All Chapters of SWEET CAKE: Chapter 101 - Chapter 110
132 Chapters
Teman Sekaligus Lawan
Dalam hatinya, Lea mulai menghitung. Degup jantung yang begitu menghentak membuat dadanya kian sesak. Ini gila. Lea belum pernah merasakan jantungnya berdetak secepat ini sebelumnya. Bahkan ketika ketakutannya kepada Bram sedang berada di titik puncak, dia tak pernah merasa seperti ini. Satu gerakan kecil. Ya … hanya butuh satu gerakan kecil dari telunjuknya, maka Lea akan segera bertemu dengan Zen. Wanita itu hanya perlu menggenggam kuat-kuat senjata semi otomatis itu dan menarik trigger-nya. Semudah dan sesederhana itu. Namun kenyataannya, jari Lea terasa kaku, sangat sulit untuk digerakkan.“Aarrgh!” Lea menengadah, menjerit sekencang-kencangnya lantas tertunduk lemas.Wanita itu terus berteriak, memaki dirinya sendiri yang tak bernyali untuk menyelesaikan apa yang harus dia tuntaskan. Dengan senjata yang masih dalam genggamannya, Lea menutup wajah dan meraung sejadinya.“Kenapa aku tidak bisa melakukannya?” sesal w
Read more
SWEET CAKE
Duduk di kabin belakang sebuah mobil SUV, Lea menatap kosong ke arah jendela. Beberapa waktu lalu, dia baru saja menginjakkan kaki di dermaga. Seperti yang dikatakan Jhonatan, seseorang datang menjemputnya di superyacht. Sebuah mantel tebal membungkus tubuh indahnya yang terdapat banyak noda darah. Pikiran Lea belum bisa tenang meski Jhonatan mengatakan bahwa pria itu akan menyelamatkan Zen. Masih saja ada ketakutan jika sang suami tidak akan bisa bertahan hingga mereka tiba di tempat yang dituju. Mobil yang ditumpangi Lea terus melaju seolah tanpa hambatan. Entahlah, mungkin karena Lea yang terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga dia tidak mengetahui situasi sekitar. Dua pria yang duduk di kabin depan pun tak ada yang mengajaknya berbicara atau sekadar menanyakan keadaannya. “Kau akan baik-baik saja, Zen. Aku akan menunggumu kembali. Kita akan bersama lagi, Sayang,” gumam Lea dengan jemari yang saling bertaut dan mata memejam. Banyak sekali doa yang d
Read more
S2.1. Ordo Messier
  Rasa rindu yang kian mencekik membuat Lea tak sabar menunggu Zen kembali. Tahun bahkan sudah berganti, dan Zen tidak juga kembali. Wanita yang tengah duduk di atas tempat tidur itu menitikkan air mata. Di tangannya terdapat sebuah bingkai berisi foto pernikahan. "Aku merindukanmu, Zen," lirih wanita itu seraya mengusap kaca bingkai. Perlahan, pandangan Lea terangkat. Sudah lebih dari 7 bulan semenjak kejadian mengerikan di superyacht itu berlalu. Memang masih menyisakan trauma di dalam diri Lea. Namun, ada hal lain yang lebih membuatnya tersiksa dari sekadar trauma akibat kebengisan Bram, yaitu rasa kehilangan yang dirasakannya. Memang, Jonathan Graham mengatakan bahwa suaminya akan kembali dalam keadaan baik-baik saja. Hanya saja ... keterbatasan komunikasi y
Read more
S2.2. I'll Keep Watching You, My Dear!
  "Ordo Messier." Apa atau siapa itu Ordo Messier? Semakin dalam saja kerutan di dahi Lea. Wanita itu sama sekali tidak pernah mendengar nama itu. Sekalipun tidak pernah. "Ordo ... Messier?" "Iya, Nyonya." Arthur mengangguk mantap. "Jadi ... apa atau siapa?" telisik Lea ingin tahu dengan bahu terangkat. Arthur menggeser posisi duduk, menjauhkan punggung dari sandaran kursi. Satu sikunya bertumpu pada meja. Pemilik tatapan setajam elang itu menyorot serius pada Lea yang menunggu jawaban darinya. "Illuminati, Freemason, Bilderberg, Skull and Bones ... pernah mendengar nama-nama itu?" Arthur melempar pertanya
Read more
S2.3. Mortem Paradox Project
Langkah kaki mengentak tegas dengan gema yang mengalun ganas menyusuri selasar menuju sebuah ruangan di mana beberapa orang dengan outfit berkelas tengah duduk mengitari sebuah meja berbentuk oval yang tepat berada di tengah-tengah ruangan. Persis di bawah chandelier mewah yang membuat ruangan itu terlihat begitu elegan dan indah.Beberapa penjaga yang berdiri di kanan dan kiri pintu membungkukkan badan, memberi hormat ketika pria dengan setelan jas putih—seputih rambut dan jambang yang menghiasi wajahnya itu memasuki ruangan.Dua pengawal yang berjalan di belakang pria itu memberi isyarat agar pintu segera ditutup rapat, sesaat setelah si pria berjambang itu memasuki ruangan. Sementara seorang pengawal mengikuti sang tuan masuk ke ruangan tersebut, seorang pengawal yang satunya lagi tampak berdiri di depan pintu dengan sikap waspada untuk mengawasi situasi di sana.“Perjetesi per vellain tim.”Semua orang yang ada di ruangan it
Read more
S2.4. Carotid Artery
Sudah sejak satu minggu yang lalu, Zen terbangun dari tidur panjangnya. Beruntung dia terbangun di saat penjagaan di ruang perawatan itu sedang longgar. Dalam keadaan setengah sadar, Zen mendapati dirinya berada di tempat asing dengan berbagai macam alat penunjang kehidupan yang menempel di tubuhnya. Ventilator yang dipasang pada saluran pernapasan, menimbulkan rasa tidak nyaman yang sangat mengganggu. Membuat rongga hidung hingga ke paru-paru terasa seperti terbakar. Ruangan itu terlihat lengang ketika terjadi pergantian penjaga. Zen memiliki kesempatan beberapa saat untuk berusaha mengenali tempat tersebut. Semula, dia mengira sedang berada di fasilitas kesehatan yang ada di mansion. Namun ketika memperhatikan lagi ruangan itu dengan seksama, Zen sangat yakin bahwa dirinya tidak sedang berada di rumahnya. Dia berada di suatu tempat yang sepertinya belum pernah dia kunjungi sebelum ini. Sesaat setelah itu, seorang penjaga masuk. Insting Zen untuk bertahan hidup memb
Read more
S2.5. Welcome to the Jungle!
