Lahat ng Kabanata ng Pengantin Tuan Haidar: Kabanata 41 - Kabanata 50
606 Kabanata
Bab 41. Candu Baru ( khusus 21+)
“Om!”  teriak Andin.Haidar terjatuh dari tempat tidur karena terus menghindari istrinya. Ia kira sang istri akan memperkosanya, padahal Andin hanya ingin memeriksa suhu tubuhnya.Andin segera turun dari tempat tidur untuk membantu suaminya bangun. “Om, ehm … Boo, kamu nggak apa-apa ‘kan?” Andin terlihat sangat khawatir karena kening sang suami terbentur meja nakas.Haidar diam saja tanpa menyahuti ucapan istrinya sembari memegangi keningnya. Kepalanya terasa sangat pusing, pandangannya kabur. Andin membantunya untuk  bangun dan berbaring di atas tempat tidur.“Kening kamu berdarah, Boo,” kata Andin ketika Haidar melepas tangan dari keningnya, ia segera mengambil tisu yang ada di atas nakas. “Aku ambil kotak obat dulu ya.” Andin segera mengambil kotak obat yang ada di kamarnya.“Ada pepatah ‘siapa takut ia celaka’ itu benar dan terjadi padaku,” kata Haidar seraya tersenyum kecil membayangk
Magbasa pa
Bab 42. Gagal Mengeong
TOK TOK TOK Ketika nafsu mereka sudah memuncak terdengar suara ketukan di pintu kamar. Untung saja kamarnya kedap suara, jadi tidak perlu khawatir suara desahan mereka terdengar sampai keluar. Haidar dan Andin gagal mengeong karena ketukan pintu. “Andin!” panggil Mami Inggit sembari terus mengetuk pintu kamar. Kalian ada di dalam ‘kan?” teriak Mami Inggit. “Boo, ada Mami.” Andin segera turun dari tempat tidur, lalu memakai kembali baju tidurnya yang semalam. Kemudian ia segera membuka pintu kamar untuk mertuanya. Sementara Haidar masuk ke dalam kamar mandi. “Sayang, kamu sakit, Nak?” tanya Mami Inggit yang melihat keringat mengucur di pelipis Andin. Kemudian ia meraba kening menantunya. “Kamu demam, Sayang,” kata Mami Inggit. Hawa panas di tubuh Andin bukan dikarenakan demam, tapi karena habis olah raga siang bersama Hai
Magbasa pa
Bab 43. Aku Nggak Sakit
 “Sayang, Mami pulang dulu ya,” pamit Mami Inggit pada menantunya. Setelah mencium kening sang menantu, Mami Inggit keluar dari kamar anak dan menantunya. Setelah sang mertua keluar dari kamar. Andin bangun dan terduduk. Ketika ia hendak turun dari tempat tidur, Bi Susi melarangnya. “Jangan bangun dulu, Non! Nona muda istirahat aja, supaya lekas sembuh,” kata Bi Susi pada Andin. “Bi, aku tuh nggak sakit, aku nggak demam,” jawab Andin. “Kalau Bibi nggak percaya, coba periksa kening aku.” Andin meraih tangan Bi Susi, lalu menempelkan pada keningnya. “Nggak panas ‘kan?” “Iya, Non, suhu tubuh Nona normal,” sahut Bi Susi. “Nyonya terlalu sayang sama Nona, jadi dia terlihat sangat khawatir,” imbuhnya sembari tersenyum. “Ya udah, ayo kita keluar. Aku mau masak untuk suamiku,” kata
Magbasa pa
Bab 44. Rasa Cinta Atau Rasa Nyaman?
"Anggap aku anakmu," kata Andin pada Bi Susi sembari menyunggingkan sudut bibirnya.Bi Susi terharu dengan ucapan majikannya. "Nona memang wanita berhati malaikat, semoga Nona selalu diberikan kebahagiaan yang berlimpah, aamiin." Bi Susi mengucap doa dalam hatinya."Sekarang Bibi bawa semua makanan ini ke rumah belakang, aku mau masak dulu," kata Andin setelah melepas rangkulan tangannya di lengan Bi Susi.Andin langsung ke dapur, ia ingin memasak untuk suaminya. Senyum kebahagiaan di wajahnya terus merekah."Kenapa gue bahagia banget kayak gini, kayaknya gue udah jatuh cinta sama berondong alot. Wajahnya selalu ada di ingatan gue, bahkan gue lupa sama Roy. Tapi, apa dia juga merasakan hal yang sama," ucap Andin dalam hatinya.Andin tersadar dari hayalannya. "Bodo amat ah, itu bisa diatur nanti, gue mau masak dulu untuk berondong alot," gumam Andin sembari tertawa pelan.Bi Susi sej
Magbasa pa
Bab 45. Satu Kecupan
"Sejak kapan Om ehmm maksudku Boo berdiri di situ?" tanya Andin ketika memutar tubuhnya ia melihat Haidar sedang berdiri sambil menyandarkan tubuhnya pada tembok sambil melipat tangan di depan dada.Haidar memerhatikan istrinya yang sedang narsis di depan cermin sembari menyunggingkan sudut bibirnya."Sejak kamu berbicara pada cermin," kata Haidar sembari tertawa pelan."Aku jadi malu," kata Andin, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Sejak kapan kamu punya malu," cibir Haidar pada istrinya."Astaga, Boo, kamu jahat banget sama aku." Andin mengerucutkan bibirnya. "Aku bicara fakta," sahut Haidar sembari menahan senyum."Aku sadar itu ... tapi jangan diperjelas juga," protes Andin terhadap ucapan suaminya."Aku udah lapar, kamu masak sana!" titah Haidar pada istrinya. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan supaya Andin tidak memperpa
Magbasa pa
Bab 46. Perubahan Sikap Haidar
