All Chapters of Runaway Bridesmaids: Chapter 31 - Chapter 40
87 Chapters
A Little Bit Mistake
"Aline, apa kamu tidak cek ulang penawaran dari supplier?" Mami menerobos masuk ke ruangan kerjaku. "Penawaran dari supplier mana, Mi?"  Sumpah, gara-gara bertengkar dengan Bram pagi tadi, kinerja otakku melambat.  "Astaga, Zeline Zakeysha! Penawaran dari bahan baku produk lulur terbaru itu belum deal. Mami masih mencari harga dan komposisi lain. Kenapa kamu malah tanda tangan dan buka purcase order dalam jumlah besar?"  Napasku seperti berhenti mendadak. Seumur-umur belum pernah aku seceroboh ini. Kinerja baik yang selama ini aku lakukan saja tak kasat mata, malah ditambah dengan kesalahan fatal yang membuat Mami murka.  "Apa bisa dibatalkan, Mi?"  "Coba saja hubungi kembali pihak mereka. Jika tidak berhasil, kamu harus melakukan segala cara agar produk ini laku di pasaran." Mami memandang tajam ke arahku. God. T
Read more
Mulai Terbebani Perasaan
Semua persiapan pernikahan sudah hampir rampung. Akting Zanna juga sudah semakin sempurna. Sayangnya, hubunganku dengan Bram justru memburuk.  Aku malas berurusan dengan keluarganya. Nomor Jeremy sudah aku blokir. Saat Bunda menelepon, aku hanya berbicara seperlunya saja. Aku perlu menghindari resiko mereka mendadak muncul dan berdampak pada rencana pernikahan.  Mungkin memang seperti ini jalannya agar aku fokus pada pernikahan Zanna. Tiket ke Bali sudah dipesan. Jika berhasil kabur saat pesta pernikahan digelar, aku akan menginap di apartemen Bram. Paginya baru berangkat ke bandara. Biarlah rasa rindu ini aku tahan sementara. "Sissy, ada Arkana di bawah. Pengen ketemu kamu katanya."  "Nyamar jadi aku aja, gih. Aku lagi gak mood."  Zanna duduk di tepi ranjang. "Belakangan ini kamu murung terus. Apa gara-gara masalah bahan baku produk lulur?" 
Read more
Kecemburuan Mami
Aku menatap lukisan yang diberikan oleh Bram. Siluet tubuh kami saat berada di pantai Canggu. Ada sebuah pesan yang ditulis di bagian pojok bawah. "U're mine, forever." Aku mengeja huruf demi huruf.  Apakah ini adalah isyarat bahwa dia tidak akan pernah melepaskan genggaman tangan? Apakah aku menjadi satu-satunya perempuan yang tak akan terganti?  Cinta ini begitu besar. Terkadang aku sendiri pun seperti kewalahan menghadapi ketakutan tentang firasat akan kehilangan.  Bukan hanya Zanna yang takut acara pernikahan itu tidak berjalan lancar. Aku juga mengalami hal yang sama, bahkan Bram pun begitu. Ada jarak yang terbentang, masih ada mantan yang selalu berdekatan.  Lukisan ini belum bisa aku pajang. Aku memilih untuk menyimpannya kembali dalam koper. Besok tanpa sepengetahuan siapa pun, aku harus mulai mencicil pakaian yang akan dibawa pindah ke apartemen Bram.
Read more
Gladi Resik
Hari ini acara gladiresik dilakukan. Aku tidak bisa melarikan diri atau bertukar peran karena ada Mami dan Papi juga. Hanya kedua orang tua yang tak pernah salah mengenali kami berdua. Zanna tadinya tidak ingin ikut, tetapi aku paksa. Biar bagaimanapun, ia harus mengikuti tahapan rundown acara. Nanti saat kami bertukar tempat, tidak ada kecanggungan. “Aku gak mau sebenarnya beradegan mesra sama Arkana. Tau sendiri, secret admirernya ngambekan. Dih, malas!” Aku mendecak sebal. Zanna hanya tersenyum datar. Aku sengaja menyindirnya karena masih ada tersisa sedikit rasa kesal. Hari ini aku sengaja memakai blouse berbahan katun bermotif abstrak dipadukan dengan celana model pensil berwarna hitam dan flat shoes. Rambut aku cepol dan menyisakan beberapa helai yang menjuntai. “Tuh, pujaan hati kamu dari tadi cengesan mulu. Pasti di kepalanya cuma mikirin belah duren. Dasar mesum!” ump
Read more
Segenggam Kebahagiaan
"Aline, apa lagi yang kamu tunggu? Ayo, tim make up udah nunggu!" Mami berkacak pinggang di depanku lalu berbalik badan dan berlalu. Aku memaksakan sepotong senyuman. Dekorasi pelaminan terasa sangat mewah. Semerbak wangi bunga terasa langsung menyerbu indra penciuman. Aku memang meminta aneka bunga segar sebagai hiasan di tengah-tengah ruangan.  Kursi tamu kanan kiri, meja bulat khusus untuk tamu VIP, photo booth yang upload-able ke media sosial, makanan dan cemilan yang lezat. Gemericik air di sisi kiri pelaminan. Semua terlihat sangat sempurna.  Ukiran nama pengantin, sengaja aku minta semua diberi inisial saja. A & A. Jika Arkana menyangka itu namanya dan Aline, salah besar. Itu untuk Arkana dan Anya. Semua cinderamata pun berlogo sama.  Masalah hanya ada di undangan pernikahan juga papan bunga. Aku tidak mungkin mengubahnya, 'kan? "Sayang, sudah hampir jam