 “Jangan bergerak!”Seketika itu Zen menghentikan gerakan. Paham akan bahaya yang mengancam, Zen memutar posisi pisau di tangan secara diam-diam. Menyembunyikannya di bagian dalam tangan agar orang yang berdiri di belakangnya tidak melihat.“Rob,” ujar si Penjaga ketika melihat rekannya menggelepar di atas kubangan darahnya sendiri.Kondisi sang rekan yang mengenaskan, membuat penjaga itu sedikit gemetar. Bagaimana tidak? Lihat saja napasnya yang tersengal, lalu sklera yang terlihat memutar ke atas dengan kerjapan kelopak mata yang begitu cepat. Sungguh mengenaskan! Siapa yang tidak akan gemetar ketika melihat kawannya dalam keadaan semacam itu?Melihat celah kesempatan yang tercipta, Zen melirik bayangan penjaga yang berdiri di belakangnya. Saat ini, masih terlihat penjaga itu menoleh ke arah kawannya yang telah dia lumpuhkan.Zen memutar badan dengan cepat, bersamaan dengan sikunya yang menangkis tangan si Pen
Read more
S2.6. Ghost is a Joke
Sepanjang yang dapat dilihat oleh Zen hanyalah kegelapan. Bermandikan cahaya dari bulan yang tertutup oleh rimbunnya pepohonan di sekitar. Bayangan daun yang meghalangi sinar rembulan tampak bergoyang-goyang, seperti roh hutan yang sedang menari oleh tiupan sang bayu. Namun dia tidak dapat berhenti. Kakinya harus terus berlari agar orang-orang di belakang sana tidak dapat mengejar. “Aargh!” Zen mengerang, menggeram menahan sakit yang dirasa di tungkai kaki. Gesekan sepatu boots dengan permukaan kulitnya yang tidak dilapisi kaus kaki membuat pria itu merasakan perih dan panas yang menyiksa. Hingga akhirnya Zen memutuskan untuk melepas sepatu tersebut dan berlari dengan bertelanjang kaki. “Hutan tidak akan membunuhku, karena satu-satunya yang dapat membunuhku hanyalah dirimu, Sweet Cake.” Zen mengubur sepatu dengan dedaunan untuk menghilangkan jejak. Meski hal tersebut akan sia-sia saja jika mereka
Read more
S2.7. Atlanta
Tidak ada yang berani mengambil senjata tersebut. Setelah mengganti pakaian Zen dengan yang bersih, mereka segera meninggalkan pria itu di sofa. Membiarkannya tetap tidak sadarkan diri demi keselamatan mereka sendiri.Sepasang suami dan istri itu duduk dengan gusar di meja makan. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah mereka memanggil Sheriff? Jelas-jelas pria yang telah mereka selamatkan itu membawa senjata api. Seseorang dengan dua pucuk senjata api pastilah bukan orang sembarangan.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Hale—si Istri sambil meremas jemari dan sesekali menengok ke arah ruang tamu.Pria bernama James itu menjilat bibir. Tidak ada gunanya juga menyesali apa yang telah terjadi. Mereka sudah terlanjur membawa pria berbahaya ini ke rumah. Jadi sekarang mereka harus menyelesaikan masalah ini. Berpikir kerasa bagaimana caranya agar ketika pria asing itu terbangun, tidak akan membawa bahaya untuk mereka.“Kurasa seb
Read more
S2.8. Be Kind
Dengan uang 200 Dollar dan sebuah truck tua, Zen tidak akan bertahan untuk tiba di Brownsville. Oleh sebab itu, dia harus mencari cara lain agar bisa menghubungi Arthur. Dia juga harus berhati-hati karena bisa saja dia tertangkap oleh orang-orang yang mengejarnya. Siapa orang-orang itu, Zen sama sekali tidak memiliki petunjuk.Truck yang dikendarai Zen menepi di depan sebuah kedai. Bangunan satu lantai dengan dinding bagian depan terbuat dari kaca yang di atapnya terdapat neon box bertuliskan “24 hours” dengan dua makna sekaligus. Kedai bernama 24 Hours yang buka selama 24 jam.Hari masih gelap, masih terlalu pagi untuk sebuah perjalanan panjang. Pria itu turun dari truck lantas masuk ke kedai tersebut. Zen perlu sesuatu untuk menghangatkan tubuh sekaligus mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk berkomunikasi dengan orang kepercayaannya.“Selamat pagi. Selamat datang di 24 Hours, Tuan,” sambut seorang pria, pemilik kedai yang terlihat
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status