All Chapters of SARANG PREDATOR: Chapter 31 - Chapter 40
46 Chapters
BAB 31
Karena aku sendirian tanpa tugas kuliah dan tanpa teman—Adib, aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Masih agak gila bagiku bahwa ada perpustakaan yang sebenar-benarnya di rumah ini, tetapi ada, sangat besar, dan ada sofa nyaman yang benar-benar melengkapi seluruh kemegahan ini.Aku tidak dapat menemukan apa pun untuk dibaca. Ya ... kadang, terlalu banyak pilihan justru membuat kita tidak memilih apa-apa.Pintu berderit terbuka saat aku mengamati rak, jadi aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang ada di sana.Aqmal masuk tapi tidak melihatku. “Ada orang di sini?”Aku mengambil langkah ke arahnya. “Ya, aku. Irina.”"Oh baiklah. Aku baru saja akan mematikan lampunya, aku pikir seseorang lupa mematikannya.”"Tidak," kataku, menawarkan sedikit senyum. “Aku hanya sedang mencari sesuatu untuk dibaca.”Dia mengangguk, melangkah mendekatiku. "Adib sudah tidur?"
Read more
BAB 32
Setelah aku meninggalkan perpustakaan, aku pergi ke kamar untuk menunggu Adib—aku akan begadang untuk ini. Perdebatan tentang Aqmal sebelum dia memutuskan pergi, membuatku berpikir dan menyadari bahwa aku harus lebih baik kepada Adib. Mungkin dia sedang paranoid dan gila, tetapi perdebatan hanya akan memperburuk, tidak akan membuat lebih baik. Terlepas dari itu, Aqmal bukanlah ancaman nyata seperti yang dipikirkan Adib, dan aku tidak ingin merusak hubungan dengan keluarganya dengan membiarkan hal-hal menjadi tidak terkendali.Aku mengiriminya pesan WA untuk menanyakan kapan dia akan pulang, tetapi dia tidak membalas, bahkan membacanya. Sebelum aku mandi, aku mengiriminya satu pesan lagi, mengatakan kepadanya bahwa aku minta maaf karena sudah membentak dan aku tidak ingin bertengkar dengannya lagi.Air kamar mandi yang aku nyalakan terlalu panas, tetapi rasanya sangat nyaman untuk berdiri di bawah semprotan air panas ini, hingga aku lupa waktu.
Read more
BAB 33
Biasanya Senin pagi bukanlah favoritku, apalagi bangun pagi setelah tidur di akhir pekan, tetapi saat aku berjalan ke bawah untuk sarapan, aku merasa sangat baik.Adib sudah bangun sebelum aku, dan sudah keluar kamar pada saat aku bangun untuk mandi, tetapi aku tersenyum saat melihat dia bersama Aqmal di meja sarapan.Sambil melingkarkan lenganku di lehernya dari belakang, aku membungkuk untuk memberinya ciuman selamat pagi. "Hei, Sayang.""Hei," balasnya, terdengar agak terkejut melihatku. "Tidurmu nyenyak?""Iya." Aku memberinya ciuman lain, di bibir.Aqmal melirik ke arahku, dan aku ingin ramah dan menyapa, tetapi aku juga tidak ingin membuat Adib merajuk lagi. Aku menerima senyum hangat darinya dari belakang kepala Adib, lalu aku berputar dan  berjalan ke dapur.Ketika aku kembali ke meja makan, aku mengambil tempat biasa—di kanan Adib, dengan Aqmal di kananku. Aku bertanya
Read more
BAB 34
"Apa yang kau pikirkan?" Aku mengangkat kepalaku, lalu berguling ke samping untuk melihat lebih jelas pacarku yang tampan. Kami telah berpelukan selama hampir satu jam, masih telanjang karena seks kilat setelah kuliah yang impulsif.Saat ini, dia berbaring di sampingku, lengan terlipat di belakang di bawah kepalanya, menatap langit-langit. “Banyak hal.” Dia memberitahuku."Hal-hal menyenangkan? Ceritakan beberapa kepadaku,” pintaku.“Seperti … aku harap kau masih mencintaiku.”Jawaban itu membuatku tersenyum, lalu aku memberinya pelukan. “Aku masih sangat mencintaimu.”“Sebenarnya aku tidak bermaksud menyampaikannya sekarang,” katanya, termenung. “Tapi kita jarang mendapatkan kesempatan untuk membahas banyak hal yang harus dibicarakan ‘orang normal’ sebelum hubungan mereka menjadi lebih serius.”“Baiklah, mari kita berbicara seperti orang normal.”"Aku tidak ingin p
Read more
BAB 35
Kali ini ketika Adib mengatakan dia akan pergi ke rumah Aris, itu membuatku gugup. Aris adalah ... entah, aku juga belum pernah bertemu dengannya, tetapi Adib sering pergi mengunjunginya. Mengetahui bahwa Aris mencoba meyakinkan Adib melakukan hal bodoh di belakang Aqmal, aku kehilangan antusiasme tentang dia. Jika dia ingin dirinya terbunuh, itu masalahnya, tetapi aku tidak ingin dia menyeret Adib ke dalamnya.Menciumku lalu mengucapkan selamat tinggal di pintu depan, Adib berjanji padaku, "Semuanya baik-baik saja, jangan khawatir."Aku ingin memberitahunya lagi untuk tidak melakukannya, tetapi ruang kerja Aqmal terbuka dan aku tidak tahu apakah dia ada di dalam? Itu cukup jauh sehingga kecil kemungkinan dia akan mendengarku, tetapi tidak ada yang tahu (Aqmal Bramantyo sialan yang serba tahu).Begitu Adib pergi, saat aku akan berjalan melewati ruangan kerja Aqmal, dia memanggil, "Irina."Aku menahan tangan di kusen
