Semua Bab TANYA HATIMU (Indonesia): Bab 41 - Bab 50
55 Bab
Pancake
Mayang menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. Entah sejak kapan wajahnya memucat seperti sekarang ini. Nafsu makan yang biasa besar, sirna begitu saja. Banyu mengecup puncak kepala Mayang. Diusapnya pundak rapuh itu dengan sayang, “Ada sesuatu yang membuat senyummu hilang?” Bukannya menjawab, tapi air mata sialan itu malah dengan lancangnya keluar dari pelupuk  mata Mayang. Mayang tidak tahu, apakah berbagi dengan Banyu adalah sesuatu yang benar sekarang. “Hey ... .” dipeluknya tubuh Mayang, Banyu tidak tahan jika harus melihat gadis manisnya bersedih. “Aku lelah Mas, aku pengen berhenti.” Mayang meraung dalam pelukan Banyu. “Apa di SPBU semelelahkan ini?” Banyu tidak ingin berpikir yang lain sekarang. Mayang menggeleng. Sungguh dia tidak tega jika harus menceritakan semuanya ke Banyu sekarang.&
Baca selengkapnya
Skip saja
Setelah mengisi perut mereka, Siska mengajak Mayang berbelanja ke salah satu Mall yang besar dan berada di tengah kota Kuala Lumpur. Tapi karena keasyikan Siska yang terlalu berlebih membuat Mayang lelah dan berhenti mengikutinya, Mayang lebih memilih duduk di deretan penjual makanan ringan dan membeli es coklat segar untuk membasahi tenggorokannya. “May? Aku senang  bisa bertemu denganmu di sini? Apa aku bisa menemanimu? Kau terlihat duduk sendirian.” Mayang bergeming, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Eric di tempat seperti ini, bahkan dia sudah sangat jauh dari tempat kelahirannya yang selalu membuatnya tidak bisa lepas dari sosok Eric, “Aku bersama dengan temanku, dia sedang berbelanja sekarang.” “Aku besok akan terbang lagi ke Indonesia, kita bisa mengobrol beberapa saat.” Eric tidak ingin menyiakan waktunya lagi, sungguh dia pun masih mencintai Mayangnya. 
Baca selengkapnya
Panggil Papa
Mayang menggeliat dan merasakan badannya remuk semua pagi ini. Panggilan alam yang memaksanya untuk bangun dan segera menuntaskannya, membuatnya berdesis karena merasakan perih dan aneh di bagian intinya. Perlahan dia bangun dari tidurnya namun hanya bisa berdiri di tempat berpijaknya, berdesis, dan menekan bawah perutnya. Banyu yang mendengar desisan Mayang yang  cukup kuat, membuatnya bangun dan duduk untuk melihat ada apa dengan gadis manisnya itu, “Kau mau ke mana?” “Aku mau ke kamar mandi, Mas. Tapi ... .” jawab Mayang ragu. Banyu terkekeh, beranjak dari ranjang nyamannya, mendekati Mayang, dan membopongnya ke kamar mandi. Mayang mengalungkan kedua tangannya ke leher Banyu dan menyelusupkan wajahnya. “Kenapa?” tanya Banyu karena merasa Mayang sedang bersembunyi. “Aku malu, Mas.” &l
Baca selengkapnya
Lamaran
Mayang mengelus dada telanjang Banyu. Basah berkeringat, sama dengan tubuhnya. Setelah pertempuran hebat yang baru saja mereka selesaikan, Mayang tetap meminta Banyu agar tetap mesra meski telah menyelesaikan keintiman mereka. Berbicara banyak hal sampai salah satu di antaranya tertidur lebih dulu, “Apa aku boleh bertanya sesuatu, Lupus-ku.” “Apa Luphie Sayang?” panggilan itu menjadi sangat merdu didengar sekarang. “Tapi Mas harus janji, mau menjawabnya sejujur mungkin.” Banyu mengangguk, tanda setuju. “Siapa perempuan yang menyuapi papa tadi, Mas?” “Istrinya yang sekarang.” jawab Banyu santai. “Tapi tadi manggil Mas ‘den Banyu’?” “Dia dulu pekerja di rumah Tulungagung.” “Maafkan aku Mas.” Mayang menyesal sudah
Baca selengkapnya
Dipecat
Meski hanya berjarak tiga jam perjalanan saja, nyatanya Banyu dan Mayang benar-benar jarang bertemu mulai sekarang. Terkadang tiga/lima hari baru bisa berjumpa. Mayang sadar akan kesibukan Banyu, dia pun tidak mau terlalu banyak menuntut dan menjadi wanita yang cerewet hanya karena masalah seperti ini. [Sudah makan?] suara Banyu menggema merdu dari siaran panggilan video di layar ponsel Mayang. “Sudah, Mas?” [Sudah juga, ini aku lagi di Tulungagung.] “Bibi sama pak satpam sehat, Mas. Aku kangen sama mereka.” [Nanti aku jemput biar bisa main ke sini.] “Nanti izinin sama ibu sama bapak.” [Iya. Aku tutup dulu ya tapi, mau ngerjain laporan dulu.] “Iya, Mas. I love you Lupus.” [I love you more Luphie-ku. Aku tutup ya?] 
Baca selengkapnya
Siapa dia
Setelah lama tidak bertemu dengan mama Banyu, Mayang lebih memilih tinggal di Ngunut dari pada mengikuti Banyu panen ayam sekarang. Banyu pun mengerti dan berangkat ke peternakannya sendirian. Drrttttt. Ponsel Banyu bergetar, menandakan sebuah panggilan telah masuk dan menyuruhnya segera mengangkatnya, “Ya?” [Ada yang ingin bertemu, apa bisa?] tanya seorang gadis yang cukup dikenalnya dari seberang sana. “Apa Eric?” tebak Banyu. [Bagaimana jika jawabannya ‘ya’? Apa bisa?] “Boleh. Nanti malam saja di tempat biasa, aku juga mau memberimu pekerjaan.” [Okey.] Tut. Banyu mematikan ponselnya. Menarik sebelah bibirnya ke atas dan melanjutkan pekerjaannya kembali. ~ Mayang sedang menemani mama Ba
Baca selengkapnya
Hilang
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya. Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang. Tin. Tin. Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik. “Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu. “Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus. “Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam. 
Baca selengkapnya
Pernikahan?
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi  dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang. Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu. Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Baca selengkapnya
Tragedi
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang. Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang  baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?” Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.” “Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan. Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.” “Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Baca selengkapnya
Terlambat
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu. Tok. Tok. Tok. Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?” “Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik. “Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini. “Nak Eric, Nduk. Nak Eric.” Deg. Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?” Ibu Mayang hanya menangis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status