Semua Bab One Day In Your Life: Bab 11 - Bab 20
38 Bab
Petir di Malam Hari
Petir meledak di langit, menyambar pepohonan. Gemuruh guntur bergolak, menyelimuti suasana diantara mereka. Hujan terus turun menghujani atap rumah, sebagian besar dari hujan yang jatuh itu adalah es."Ann, ish!" Dengan kedua tangannya, Isaac mendorong Ann jauh-jauh, seakan istrinya itu adalah sesuatu yang berpenyakit dan pembawa virus sehingga mesti dijauhi. Ann terdorong, lalu akhirnya bangkit dan berdiri."Ann takut, Abang..." suara Ann, parau. Ia berdiri di sisi ranjang, memandang Isaac dengan nanar."Terus?" tanya Isaac, agak nyolot. Ia mengangkat kepalanya sedikit ke atas. Oh jangan harap adegan ini akan sama seperti di film-film, yang mana sang lelaki akan merentangkan tangannya memeluk sang perempuan. Lalu mereka berdua tertidur bersama dalam kehangatan, di tengah hujan badai yang menderu. Oh tidak. Ini bukan film. Ini kenyataan. Dan kenyatannya, Isaac tak tertarik untuk melakukan adegan romantis tersebut, bahkan ketika ia bebas melakuk
Baca selengkapnya
Whatever In Love Means
Ketika cakrawala mulai meninggi di batas horison, Annastasia terbangun. Ia terkejut melihat tubuhnya sudah berbaring di atas kasur serta diselimuti selembar selimut hangat. Ann tidak pernah pura-pura amnesia. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana keadaannya terakhir kali sebelum terpejam. Seharusnya ia terbangun di bawah jendela. Jadi, siapa yang telah memindahkannya? "Abang..." gumam Annastasia pelan, sembari membayangkan suaminya membopong dirinya ke atas kasur. Tidak mungkin kan orang lain yang melakukannya? Karena tentu saja, di rumah ini hanya tinggal mereka berdua.Ann mengedari pandangannya ke sekitar, menyadari bahwa ia masih berada di kamar Isaac. Tetapi di mana suaminya? Ia tidak menemukannya. Ann mengucek-ngucek matanya, berusaha memastikan bahwa ia sudah seratus persen berada di alam nyata, bukan mimpi."Abang..." Ann turun dari kasur, lalu mencari-cari suaminya."Abang..." Ann memanggil-manggil satu nama yang sama dalam beberapa men
Baca selengkapnya
Anti Noktarian
Ann mematut dirinya di depan cermin. Ia memperhatikan topi baret yang dikenakannya, sebuah topi yang menempel indah di atas surai panjang kecokelatannya. Ia membetulkan syal flanel yang melilit lehernya dan merapikan mantel hangat berwarna abu-abu yang membungkus tubuhnya. Tak lupa ia menyiramkan parfum bunga mawar ke pergelangan tangan, pundak dan lehernya, supaya harum tubuhnya tercium dengan maksimal. Annastasia tampak cantik dan anggun, seperti biasanya. Ia tersenyum, dan bayangannya yang memantul di cermin juga ikut tersenyum.Sudah sejak pagi Ann dicekam kebosanan. Rasanya seperti mau mati. Jadi akhirnya ia memutuskan untuk bergegas pergi ke luar, ke rumah sahabatnya, Eli.Sekali lagi, Ann merapikan lilitan syalnya. Kemudian, sambil berderap ke pintu, ia meraih tas serta ponselnya sekaligus. Ann mengetik, memberitahu Isaac bahwa dirinya pergi main sebentar. Isaac tak membalas, jadi Ann anggap itu sebagai bentuk persetujuan. Lagi pula dia juga berbohong, demikian
Baca selengkapnya
Orion Oberine, Kekasih Lama
