All Chapters of (Not) A Wedding Agreement : Chapter 11 - Chapter 20
40 Chapters
Lingerie
Andin tersenyum puas kala melihat Desta dan vacuum cleaner di tangannya. Pria itu menepati janjinya untuk membantu pekerjaan rumah Andin. Tidak cuma hari ini, sebenarnya, karena bantuan-bantuan kecil sering pula Desta berikan. Misalnya, mencuci piring kotor berikut peralatan masak usai kegiatan makan bersama mereka. Khusus di akhir pekan yang mana menjadi hari liburnya, pekerjaan rumah Desta pun bertambah.Andin baru saja selesai dengan kegiatan menjemur pakaian. Langkahnya terayun menuju dapur. Dibukanya kulkas besar di sana untuk sekadar mengecek persediaan makanan yang tersimpan di dalamnya. Tersisa sedikit, tapi setidaknya cukup untuk membuat beberapa jenis masakan untuk makan siang dan malam mereka. Untuk besok pun masih bisa. Jadi, tidak pergi belanja di hari ini tak akan menjadi masalah.Dia mengambil segelas tiramisu dari dalam lemari pendingin. Ini adalah dessert buatannya kemarin yang sengaja dia sajikan di dalam gelas-gelas berukuran sedang
Read more
Kemenangan
"Sialan!"Umpatan itu meluncur bebas dari bibir Andin. Beberapa jam telah berlalu, tapi ingatannya masih terpatri pada kejadian paling memalukan untuknya. Apa lagi selain ciuman panasnya dengan Desta? Baginya, tak ada yang lebih memalukan dari itu. Cara Desta menciumnya dan bagaimana tubuhnya bereaksi... Sungguh-sungguh memalukan! Dia seperti menampar dirinya sendiri akibat ketidak-konsistenan yang dia perlihatkan. Sebulan belum berlalu sejak pernikahan mereka. Dan lihat, betapa rapuhnya pendiriannya hingga begitu mudahnya dia terombang-ambing oleh perilaku suaminya. "Sialan!" Lagi-lagi umpatan yang sama Andin keluarkan. Entah sudah berapa kali kata itu terucap, dia tidak menghitungnya. Otaknya terlalu sibuk memikirkan semuanya. Lebih tepatnya, kebodohannya. Harusnya sejak awal dia membiarkan saja Desta berimajinasi liar tentangnya. Atau, harusnya dia mendorong sekuat tenaga tubuh besar lelaki itu sebelum mengungkungnya dan menghipnotis dirinya melal
Read more
Pizza
"Kamu bilang akan memesan makanan?" Andin bertanya setelah sepuluh menit duduk bersebelahan dengan Desta, lelaki itu tak kunjung merealisasikan ucapannya. Ya, kalian tidak salah. Akhirnya, dia menurunkan pertahanannya dan membiarkan lengan Desta memeluk bahunya sedari awal dirinya duduk di sana. Dan Andin sama sekali tak memprotesnya. Lebih tepatnya, dia malas melakukannya. Dia sangsi mampu menang melawan suaminya dalam perdebatan yang diyakininya akan terjadi begitu Andin menunjukkan penolakannya."Oh, hampir saja lupa," sahut Desta cepat. Dia lalu mengambil ponselnya dari atas meja di depannya. "Kamu mau makan apa?" tanyanya mulai menggulirkan jari-jarinya ke atas smartphone hitam miliknya. Andin menoleh dengan kedua alis saling bertautan. "Pizza. Kamu bilang akan memesannya." "Ah, iya. Pizza." Desta menanggapi seolah-olah ide tersebut sudah lama dikatakannya. "Kamu serius mau memesannya?"Kerutan itu masih bertaha
Read more