"Boleh satu kali lagi?" pinta Haidar sambil menunjuk pipi sebelahnya yang belum dikecup.Andin terkejut mendengar ucapan sang suami. "Aku kira kamu marah," kata Andin sembari tersenyum bahagia. Lebih bahagia lagi dari sebelumnya karena untuk pertama kali sang suami yang meminta cium lebih dulu."Apa mungkin dia juga merasakan apa yang gue rasa? Satu hal yang pasti, sekarang dia nggak pernah kumat lagi." Andin berbicara pada dirinya sendiri di dalam hati.Andin menangkup wajah sang suami. Lalu menghadiahi kecupan di mata, hidung, dan pipi sang suami sampai berkali-kali."Sekarang cepetan makan! Aku masak makanan enak ini khusus untukmu," titah Andin pada suaminya setelah memberi kecupan di wajah sang suami. Andin pun kembali duduk di kursinya.Haidar menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Bisa-bisanya aku berbicara seperti tadi. Bibir dan hatiku udah nggak bisa aku kontrol lagi kalau dekat denga
Magbasa pa
Bab 47. Cemburu Artinya Cinta
“Kenapa dia marah? Apa aku salah kalau aku nggak suka dia masak untuk orang lain?” gumam Haidar sembari menatap sang istri yang sudah pergi menjauh darinya. Haidar bangun dari duduknya, menyusul sang istri yang pergi  ke halaman belakang.  Ia yakin Andin pasti pergi menemui peliharaan kesayangannya. “Si Brondong alot nyebelin!” teriak Andin saat berada di taman kelinci. Joy dan Nancy yang sedang tidur jadi terbangun karena mendengar teriakan Andin. Andin mendekati Joy dan Nancy. Ia duduk bersila di atas rumput nan hijau. “Maafin aku ya,” kata Andin sembari mengelus-elus punggung Joy dan Nancy. Kedua kelinci peliharaannya memejamkan mata kembali karena merasa nyaman dengan sentuhan tangan Andin. “Kalian tahu nggak, aku lagi sedih nih. Aku butuh temen curhat, apa kalian mau mendengarkan curhatan aku.” An
Magbasa pa
Bab 48. Calon Imam
Andin dan Sisil saling pandang saat mendengar suara yang mereka kenal. Andin dan Haidar menoleh secara bersamaan pada sumber suara. Sisil terlihat salah tingkah dengan kedatangan seseorang yang namanya sudah ia ukir di dalam hatinya. “Abang, tumben ke sini?” tanya Andin pada saudara kembarnya. Ini adalah kali pertama Aldin berkunjung ke rumah suami sang adik. Seseorang itu adalah Aldin, saudara kembarnya Andin. Laki-laki yang begitu manis, walau sikapnya sedingin es, tapi di hati Sisil, Aldin adalah sosok calon imam yang sempurna. Sisil mencintai Aldin dalam diam, ia tidak mau merusak persahabatannya dengan Andin jika ia berhubungan dengan kakak sahabatnya itu. “Kamu susah banget dihubunginnya, Dek. Nenek sakit, manggilin kamu terus,” kata Aldin pada adiknya. Andin langsung bangun dan berdiri. “Nenek sakit apa? Kenapa aku baru dikabari sekarang?” cecar Andin pada a
Magbasa pa
Bab 49. Pujaan Hati
“Ehmm … kamu salah dengar kali,” kilah Sisil pada Aldin yang sedang menunggunya di balik pintu belakang rumah Haidar. “Aku nggak tuli,” kata Aldin pelan tapi penuh penekanan sembari mencondongkan kepalanya ke arah Sisil. Ia tahu kalau dirinyalah yang dimaksud gunung es oleh Sisil. Jantung Sisil terasa berdebar-debar saat wajahnya berada sangat dekat dengan wajah pujaan hatinya. “Biasa aja kali,” kata Sisil sambil mendorong wajah Aldin dengan telapak tangannya. Ia berbuat seperti itu untuk menutupi kecanggungannya. Aldin pun segera pergi dari hadapan Sisil untuk menemui adik iparnya yang berada di ruang keluarga. “Bang, aku pulang dulu ya,” pamit Aldin pada Haidar. Walaupun Aldin kakak ipar Haidar, tapi Aldin tetap memanggilnya abang karena umur adik iparnya yang jauh lebih tua darinya. Ia merasa tidak sopan kalau harus memanggil  dengan sebu
Magbasa pa
Bab 50. Si Tua Bangka
“Kenapa? Kamu takut ketahuan kalau kamu hendak ketemuan dengan mantan kekasihmu itu?” tukas Haidar pada Andin. Ia curiga pada istrinya karena tidak mau ia ikut ke rumah orang tuanya.“Kamu kenapa sih, selalu membahas tentang Roy. Susah payah aku melupakannya, tapi kamu selalu membahas Roy dan Roy lagi!” bentak Andin pada suaminya.Andin sangat kesal dengan sikap sang suami karena akhir-akhir ini ia selalu menuduhnya yang tidak-tidak. Kemudian ia berlari keluar rumah dan langsung menancap gas kuda besinya.Haidar segera menyusul sang istri. Ia segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tapi, tetap ia tidak bisa mengejar istrinya. “Kemana dia? Kenapa cepat sekali dia menghilang,” kata Haidar sembari memukul setirnya.Di ujung jalan ia melihat sang istri yang sedang berjongkok di depan kuda besinya.“Sial!” Andin menendang ban motornya yang kempes. “Kenapa lo harus berm
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
61
DMCA.com Protection Status