Semua Bab Infinity Love (Bahasa Indonesia) : Bab 21 - Bab 30
40 Bab
21.
Setiap orang memiliki titik balik dengan hidupnya. Begitupun dengan Neira. Ia tidak boleh terus seperti ini, hidup dengan masa depan yang tidak jelas.Neira memandang pantulan dirinya yang ada di cermin. Titik matanya fokus pada perutnya yang membuncit, ia tersenyum simpul. Sudah banyak yang ia korbankan. Dia ... Telah banyak kehilangan. Kini, jika ada hal yang harus dia korbankan lagi, itu adalah dirinya sendiri. Bukan anaknya. Satu-satunya hal yang harus ia lakukan, adalah mengambil apa yang seharusnya menjadi haknya. Selebur apapun nanti dirinya, ia____ tidak boleh menjadi satu-satunya orang yang tersakiti.Bingkai bibir merahnya mematri senyum penuh kebencian. Dagunya terangkat, tegas memandang pantulan wajahnya yang berada di cermin. Rambut bergelombangnya yang terbiasa terkuncir, kini tergerai indah. Polesan riasan yang selama ini menjadi momok bagi dirinya, mulai saat ini akan menjadi sahabat
Baca selengkapnya
22.
Dalam langkah yang tenang dan anggun itu. Sungguh, hatinya sebenarnya remuk redam. "Bayi kamu." Kata yang keluar dari mulut Agra itu memang tidak salah, bayi dalam perutnya ini memang adalah bayinya. Tapi kata-kata itu benar-benar menyakiti hatinya. Kata sederhana untuk sebuah penolakan. Ia mendongak ke langit. Seolah apa yang ia lakukan itu mampu membendung air matanya yang hendak menetes. Hingga satu tarikan pada lengannya menyadarkan Neira, bahwa lelaki berengsek itu sekarang sudah ada di sampingnya. Agra, memojokkan Neira hingga punggung wanita itu membentur pintu mobil. "Maksud kamu apa?" tanya Agra pelan, tapi dalam. "Dari sisi mananya yang belum jelas?" Neira, tak ragu lagi untuk menatap lurus ke arah manik mata milik Agra. "Saya mencoba peduli sama kamu. Dua kali saya beri kamu cek untuk melanjutkan hidup. Kamu menolak._____Sekarang, saya menawarkan kehidupan ya
Baca selengkapnya
23.
Semua tak lagi sama. Entah apa yang berbeda, tapi bersama Larasati malam ini sungguh terasa hambar dan kosong. Agra seperti layangan putus, tidak tahu ke mana arah hatinya berlabuh. Bukankah di hadapannya ini adalah wanita yang ia impikan dan idamkan? Wanita yang ia cintai selama ini? Agra hampir tidak paham dengan semua yang diucapkan Larasati, ia hanya bisa tersenyum merespon semuanya. Hatinya, otaknya, fukusnya, entah kini berada di mana. "Kamu lagi banyak pikiran?" tanya Larasati yang hanya disambut gelengan dan senyum. Lelaki itu berusaha menghiburnya dengan usapan lembut di pipi Larasati. Tapi tentunya Larasati bukan perempuan bodoh yang bisa dengan mudah dibohongi. Instingnya sebagai perempuan, tahu persis ada yang tidak biasa dari Agra. "Kamu dari tadi diem aja, enggak seperti biasanya. Pikiran kamu lagi enggak di sini." 
Baca selengkapnya
24.