Belanja Bersama
Sesuai janjinya, Desta menemani Andin berbelanja keesokan harinya. Terjadi perdebatan kecil mengenai waktu kepergian mereka; antara sebelum atau sesudah makan siang. Namun kemudian, mereka berdua sepakat untuk sekalian makan siang di luar. Barulah setelahnya, mereka dapat bebas berbelanja. Mereka memutuskan untuk pergi ke Aksa Mall. Tujuan pertama adalah melihat-lihat bakal tempat yang ditawarkan Desta untuk kafe Andin. Sebenarnya, Desta membebaskan Andin memilih area kosong yang tersebar di beberapa lantai mall tersebut. Dan Andin mengambil lapak kosong di ground floor. Jika dibandingkan kafenya yang telah berdiri, tempat yang dipilihnya tidak seluas itu. Ukurannya sedikit lebih sempit. Tapi, tak masalah. Dia bisa memanfaatkan dinding kaca untuk memberi ilusi ruang yang luas dan lega. Selain itu, dinding kaca dapat memanjakan mata dengan pemandangan yang monoton. Yah, walaupun ujung-ujungnya yang terlihat juga lingkungan sekitar mall
Read more
Kunjungan ke Kantor Desta
Memiliki Wida sebagai asisten pribadinya sungguh merupakan keputusan yang tepat. Wanita itu adalah tipe pekerja keras dengan hasil kerja yang memuaskan. Karenanya, Andin hampir selalu bisa mengandalkannya di segala situasi, termasuk untuk mengurus kelangsungan hidup kafenya. Namun, bukan berarti Andin hanya bersantai dan tinggal menerima laporan beres darinya. Andin tetap mengawasi semuanya dan memberi arahan yang diperlukan.Lima tahun sudah mereka saling mengenal. Awalnya, Andin menolak mempekerjakan seorang asisten. Untuk apa? Dia merasa sanggup melakukan semuanya seorang diri. Tapi, Gama, kakak tertuanya, memaksa. Katanya, keberadaan asisten pribadi sangatlah membantu. Meski Andin tak berminat terjun ke dalam perusahaan keluarga, asistennya bisa menolongnya mengurus aset-aset yang dimilikinya. Ralat. Diberikan kepadanya. Sementara Andin asyik menekuni hobi memasaknya--dia menjalankan sebuah blog mengenai resep masakan--Wida dapat menggantikannya memantau keuangannya. 
Read more
Sang Sekretaris
"Aku senang kamu benar-benar datang," komentar Desta sesaat setelah melihat istrinya muncul dari balik pintu di ruangannya. Wanita itu selalu terlihat cantik. Dress selutut warna pastel membalut indah tubuhnya ditambah rambut panjang yang dibiarkannya tergerai. Ah, Andin memang selalu cantik. Dulu ataupun sekarang. Andin menutup pintu di belakangnya, lalu berjalan ke arah sofa besar di sana. "Tentu saja. Aku sudah berjanji," balasnya sembari meletakkan tas jinjing yang dibawanya ke atas meja.Desta melirik sekilas arlojinya. Tepat lima belas menit sebelum jam makan siang. "Kamu bisa menunggu sebentar? Aku harus menyelesaikan ini dulu," ujarnya merujuk pada berkas di tangannya. Andin memahami hal itu. Dia mengangguk dan tanpa suara mempersilakan Desta berkutat kembali dengan pekerjaannya. Inilah resiko mengunjungi kantor orang. Dia tak mungkin mengganggu pekerjaan Desta di jam kerjanya. Lagi pula, siapa dirinya? Dia bukan pegawai atau rekan k
Read more
Selingkuh?
