Pagi setelah perisitwa pengeboman semalam suntuk oleh roket-roket Rotsfeller, kota Zerubabel dikagetkan dengan pemandangan yang sangat mengerikan. Di sepanjang aliran sungai Fontainebleu, sungai terpanjang di North Bank yang membelah kota Zerubabel menjadi barat dan timur, yang menuruni pegunungan Es Kabut dan bermuara langsung ke Laut Utara, mengapung puluhan ribu mayat dari para prajurit North Bank.
Teng! Teng! Teng!
Lonceng bel di Istana Pusat berbunyi bertalu-talu. Isaac yang semalam berdiam di hotel bintang lima pun langsung terbangun. Ia membuka jendela dan menengadah ke atas langit, mendengarkan, bertanya-tanya tentang makna dentang lonceng kali ini. Detik berikutnya, ia menjulurkan tubuh ke atas jalan dan sudah mendapatkan jawabannya.
Teng! Teng! Teng!
Oh kematian dan duka cita yang dalam. Isaac mendengar teriakan dari orang-orang di jalan. Jerit tangis dan perasaan kehilangan. Dari lantai tiga puluh tempatnya bermalam, nun j
Hello guys, apa kabar? Yuk, kalau kalian suka sama novel ini, jangan lupa digudangin yaa. Dan kalau ada request atau mau komen, boleh banget kok. Feel free to get closer with me. Okay, guys? See you later yaa. Daahhhhh.
Isaac berjalan terburu-buru keluar dari lobby hotel. Setelah bertengkar dengan Camilla, setelah didamprat ibunya lewat telepon, Isaac tahu ia harus segera pulang ke rumah atau masalah yang lebih besar akan terjadi. Sebelumnya, Isaac telah membelikan Camilla sebatang cokelat, semangkuk puding, sepaket makanan berisi daging ham, gorengan dan sayuran tumis, dua minuman kaleng dan satu botol air mineral ukuran sedang. Sebelumnya lagi, Isaac juga telah menelpon orang-orang yang bekerja di bidang keamanan untuk memastikan arah pulang ke rumah Camilla aman. Sebelum sebelumnya lagi, Isaac juga telah merapihkan buku-buku dan pernak-pernik Camilla, memasukkannya ke dalam tas sementara wanita itu masih ngambek di sofa sambil sesenggukkan mengelap sisa air matanya. Isaac bahkan memijiti pundak Camilla sebentar karena wanita itu menyuruh. Kalau sahabatnya, Emerald Cohen, tahu dirinya melakukan ini semua untuk Camilla, ia pasti akan marah besar. Bagi Isaac mungkin tidak apa-apa. Tapi bagi
Kecanggungan menyeruak setelah satu detik Isaac dan Ann menyadari keduanya saling berpelukan. Sebuah spontanitas dari rasa kekhawatiran yang dalam terbenam. Isaac dan Ann sama-sama melepas pelukan itu dalam gestur cepat. Keduanya mundur selangkah, saling menjauh, seolah-olah menghindari virus atau penyakit mematikan, seolah-olah jijik. Annastasia tergugu. Ia menundukkan kepalanya. Isaac melempar pandangannya ke arah lain, ke sebuah jendela yang kacanya retak oleh kerasnya suara dentuman bom. Ann mengalihkan pandangannya ke meja dapur yang masih berantakan. Isaac berbalik memandangi Ann. Ann menoleh, memandangi Isaac. Isaac memalingkan muka. Terus saja begitu. Keduanya sama-sama ingin melihat pasangannya, tapi sama-sama tidak mau ketahuan kalau mereka tengah melihat. Pada suatu titik, mata mereka saling bertemu, tetapi kemudian buru-buru saling dilepas. "Kenapa lo liatin gue? Udah sana lanjutin masaknya," gertak Isaac. Dengan dagunya ia menunjuk meja dapur yang masih
Isaac bekerja sebagai Manager Keuangan di sebuah perusahaan yang memproduksi makanan dan minuman dari cokelat, Coco Channel. Ia telah bekerja di sana sejak pertama ia melamar pekerjaan setelah lulus kuliah dan sepertinya akan terus bekerja di sana sampai ia mati. Ya, Isaac sudah dinobatkan sebagai karyawan tetap yang berprestasi dan merupakan suri tauladan yang baik bagi para karyawan baru. Di kantornya tersebut, lelaki itu memiliki dua sahabat dan beberapa teman dekat. Salah satu sahabatnya, seperti yang sering disebutkan di chapter sebelumnya, Emerald Cohen, adalah rekan kerjanya di bidang HRD dan Consultant. Ia telah bekerja di Coco Channel sama lamanya dengan Isaac bekerja. Emerald Cohen memiliki wajah yang cukup tampan dengan alis hitam melengkung indah, mata biru, hidung panjang-lurus, bibir tipis dan pipi yang kemerah-merahan. Lebih gampangnya, Emerald mirip salah seorang anggota Boyband Korea TxT dari dunia sebelah, Kim Taehyun. Tapi kalau dibilang begitu, Em