Orion Oberine, lelaki berwajah manis dan berambut pirang itu mengambil batu-batu kerikil yang tergeletak di jalanan. Lalu ia lemparkan kerikil-kerikil itu ke kerumunan orang yang menghina Ann sampai mereka lari tunggang langgang."PUTTA!" teriaknya, keras. "Beraninya kalian hanya kepada gadis yang tidak berdaya! Apa kalian merasa diri kalian suci sehingga berhak menghakimi orang lain? Huh?!"Tidak ada sahutan. Para pelaku terus berlari, kocar-kacir seperti kawanan bebek yang diusir pemiliknya dengan kayu. Hanya masih ada beberapa lirikan sinis dari orang-orang yang kebetulan lewat. Ori melotot kepada mereka yang melotot dan mereka langsung mengalihkan pandangan."Annastasia..." tutur Ori. Suaranya selembut tofu. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya. Nada suaranya menunjukkan perhatian yang akrab di telinga Ann, mengingatkannya pada kenangan waktu mereka masih menjadi sepasang kekasih.Ori mengelap ludah yang menempel di pipi Ann dengan saputangannya."M
Baca selengkapnya
Menikah Dan Mencintai
"Bagaimana kamu dengan Isaac, Ann? Apa Isaac memperlakukan kamu dengan baik? Apa Isaac menghargaimu sebagai seorang istri? Apa Isaac memenuhi semua kebutuhanmu? Apa Isaac bisa membuatmu bahagia?" Kalimat-kalimat tanya itu meluncur begitu saja dari mulut Ori bagai hujan. Kalimat-kalimat tanya yang telah lama dipendamnya sejak hari pertama Ann menikah dengan Isaac. Kalimat-kalimat yang sebenarnya tak pernah ia bayangkan akan ia tanyakan kepada kekasih hatinya sendiri. Kalimat-kalimat yang telah menghancurkan impiannya.Annastasia hanya terisak. Kata-kata tak mampu keluar dari mulutnya. Bahunya naik turun tak kuasa menahan goncangan tangis yang meraung-raung."Ann..." lirih Ori. Ia mengharapkan jawaban yang menyenangkan dari Annastasia. Dengan begitu, setidaknya ia bisa tenang karena ia tahu Ann berada di tangan lelaki yang baik. Namun, melihat Ann yang menangis, Ori menjadi ragu."Ann, apakah kamu baik-baik saja?"Tidak pernah ada baik-baik saja untuk s
Baca selengkapnya
Sebuah Ketidaknyaman dan Permusuhan
Ann tiba di jalanan dekat rumahnya waktu langit telah berubah menjadi gelap. Ia telat dua jam dari waktu yang diperintahkan Isaac saat menelponnya untuk pulang. Habis mau bagaimana lagi? Pertama, perjalanannya memang cukup jauh ditambah macet. Kedua, menurutnya, Isaac memintanya pulang dengan cara yang sangat tidak sopan; membentak! Sehingga alih-alih menurut, Ann malah merasa tersinggung. Ia merasa bukan budak. Jadi mengapa ia harus menerima perlakuan sekasar itu? Butuh waktu yang lama bagi Ori untuk membujuk Ann untuk menuruti perintah suaminya. Tak ayal, Ann pun molor dua jam. Ori tak berani mengantarkan Ann sampai ke depan gerbang karena takut dengan kecurigaan para tetangga. Mata dan mulut tetangga lebih berbahaya daripada ular berbisa. Meskipun wujudnya tidak ada, tetapi matanya seakan terus mengawasi dan mulutnya tak pernah berhenti menangkap rumor. Ori laki-laki, Ann perempuan. Ori masih lajang, Ann sudah menikah. Bibit-bibit fitnah bisa saja tercipta dari satu fakta
Baca selengkapnya
Isaac, I Miss You
Pagi menjelang. Langit gelap perlahan memudar dan mulai menggelar permadani birunya. Walau begitu, kota Zerubabel masih dilamun mimpi. Kabut dari pegunungan nun jauh di utara bergerak turun ke bawah, melahap segala pemandangan. Pepohonan dan gedung-gedung kota lenyap tersapu bayangan putih. Rumah-rumah balok dengan jendela kotak-kotak berdiam murung. Separuh dindingnya coreng-moreng oleh cat yang mengelupas. Angin dingin berembus menarikan pakaian-pakaian yang dijemur di balkon rumah. Sepi. Sunyi. Waktu mengalir sendiri. Sebagaimana kota Zerubabel yang masih dilamun mimpi, di kamarnya, Ann dan Isaac juga masih terlelap. Masing-masing dari mereka kelelahan karena baru bisa tidur sekitar pukul tiga pagi, setelah curhat panjang lebar tentang pernikahan mereka yang tidak bahagia. Isaac   : "Entah apa aku sanggup meneruskan pernikahan ini, Camilla." Demikian curhatan Isaac di chat. Ann     : "Entah
