Sebagai seorang ibu rumah tangga, waktu luang yang dimiliki Andin cukup banyak. Bisa dibilang, siang hari merupakan jam santainya. Tidak ada Desta yang akan menggunakan berbagai alasan untuk mendekatinya. Dia sendirian dan bebas menggunakan waktunya itu mengerjakan apa pun yang ingin dia lakukan.
Situasinya yang hanya tinggal berdua dengan Desta lumayan menguntungkannya. Pekerjaan rumahnya tidak terlalu banyak dan yang terpenting, dia bisa santai mengerjakannya. Tidak ada kewajiban baginya untuk selalu rajin. Desta dengan sukarela akan membantunya jika rasa malas mendera. Dan bila keengganan itu terasa berat, dia bisa memanggil seseorang untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Mudah, bukan?
Banyak hal yang bisa dia kerjakan untuk mengisi waktu senggangnya. Paling sering, memang, dia gunakan untuk mencari-cari resep baru yang entah kapan akan dicobanya. Atau kegiatan lain yang tak kalah sering dilakukannya adalah menonton, baik film, serial TV, atau apa pun ya
"Kapan perkiraan kelahiran si Blue?" tanya Andin mengalihkan obrolan ke topik lain. Panggilan videonya bersama sang sahabat belum terputus dan kemungkinan akan berlanjut untuk waktu yang cukup lama mengingat kebiasaan mereka yang sering bertukar cerita hingga lupa waktu.Blue adalah nama panggilan sementara dari bayi yang tengah dikandung Dewi. Dewi dan suaminya belum memutuskan akan memberi nama apa pada putri mereka. Jadi, untuk sementara mereka memanggilnya Blue. Alasannya, karena mereka sama-sama menyukai warna biru."Bulan depan. Doakan semuanya lancar, ya," pinta Dewi di akhir kalimatnya. Ya, doa dan dukungan orang-orang terdekatnya sangat dia butuhkan saat ini. Jika mempunyai kesempatan, tentunya, dia ingin sekali bersua langsung dengan mereka, bukan hanya bertatap muka lewat gadget. Tapi, dia tak menyalahkan keadaan ataupun keputusannya yang memilih tinggal jauh dari ibu pertiwi. Lagi pula, dia menikmati hidupnya. Di sini
Desta menutup pintu mobilnya agak keras, kemudian berjalan menuju pintu rumahnya setelah sebelumnya memastikan alarm mobilnya sudah aktif. Dia mendorong pelan pintu cokelat itu, namun tak terbuka. Dicobanya kembali, kali ini lebih keras. Lagi-lagi tak berhasil.Ah, dia ingat. Belum lama ini dia minta Andin agar selalu mengunci pintu rumah. Ini sebagai bentuk pencegahan dari hal-hal yang tidak diinginkan karena istrinya hanya sendiri di rumah selama dirinya bekerja. Dia merogoh tas kerjanya, mencari kunci rumah yang dia simpan di dalamnya.Keadaan rumah yang mulai gelap menyambutnya usai berhasil membuka pintu cokelat itu. Keningnya berkerut. Hari memang mulai gelap. Pukul lima lebih sepuluh dan lampu rumahnya belum ada yang menyala. Ke mana istrinya? Apa Andin sedang pergi? Tapi, wanita itu tak mengatakan apa pun padanya. Lagi pula, mobilnya masih terparkir rapi di garasi.Semua pertanyaannya terjawab sudah ketika matanya menangkap sesosok wani
Tidur sorenya, rupanya, cukup berefek pada jam tidur Andin. Jika biasanya matanya dapat dengan mudah terpejam menjelang tengah malam, maka hari ini dia akan tidur lebih malam lagi. Rasa kantuk sama sekali belum hinggap padanya, padahal waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam lebih.Andin sudah mencoba tidur. Hampir satu jam sudah dirinya bergulat di tempat tidurnya, berusaha memejamkan mata, dan berharap kantuk itu segera datang. Biasanya cara ini lumayan berhasil. Dia akan membuat tubuh dan pikirannya rileks sehingga dia dapat memasuki dunia mimpi dengan mudah.Namun, kali ini tidak, yang meski sudah melakukan cara-cara di atas, tubuhnya menolak untuk tidur. Yang ada justru rasa lelah karena sejak tadi hanya berguling ke sana kemari tanpa hasil. Menyerah, akhirnya, dia memilih untuk bangun, menyalakan kembali lampu tidurnya, dan mencari-cari kegiatan yang bisa dilakukannya.Awalnya, dia pikir menonton drama adalah ide yang bagus. Tapi, men
Seharusnya Andin tidak mencobanya. Memang, apa yang dia harapkan dari sepasang lingerie? Tidak lebih dari gaun tidur sexy untuk menggoda dan membangkitkan gairah para pria. Seperti yang terjadi pada suaminya. Beruntung, Desta melepaskannya setelah menerjangnya dengan ciuman tanpa ampun. Yah, meskipun kedua tangan Desta liar meraba tubuhnya di sana-sini. Namun, ketakutan terbesarnya tidak terjadi. Harusnya dia lega. Benar begitu, bukan?Desta bahkan berbaik hati membiarkannya bersembunyi sepanjang pagi ini. Oh, bayangkan betapa malunya dirinya! Dia yang belum yang seutuhnya memberikan tubuhnya terjamah oleh suaminya--Desta tahu betul mengenai hal itu--justru menantang keberuntungannya sendiri dengan berdiri setengah telanjang--nyaris telanjang--di hadapan pria itu. Maka, dia tak bisa menyalahkan bila bara gairah itu tersulut. Dan sejujurnya, api itu pun terbakar di dalam dirinya. Tetapi, sebelum semuanya terlambat, dia berhasil menghentikannya.