Selain Emerald dan Pascal, ada beberapa teman akrab yang dimiliki Isaac seperti Jordan Poulain, seorang Konsultan Keuangan, ada pula Mayor Jean-Pierre, seorang yang bekerja di bidang Marketing-sama seperti Camilla. Terakhir, ada seorang Office Boy yang kehadirannya suka jadi pelampiasan curhatan orang-orang satu kantor, Taher. Setiap kali ada orang datang bercerita atau curhat padanya, Taher diam saja bagai orang autis. Sepertinya ia telah menguasai ilmu batu. Dia bisa membatukan dirinya sedahsyat dan sebanyak apapun curhatan menggempur. Tapi karena itulah, orang-orang jadi suka. Kehidupan perkotaan yang sumpek dan penuh polusi bikin gampang stress, ditambah dengan gaya hidup orang-orangnya yang sangat individualis, meningkatkan stress menjadi depresi. Depresi kalau terus dipendam dan tidak ditangani dengan baik lama-lama bisa jadi gila. Atau lebih parah, bunuh diri. Di tengah-tengah itu, Taher hadir dengan muka bengongnya, menerima semua curhatan tanpa menghakimi,
Camilla melempar spatula yang barusan digunakannya untuk mengaduk sup ayam buatannya yang belum matang di kompor. Spatula itu nyaris mengenai wajah Isaac, kalau saja lelaki itu tidak refleks menghindar dengan memiringkan bahunya ke kanan sebentar. "Apa?? Pesta??" Omel Camilla. Matanya nyalang seperti orang kesurupan. Ia berkacak pinggang. Sekonyong-konyong, gadis cantik itu berubah menjadi makhluk yang mengeluarkan aura dan ekspresi menyeramkan. "Oh cobaan macam apa lagi yang akan kamu berikan padaku, Isaac!" Sambungnya lagi dengan penuh kecewa. Ia menghempaskan tangannya ke udara. Seperti yang telah Isaac duga, Camilla tidak akan terima pesta itu diadakan. Tetapi Mayor terlanjur membeo ke seisi kantor dan Isaac tidak punya alasan untuk menolaknya. Sebenarnya ia punya alasan, misalnya dengan mengatakan bahwa saat ini ia sedang tidak punya uang, tapi Mayor membantah dan mengatakan dengan gaji lima ribu Crownos (Lima puluh juta rupiah) yang diterima Isaac setia
Ann baru tahu maksud Isaac sebenarnya ketika ia sudah benar-benar berada di Mall. Keduanya melangkah memasuki supermarket. Isaac mengambil beberapa kilogram daging sapi, sayur mayur, asparagus, kubis brussel, kacang pistachio, beberapa botol saus dan kecap, dua paket bumbu dapur, telur ayam, telur puyuh, telur asin, berkilo-kilo buah-buahan, berkilo-kilo ikan segar, beras, tepung terigu, tepung gandum, pasta, cokelat, gula dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu. "Nanti lo bantuin gue masak ya," tukas Isaac sambil memilah-milah jamur kuping yang hendak ia ambil. Tensi di antara mereka cukup rendah sekarang. Meski masih seacuh sebelumnya, tetapi setidaknya Isaac tidak berbicara dengan menarik urat nadi pada istrinya dan itu membuat Ann merasa sedikit lebih tenang. Sikap Isaac di luar rumah ternyata lebih baik dari yang di rumah, pikir Ann. Setidaknya ketika di luar, Isaac tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang istri dengan baik dan benar. Ann berp
"Abang ke mana aja sih? Kok jam segini baru pulang?"Annastasia tak sanggup menyembunyikan kekesalannya waktu melihat suaminya baru kembali ke rumah sekitar pukul satu siang. Ia berjalan menghampiri Isaac yang baru selangkah melewati pintu sambil masih memegang spatula di tangan kanannya. Keringat di dahinya mengucur. Raut mukanya tampak lelah dan napasnya satu-satu seakan menegaskan kelelahannya."Katanya mau ngadain pesta jam lima sore? Terus kok jam segini baru pulang? Abang ninggalin Ann sendirian masak di si-""Kan gue udah bilang gue ada urusan mendadak di kantor, Ann," sergah Isaac, tak mau disalahkan. Memang sebelum pergi, Isaac sempat mengirim pesan elektronik kepada Ann. Tapi, bagi Ann, itu tidak bisa dibenarkan. Bagaimana mungkin ia yang merencanakan pesta, lalu meninggalkan Ann sendirian untuk berkutat menyiapkannya?"Kerjaan kita masih banyak, Abang," cetus Ann, gregetan. "Masakannya masih banyak yang belum jadi."Bahkan, kalau pun sek
Ada sekitar dua puluh orang teman Isaac yang datang ke pestanya. Bisa jadi lebih, Ann tidak tahu pasti. Mereka menamakan diri sebagai "Teman Kantor Senior dan Teman Kantor Junior". Ann sendiri tidak tahu mana teman Isaac yang senior dan mana yang junior. Semuanya tampak sama dan masih terlalu bias. Mungkin karena ini pertemuan pertama, biasanya memang begitu. Isaac berdiri di teras depan, di dekat tiang berukir yang telah diberi balon warna merah dan dibalut pita warna biru. Di sampingnya adalah Annastasia yang terus melempar senyum kepada setiap teman Isaac yang menyapanya, ataupun memujinya "Cantik". "Ck!" Isaac menyeringai. Ia memutar bola matanya malas. "Gak usah ge'er," bisiknya, mencela. "Ck!" Ann membalas seringaian suaminya dengan seringaian balik. Lalu terus dengan senyum keramahtamahannya, ia mempersilakan mereka semua masuk dan menikmati hidangan yang ada, baik yang di halaman ataupun ruang tamu. Suasana rumah, dari halaman depan sampai ruang