Sebagai seorang ibu rumah tangga, waktu luang yang dimiliki Andin cukup banyak. Bisa dibilang, siang hari merupakan jam santainya. Tidak ada Desta yang akan menggunakan berbagai alasan untuk mendekatinya. Dia sendirian dan bebas menggunakan waktunya itu mengerjakan apa pun yang ingin dia lakukan. Situasinya yang hanya tinggal berdua dengan Desta lumayan menguntungkannya. Pekerjaan rumahnya tidak terlalu banyak dan yang terpenting, dia bisa santai mengerjakannya. Tidak ada kewajiban baginya untuk selalu rajin. Desta dengan sukarela akan membantunya jika rasa malas mendera. Dan bila keengganan itu terasa berat, dia bisa memanggil seseorang untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Mudah, bukan? Banyak hal yang bisa dia kerjakan untuk mengisi waktu senggangnya. Paling sering, memang, dia gunakan untuk mencari-cari resep baru yang entah kapan akan dicobanya. Atau kegiatan lain yang tak kalah sering dilakukannya adalah menonton, baik film, serial TV, atau apa pun ya
Read more
Ibu Mertua
"Kapan perkiraan kelahiran si Blue?" tanya Andin mengalihkan obrolan ke topik lain. Panggilan videonya bersama sang sahabat belum terputus dan kemungkinan akan berlanjut untuk waktu yang cukup lama mengingat kebiasaan mereka yang sering bertukar cerita hingga lupa waktu. Blue adalah nama panggilan sementara dari bayi yang tengah dikandung Dewi. Dewi dan suaminya belum memutuskan akan memberi nama apa pada putri mereka. Jadi, untuk sementara mereka memanggilnya Blue. Alasannya, karena mereka sama-sama menyukai warna biru. "Bulan depan. Doakan semuanya lancar, ya," pinta Dewi di akhir kalimatnya. Ya, doa dan dukungan orang-orang terdekatnya sangat dia butuhkan saat ini. Jika mempunyai kesempatan, tentunya, dia ingin sekali bersua langsung dengan mereka, bukan hanya bertatap muka lewat gadget. Tapi, dia tak menyalahkan keadaan ataupun keputusannya yang memilih tinggal jauh dari ibu pertiwi. Lagi pula, dia menikmati hidupnya. Di sini
Read more
Kembali Canggung
Desta menutup pintu mobilnya agak keras, kemudian berjalan menuju pintu rumahnya setelah sebelumnya memastikan alarm mobilnya sudah aktif. Dia mendorong pelan pintu cokelat itu, namun tak terbuka. Dicobanya kembali, kali ini lebih keras. Lagi-lagi tak berhasil. Ah, dia ingat. Belum lama ini dia minta Andin agar selalu mengunci pintu rumah. Ini sebagai bentuk pencegahan dari hal-hal yang tidak diinginkan karena istrinya hanya sendiri di rumah selama dirinya bekerja. Dia merogoh tas kerjanya, mencari kunci rumah yang dia simpan di dalamnya. Keadaan rumah yang mulai gelap menyambutnya usai berhasil membuka pintu cokelat itu. Keningnya berkerut. Hari memang mulai gelap. Pukul lima lebih sepuluh dan lampu rumahnya belum ada yang menyala. Ke mana istrinya? Apa Andin sedang pergi? Tapi, wanita itu tak mengatakan apa pun padanya. Lagi pula, mobilnya masih terparkir rapi di garasi. Semua pertanyaannya terjawab sudah ketika matanya menangkap sesosok wani
Read more
Tertangkap Basah
Tidur sorenya, rupanya, cukup berefek pada jam tidur Andin. Jika biasanya matanya dapat dengan mudah terpejam menjelang tengah malam, maka hari ini dia akan tidur lebih malam lagi. Rasa kantuk sama sekali belum hinggap padanya, padahal waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam lebih. Andin sudah mencoba tidur. Hampir satu jam sudah dirinya bergulat di tempat tidurnya, berusaha memejamkan mata, dan berharap kantuk itu segera datang. Biasanya cara ini lumayan berhasil. Dia akan membuat tubuh dan pikirannya rileks sehingga dia dapat memasuki dunia mimpi dengan mudah. Namun, kali ini tidak, yang meski sudah melakukan cara-cara di atas, tubuhnya menolak untuk tidur. Yang ada justru rasa lelah karena sejak tadi hanya berguling ke sana kemari tanpa hasil. Menyerah, akhirnya, dia memilih untuk bangun, menyalakan kembali lampu tidurnya, dan mencari-cari kegiatan yang bisa dilakukannya. Awalnya, dia pikir menonton drama adalah ide yang bagus. Tapi, men
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status