." Ucap salah seorang lelaki yang merupakan tetangga Neira. Prayoga hanya mengangguk pasrah, bergegas duduk di kursi depan.Awalnya, mereka membawa Neira ke klinik terdekat, tapi karena kondisi Neira yang kritis membuat Prayoga harus membawanya ke rumah
Baca selengkapnya
10.
Tidak semua orang bersenang hati menerima kebaikan orang lain. Entah karena ego, malu, tersinggung, gengsi dan berbagai macam alasan lain. Termasuk Neira yang enggan menerima bantuan Prayoga.Butuh tenaga ekstra bagi Amanda meyakinkan Neira untuk bersedia tinggal bersamanya. Ini salah satu bentuk tukar guling dirinya dan Prayoga. Dan untungnya, setelah diskusi yang alot, gadis itu menyetujuinya. Dan Amanda sangat bersyukur akan hal itu.Tak dapat dipungkiri. Amanda, selalu gagal membujuk Prayoga untuk melanjutkan kuliahnya di Inggris, kelak saat ia lulus. Yoga selalu beralasan tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian, tapi Amanda yakin bukan itu alasan sesungguhnya. Dan semua tebakan Amanda itu terjawab, saat malam tragedi bunuh diri Neira.Amanda masih sangat jelas mengingat peristiwa malam itu, saat Prayoga sendiri yang menawarkan diri untuk berangkat ke Inggri
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status