"Boleh saya bergabung?"Pertanyaan tanpa basa-basi itu terlontar begitu saja dari mulut manis wanita yang bahkan kehadirannya masih menyisakan keterkejutan di wajah Andin dan Desta. Tak perlu menunggu jawaban, wanita itu langsung mendudukkan diri di sebelah Desta. Iya, di samping Desta sehingga Andin dapat melihat jelas siapa orang yang seenaknya mengganggu kebersamaannya dengan sang suami.Mau mencoba menebak siapa? Ya, benar. Wanita itu adalah Raya, orang yang beberapa hari terakhir merusak ketenangan pikiran dan hatinya. Lihat saja tingkahnya sekarang. Dengan tidak tahu malunya dia duduk di samping suaminya, bahkan sebelum dipersilakan. Kurang ajar sekali, bukan?"Siang, Bu Andin."Barulah saat matanya bertemu dengan milik Raya, wanita itu menyapanya seolah-olah keberadaan Andin baru saja disadarinya. Sungguh, sangat berani sikapnya. Lebih nekat dari saat terakhir kali mereka bertemu.Andin menghempaskan tubuhnya ke
Andin mengantar kepergian Raya dengan senyum kemenangan di wajahnya. Matanya setia mengikuti gerakan Raya, sehingga ketika wanita itu berbalik--Raya beberapa kali melakukannya, mungkin, karena terlalu berat melepaskan kesempatan tersebut--Raya akan melihat ekspresi gembiranya ditambah adegan Desta yang masih menggenggam tangannya. Dia bahkan melambaikan tangannya saat untuk terakhir kalinya Raya menengok ke arah mereka sebelum meninggalkan restoran ini.Barulah ketika Raya benar-benar lenyap dari pandangannya, perhatian Andin kembali terfokus pada lelaki di hadapannya. Dia melayangkan tatapan tajam ke arahnya seolah-olah pria itulah tersangkanya. Tapi, memang benar, bukan? Desta-lah sumber masalah di sini. Andaikan suaminya bukanlah sang pria dibalik sikap berani Raya, tentu, dia tak akan merasa seperti ini. Rasa-rasanya, dia ingin meledak sekarang juga!Yang menjadi objek kekesalan Andin hanya bisa diam. Desta tahu Andin sedang marah. Situasi tadi jelas me
"Apa yang ingin kamu tonton?" tanya Desta dari arah dapur. Saat ini, dirinya tengah mencuci peralatan makan yang baru saja selesai mereka gunakan untuk makan malam. Ya, beginilah aktivitas hariannya selama berada di rumah. Dia akan berbagi pekerjaan rumah dengan sang istri. Bila Andin memilih untuk memasak, maka mencuci piring, gelas, dan perangkat memasak lainnya merupakan bagiannya."Kamu mau menonton apa?" Andin balik bertanya. Sebenarnya, mereka berdua sama-sama berada di area dapur dengan dirinya yang sedang duduk di meja dapur dan sibuk mengupas buah-buahan di sana."Hmm..." Desta bergumam sembari memikirkan film apa yang sebaiknya ditonton sebagai hiburan Jumat malam mereka. "Terserah kamu saja," ujarnya, berakhir tanpa hasil dan justru menyerahkan keputusan pada Andin."Hmm..." Andin mengikuti gerakan Desta, bergumam, dan memilah film yang sekiranya ingin dia tonton. Menonton film bersama memang merupakan kebiasaan mereka sejak masih pa
Andin mendengus. Mendadak, kekesalannya yang sempat mereda kembali lagi. Apa gunanya Desta mengalihkan perhatiannya kalau ujung-ujungnya mengingatkannya kembali pada sumber kekesalannya? Dan haruskah lelaki itu menanyakan pertanyaan yang dia yakin sudah Desta ketahui jawabannya?Tatapan Desta begitu intens tertuju padanya. Namun, Andin tak membalasnya. Tidak, dia tak berani memandang balik Desta. Dia takut akan jatuh pada pesona mata itu hingga meruntuhkan pertahanannya dan membuatnya menunjukkan kerapuhannya yang selalu ingin bersandar di dada suaminya. Tetapi, ini bukan waktu yang tepat untuk melakukannya. Dia membutuhkan harga dirinya tetap teguh di tengah situasi absurd ini. Ah, dia bahkan tak bisa mendeskripsikan keadaannya. Terlalu banyak emosi yang bercampur di sana. Marah, kesal, kecewa, benci, gemas, dan juga rasa cinta yang besar kepada sang suami.Sayangnya, dia bukanlah tipe orang yang betah ditatap lama dengan cara seperti itu. Desta seolah men