Baca selengkapnya
Abang Tidak Pulang Lagi
Isaac mendatangi kamar Ann secara tiba-tiba. Ann yang sedang duduk menyisir rambutnya di depan cermin hias pun terperanjat. "Hari ini, lo gue anterin ke sekolah," kata Isaac, tanpa romantisasi apapun. Bahkan terkesan memerintah. Ann belum selesai dengan keterkejutannya ketika Isaac bicara lagi. "Gak pake lama. Lima menit lagi lo udah harus di bawah." Lantas, lelaki itu pun melengos pergi. Ann bergegas memasukkan buku-bukunya yang berserakan di atas nakas ke dalam tas gembloknya, lalu keluar. Sambil menuruni tangga, ia berpikir apa gerangan yang membuat suaminya tiba-tiba mau mengantarkannya ke sekolah begini? Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya Isaac mengantar Ann ke sekolah. Apakah karena peristiwa kemarin? Ah, masa iya? Bukanka
Baca selengkapnya
Status Selingkuh
Pagi setelah perisitwa pengeboman semalam suntuk oleh roket-roket Rotsfeller, kota Zerubabel dikagetkan dengan pemandangan yang sangat mengerikan. Di sepanjang aliran sungai Fontainebleu, sungai terpanjang di North Bank yang membelah kota Zerubabel menjadi barat dan timur, yang menuruni pegunungan Es Kabut dan bermuara langsung ke Laut Utara, mengapung puluhan ribu mayat dari para prajurit North Bank. Teng! Teng! Teng! Lonceng bel di Istana Pusat berbunyi bertalu-talu. Isaac yang semalam berdiam di hotel bintang lima pun langsung terbangun. Ia membuka jendela dan menengadah ke atas langit, mendengarkan, bertanya-tanya tentang makna dentang lonceng kali ini. Detik berikutnya, ia menjulurkan tubuh ke atas jalan dan sudah mendapatkan jawabannya. Teng! Teng! Teng! Oh kematian dan duka cita yang dalam. Isaac mendengar teriakan dari orang-orang di jalan. Jerit tangis dan perasaan kehilangan. Dari lantai tiga puluh tempatnya bermalam, nun j
Baca selengkapnya
Dark Season Akan Datang
Isaac berjalan terburu-buru keluar dari lobby hotel. Setelah bertengkar dengan Camilla, setelah didamprat ibunya lewat telepon, Isaac tahu ia harus segera pulang ke rumah atau masalah yang lebih besar akan terjadi. Sebelumnya, Isaac telah membelikan Camilla sebatang cokelat, semangkuk puding, sepaket makanan berisi daging ham, gorengan dan sayuran tumis, dua minuman kaleng dan satu botol air mineral ukuran sedang. Sebelumnya lagi, Isaac juga telah menelpon orang-orang yang bekerja di bidang keamanan untuk memastikan arah pulang ke rumah Camilla aman. Sebelum sebelumnya lagi, Isaac juga telah merapihkan buku-buku dan pernak-pernik Camilla, memasukkannya ke dalam tas sementara wanita itu masih ngambek di sofa sambil sesenggukkan mengelap sisa air matanya. Isaac bahkan memijiti pundak Camilla sebentar karena wanita itu menyuruh. Kalau sahabatnya, Emerald Cohen, tahu dirinya melakukan ini semua untuk Camilla, ia pasti akan marah besar. Bagi Isaac mungkin tidak apa-apa. Tapi bagi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status