Read more
BAB 36
Setelah menderita sepanjang malam karena bingung apa yang harus kukatakan pada Adib tentang kejadian di ruang kerja Aqmal , aku hampir menyerah menunggunya, dan aku benar-benar ngantuk. Besok aku harus kuliah, jadi aku ragu dia akan membangunkanku begitu dia pulang, jadi aku harus berbicara dengannya di pagi hari saat perjalanan ke kampus. Itu pun jika aku siap berbicara dengannya. Aku masih belum menemukan kata-kata yang tepat untuk menceritakan apa yang terjadi di ruang kerja Aqmal.Namun ternyata dia membangunkanku saat dia pulang. Aku sedang tertidur sangat pulas, sampai meneteskan air liur di bantalku, dan sekonyong-konyong aku terbangun karena tangannya menjelajah sekujur tubuhku.Aku sedikit lega mengetahui dia masih ingin meniduriku, Andika mungkin belum mengadu.Dan persetan denganku, dia melakukannya. Aku mendapatkan orgasme lain yang menghancurkan bumi, bangkit dari bagian terdalam dari diriku, orgasme yang membuatku lema
Read more
BAB 37
Aku merasa kesal keesokan paginya. Kesal karena kebodohanku sendiri dan fakta bahwa Adib tidak pernah kembali ke kamar tidur tadi malam.Aku tidak tahu di mana dia dan apa alasannya, tetapi mau bagaimanapun, itu tidak baik, seharusnya dia kembali ke kamar. Aku melakukan apa yang aku bisa untuk menenangkan pikiranku sendiri: memeriksa siklus menstruasiku, melihat apakah ada kemungkinan bisa hamil, tetapi sialnya aku lupa mencatat menstruasi terakhirku dan aku tidak ingat ketika melihat kalender. Aku yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari satu kesalahan, tetapi aku akan merasa lebih baik jika dapat memastikan kalau benar-benar tidak ada yang perlu dikhawatirkan.“Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu yang buruk,” kata Aqmal yang melangkah mendekati meja makan.Aku meliriknya, menggigit bibir bawahku dengan ragu. Aku kira aku bisa meminta bantuannya. Bagaimanapun, dia adalah kepala keluarga, kan?"Agak. Um, apa
Read more
BAB 38
Aku tidak berdaya saat Aqmal mendorongku masuk ke kamar tidurnya. Aku mencoba melepaskan diri dengan mendorongnya, tetapi dia terlalu kuat dan energiku sudah habis bahkan sebelum bertemu dengannya. Ketika dia mendorongku ke tempat tidurnya, aku mencoba untuk merangkak pergi, tetapi dia lebih cepat daripada aku. Di atas tempat tidur dia menekan kedua lenganku ke atas bantal empuk dan mengangkangi tubuhku. Matanya bersinar seperti singa yang hendak memakan kijang, seperti dia menang. Aku ingin bertanya kepadanya; apakah lega rasanya tidak harus berpura-pura baik lagi?"Lepaskan aku," ucapku sambil menangis."Oh, tentu tidak. Justru ini bagian yang menyenangkannya.” Dia memberitahuku, membungkuk untuk mencium leherku. “Tahukah kau betapa sulitnya untuk tidak berbicara saat aku menidurimu, Irina? Itu seperti penyiksaan. ""Berhenti mengatakan itu. Itu bukan seks! Itu pemerkosaan!"Sambil memutar m
Read more
BAB 39
Aku tidak tahu harus pergi ke mana setelah Aqmal selesai denganku.Dia turun dari tempat tidur, membersihkan dirinya, lalu berpakaian. Aku tidak bergerak. Kengerian telah menelanku. Aku tidak tahu ke mana akan pergi setelah ini. Apa yang akan terjadi padaku?Apakah aku harus kembali ke kamar Adib?Seperti kata Aqmal sebelumnya; apakah Adib benar-benar sudah tahu apa yang sudah terjadi? Apa yang diketahui Adib?Ya Tuhan. Adib.Menelan gumpalan di tenggorokanku, aku mencoba untuk mematikan perasaan takutku. Aku tidak bisa memproses semuanya sekarang, yang aku butuh sekarang … ketiadaan.Setelah selesai, Aqmal terlihat sebagus yang dia lakukan di meja makan saat sarapan, semuanya, dia mengenakan setelan mahalnya. Tidak ada yang bisa tahu ada monster di dalam dirinya. Monster yang sangat kejam dan bengis dan berengsek. Rambutnya sedikit lebih berantakan daripada t
Read more
BAB 40
Aku tidak bangun dari tempat tidur untuk melakukan lebih dari mandi atau buang air kecil sampai hari Minggu, bahkan aku tidak keluar kamar. Aqmal menyuruhku sarapan, meskipun itu membuatku mual, dan aku akan tinggal di sini lebih lama dalam cangkang kecilku yang mati, hanya saja dia tidak mengizinkanku.Menggantungkan tas pakaian baru di kaki tempat tidur, dia berkata, "Waktunya bangun.""Untuk apa?"“Ini hari makan malam keluarga. Kau wajib ikut.”"Aku harus ikut?”Dia hanya tersenyum.Sesungguhnya aku tidak siap untuk neraka ini, tetapi aku memaksa diri untuk mandi dan berpakaian. Baju baru itu berwarna putih dan tanpa lengan, berleher tinggi, dan agak ketat. Menatap diriku di cermin kamar mandi Aqmal, aku mempertimbangkan ironi bahwa dia mendandaniku dengan pakaian putih sekarang karena aku telah dinodai hingga tidak bisa dibersihkan lagi.Untuk sepatu, dia memba
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status