Read more
Tetap Mencintai Kamu
Ponsel berdering. Aku langsung siaga. Kode dari Zanna kalau pengakuan segera dimulai. Aku tidak mungkin memasang CCTV di kamar pengantin, 'kan? Aku menekan tombol pengeras suara seperti biasa. “Ada apa, Sayang? Belum saatnya kita memadu kasih di kamar ini.” Arkana tertawa kecil. “Aku mau bicara sama kamu, mumpung ijab kabul belum dimulai.”  “Oke. Silakan.” “Kamu ingat pernah berjanji akan tetap melanjutkan pernikahan apa pun yang terjadi hari ini, kan?”  “Iya. Kamu hanya terlalu cemas, Sayangku. Tidak ada hal buruk yang akan terjadi. Tuan Kadhi yang terlambat tidak bisa dijadikan patokan berhasil atau gagalnya acara kita.” “Aku ingin kamu membaca surat ini.” “Sayang, kamu kenapa, sih? Kok aneh banget. Kita mau nikah, kok malah main teka-teki begini?”  “Please, baca aja.” Sejenak terjadi keheningan. Aku menajamkan pendengaran. Aku bisa merasakan debar gugup dari Zanna. Aku tahu bagaimana kecem
Read more
Satu Permintaan
Badanku sakit semua. Sepanjang malam hanya berguling gelisah di ranjang. Aku lupa jam berapa akhirnya bisa terlelap. Bunyi alarm membuatku bisa bangun tepat waktu.Bram tidak pernah menghubungiku lagi. Entah sibuk atau sebenarnya memang karakternya seperti ini kalau sedang marah. Aku tidak suka marah dalam kondisi jarak terbentang karena banyak prasangka yang akan memperburuk keadaan.Aku bersandar pada headboard lalu meraih ponsel dari bawah bantal. Baterai ponsel sekarat. Sementara aku mandi dan bersiap-siap, lebih baik baterai ponsel diisi ulang saja.Aku berjalan menuju kamar mandi. Berendam dengan air hangat adalah hal yang bisa aku lakukan untuk mengurangi rasa sakit di tubuh karena kurang tidur.                 Kuteteskan bath oil beraroma cedarwood dalam air hangat. Di Bali nanti aku akan melakukan ritual perawatan tubuh lengkap untuk mempercantik diri sebelum be
Read more
Melepas Rindu
Bali memang punya pesona yang membekas di hati wisatawan lokal atau mancanegara. Euforia di hati begitu meledak-ledak. Entah karena dorongan rinduku dan pernikahan Zanna sudah berhasil terjadi. Harusnya Bram mengetahui kalau aku sudah sampai di Bali saat ini. Namun, aku sengaja tidak memberi kabar apa-apa sejak kami terakhir kali bertengkar.  Aku dan dia butuh ruang untuk menjernihkan pikiran agar tak terbawa suasana emosi. Tidak enak berbincang via ponsel ketika terjadi selisih paham. Setelah keluar dari bandara, sudah ada jemputan gratis dari pihak spa. Hiruk pikuk manusia yang ingin menghabiskan waktu di Pulau Dewata ini adalah pemandangan yang sudah biasa. Sihir keindahan alam, pantai, membuat candu untuk datang kembali.  Aku ingin perawatan tubuh lengkap sebelum bertemu kekasih. Saat melihatku tampil cantik hatinya pasti akan mudah luluh. Aku memilih spa di daerah Seminyak. 
Read more
Bersama Kekasih
Aku membuka mata dan menatap wajah Bram yang masih terlelap. Bagaimana bisa aku jatuh cinta sedalam ini hanya pada seorang laki-laki? "Honey, bangun." Aku menggigit telinga Bram. Bram mengerang kesakitan sementara aku tertawa kecil. "Aku masih capek, Babe. Masih pengen bobok peluk kamu sampe siang."  "Tapi aku lapar, Honey. Energi habis karena kamu. Ayo, sarapan."  "Peluk dulu sini."  "Ogah. Nanti pasti kamu minta jatah lagi." Bram tertawa. "Ketauan modusku, ya?" Aku langsung turun dari ranjang menuju kamar mandi. "Jangan ngintip, ya!"  "Hei, aku sudah hafal bentuk, ukuran dan rasanya."  "Dasar, Mas Bewok Mesum!" Aku menjulurkan lidah mengejeknya. Saat aku selesai mandi, Bram masih dalam kondisi tidur. Sejak aku tiba, kami sama sek
Read more
Insiden Sepeda
"Mana sepedanya, Hon?" Aku celingukan. "Di garasi, Babe. Yuk." Bram kembali menggandeng lenganku. Butir keringat yang mengalir dari dahi membuatnya terlihat semakin seksi. Ih, kenapa otakku sudah terkontaminasi sepagi ini? Ada tiga sepeda terparkir di garasi. Sepeda lipat berwarna pink mengusik pikiran. "Hon, itu sepeda Nadhira?" "Iya. Fasilitas kantor dari aku. Buat olahraga pas hari libur." Bram santai melangkah ke arah sepeda gunung berwarna biru. "Aku naik sepeda mana?" "Ah, aku lupa, Babe. Sebentar, ya." Bram masuk ke pintu samping garasi. Aku menunggu sembari mengamati isi garasi. Tertata rapi dan bersih. Dari jendela yang terbuka, semerbak bunga yang berjajar bisa tercium sampai tempatku berdiri. Pengurus vila ini benar-benar rapi dan telaten. "Babe, ini sepeda untuk kamu." Bram mendorong sepeda lipat berwarna biru. Aku langsung mengamati sepeda yang dituntun oleh Bram. Persis sama seperti milik N
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status