"Kamu mau minum apa? Air putih atau air mineral?"Pertanyaan macam apa itu? Apa bedanya air putih dengan air mineral? Neira memutar bola matanya. Agra yang bertanya, jadi menghentikan aktivitas catat mencatat menu orderan makan siang karena yang ditanya hanya diam. Lalu bertopang dagu melihat ke perempuan yang ada di depannya ini."Pertanyaan macam apa itu? Senormalnya orang itu bertanya yang beda rasa. Mau es teh atau es jeruk? Mau jus atau air mineral?" ____ Neira berceloteh tanpa peduli tatapan gemas Agra. Tangan kanan dan kirinya bergantian memperagakan pilihan antara es teh dan es jeruk, jus dan air mineral, dan berbagai merk minuman yang ia sebutkan.____"Kalau air putih dan air mineral, apa beda rasanya coba?" Neira mengedikkan dagu sebagai protes."Bedanya ..." Agra menopang kedua tangannya pada meja_____"Air putih bisa saja hangat. Kalau air mineral sudah pasti dingin. Jadi mau yang mana?""Es teh.""Enggak boleh!""Ih ... Tadi nanya, sekarang dijawab malah enggak boleh. Terus
Baca selengkapnya
25.
"Kamu sama mas Agra tuh, sebenarnya ada apa sih?" tanya mak Oni pada Neira yang sedang rebahan di saung belakang rumah. "Ada apa memangnya, Mak?" Alih-alih menjawab, Neira justru bertanya balik. Ia bangkit duduk, menoleh pada mak Oni yang sedang membersihkan kolam ikan. "Mak memang sudah enggak muda. Tapi justru karena Mak udah tua, jadi banyak makan asam garam. Mak juga pernah muda, tahulah urusan anak muda bagaimana.""Asem sama garam kalau dicampur memang enak sih, Mak. Seger. Kayak asinan.""Ih, kamu ini. Mak serius lho, Nei." Mak Oni melotot ke arah Neira yang masih cengengesan di atas saung. "Walau keluarga Bagaskara baik sama kita, tapi kita tetap harus bisa tahu diri. Mak cuma takut kamu salah paham sama mas Agra dan berharap lebih." Neira rasanya tertohok. "Mas Agra memang baik, dia enggak akan mempermainkan wanita. Tapi kamu tahu sendiri, mas Agra sudah punya mbak Laras. Jadi jangan sampai kamu baper," kata Mak Oni mengakhiri ceramah siangnya. Ia meletakkan serok ikan, l
Baca selengkapnya
26.
"Kamu ngapain ke sini?" sembur Ratih saat melihat anaknya datang."Papah yang telepon Agra. Minta Agra jemput Mami, takut bawa belanjaannya banyak. Lagian kenapa engga bawa mobil sih, Mi?"Agra menyerobot duduk di bangku depan Neira. Agra belum tahu jika bangku kosong di sebelahnya adalah milik Larasati. Wanita itu sedang ke toilet."Mami belum ganti kaca mata, udah burem."Agra hanya mengangguk."Kamu mau makan?"Agra menggeleng. "Mami masih makan? Kalau sudah selesai pulang, yuk.""Bentar, yang punya bangku di samping kamu belum balik. Lagi ke toilet." Agra melongok ke sebelah, kenapa dia baru sadar ada piring makan milik orang di sebelahnya."Siapa, Mi?""Aku," jawab Larasati di belakang Agra. Sontak Agra menoleh. Dia tidak tahu bahwa Larasati dengan maminya akan bertemu. Larasati mengambil duduknya kembali."Wahhh ... Kok Agra engga tahu ya, Mami janjian sama Larasati ketemuan." Agra melirik ke arah Ratih penuh curiga."Lho ... Laras yang mengajak Mami bertemu, iya, kan Laras?""Iy
Baca selengkapnya
27.
Riuh rumah sakit siang ini menghantarkan Agra pada lorong ruang VVIP. Bau obat menyeruak menusuk hidung. Ragu, ia membawa langkahnya menuju ruangan di ujung sana. Di mana seseorang yang ia sakiti seminggu lalu, terbaring pucat penuh dengan rasa depresi. Seminggu itu pula, Agra baru hari ini berani memperlihatkan batang hidungnya. Ia memilih kabur ke apartemen malam itu, menghindari segala interogasi yang sudah pasti akan di lancarkan Bagaskara. Nyatanya, hingga tujuh hari lamanya, Bagaskara tidak mencari Agra. Tidak datang ke apartemen ataupun menelepon anak kandungnya itu. Bahkan, saat hari ke-empat Agra terpaksa pulang demi mengambil berkas kantor, Bagaskara dan Ratih memilih untuk mengunci mulut mereka rapat-rapat. Tak ada tegur sapa. Pintu bercat putih itu sedikit terbuka saat Agra datang. Ada berbagai rasa yang berkecamuk di hati Agra. Rasa kasihan, rasa bersalah, marah, bingung, segala
Baca selengkapnya
28.
Di negeri nun jauh di sana, Prayoga didera gelisah berbulan-bulan. Ia tak lagi fokus pada pendidikannya, walau awal mula datang ke tempat ini, ia telah bertekad untuk fokus agar segera lulus dan bersanding dengan Neira. Nyatanya, semua keganjilan yang ia rasakan perihal komunikasinya dengan Neira, membuatnya buyar. Gadis pujaannya itu, tidak pernah sekalipun mau menjawab teleponnya. Ia hanya membalas pesan dari Prayoga seadanya. Tidak pernah update media sosial, pun gadis itu juga tidak pernah mau mengirim video kegiatannya pada Prayoga. Saat Prayoga memintanya untuk video call, betapa banyak alasan dari Neira yang Prayoga dapatkan. Awalnya Prayoga mencoba percaya, bahwa gadis yang ia cintai itu memang tengah dilanda kesibukan perkuliahan, apalagi Neira mengambil jurusan kedokteran. Tapi makin lama semua alasan yang gadis itu lontarkan tidak bisa diterima oleh akal sehat Prayoga.
Baca selengkapnya
29.
"Gue udah empat hari di rumah, tapi baru hari ini bisa lihat lo, Bang."Agra yang sedang duduk di tepian tempat tidur itu mendongak, ia lupa kalau pintu kamarnya tidak tertutup sempurna. Meletakkan figura merah yang sedari tadi ada di tangannya, Agra tersenyum, lalu bangkit berdiri menghampiri sosok pemilik suara yang kini sudah berdiri di ambang pintu.Dengan suka cita dan penuh haru, Agra memeluk adiknya satu-satunya. "Tambah kurus," ucap Agra."Haiss ... Sambutan macam apa ini? Empat tahun gue engga pulang, Bang. Cuma buat dibilang kurus, ckckck ...." Tanpa permisi, Ethan langsung membanting tubuhnya ke atas Ranjang Agra."Kenapa engga telepon Abang, kalau mau pulang? Abang kan bisa jemput di Bandara.""Kejutan. Lagian taksi belum pada pensiun, Bang. Tenang aja," jawab Ethan sekadarnya. Menekuk tangannya di bawah kepala sebagai bantal, Ethan menatap langit-langit kamar. "Ternyata, malah gue
Baca selengkapnya
30.
"Ayo menikah.""Uhuk ... Uhuk ... " Neira langsung tersedak makanan yang ada di mulutnya, bahkan hampir menyembur lelaki yang ada di hadapannya ini.Dia yang sedang bermimpi, atau lelaki di depannya ini yang sedang berhalusinasi? Neira menatap horor."Bang, jangan bikin horor, deh." Neira buru-buru mengelap mulutnya dan menenggak segelas air putih. "Abang lagi latihan buat melamar pacar? Bilang dulu dong, Bang. Jangan langsung begitu, bisa jantungan aku. Untung aku ini bukan cewek ge-eran."Wanita itu menggeleng setengah membuang napasnya, bersiap menyendok kembali nasi goreng di hadapannya. Bukan apa-apa, hatinya sedang amburadul, dan makan yang banyak adalah pelampiasan terbaik yang ia miliki saat ini. Pun memang perutnya juga sedang lapar-laparnya."Abang serius."Satu sendok penuh nasih goreng yang sudah di depan mulut itu pun, gagal masuk ke tujuan. Neira kembali meletakkan sendoknya ke piring. Lalu menatap tanpa senyuman lelaki yang bikin moodnya kembali anjlok ini."Becandanya e
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status