All Chapters of Hug Me!: Chapter 11 - Chapter 20
41 Chapters
Bab 11. Perceraian
Alma sampai kantor jam 07.00Lebih awal tujuh menit dari Intan. Kantor dengan tiga lantai itu masih sepi. Yang ada hanya beberapa petugas kebersihan yang datang lebih awal untuk membersihakan ruangan sebelum pegawai datang.Ada rapat pagi, dadakan. Sekertaris wajib berangkat pagi untuk mempersiapkan rapat. Satu jam sebelum rapat dimulai bahan rapat, alat penunjang, ruangan bersih harus dipersiapkan sedetail mungkin!Security tersenyum lebar ketika Intan memarkir mobil. Menyapa dengan sopan. “Pagi Mbak Intan, pagi betul datangnya?” sapa Pak Lilik   “Iya Pak, nanti ada rapat.” Intan tersenyum dengan langkah terburu-buru masuk ke kantor.Intan langsung menuju lantai dua tepat di meja kerjanya, terlihat Alma membuka lembaran kertas di sudut ruangan sambil menguyah sepotong roti. Intan meletakan tas di tanggannya, melangkah mendekati Alma. “Pagi Mba
Read more
Bab 12. Kepergian Ayah
Stif merubah posisi duduknya lebih tegak. Menjatuhkan rokoknya kelantai, diinjak dengan kasar. Hatinya tercabik–cabik melihat Mama Eva hancur.  Tiba–tiba Intan berdiri dengan geram merai leher Fani dengan kasar, didorongnya tubuh rampingnya ke tembok. Kejadian itu cukup cepat hanya beberapa detik saja.Tubuh Fany berhimpitan dengan tembok. Cuih!  Cuih! Cuih! “Perek serpertimu harus diberi pelajaran!” pekik Intan, sambil meludah di wajah Fani. Sungguh menjijikan! Stif nampak terkejut. Tapi membiarkan kakaknya dengan aksi liarnya. Wajah Stif nampak puas melihat pemandangan itu. Intan terkenal pendiam dan lemah lembut. Melihat sikap brutal Intan Stif hampir tak percaya kakaknya mencekik Fani sebegitu kuatnya. Tak dipungkiri Stif  bangga dengan keberanian Intan.Aya
Read more
Bab. 14 Jangan Pernah Kembali!
Lima belas menit mobil Intan melaju. Berusaha menghindari Bara. Meskipun kerinduan di hatinya benar-benar masih untuk Bara. Hanya untuk Bara.  Tuhan, kenapa dia muncul lagi? Bara tidak akan mungkin bisa menerimaku jika dia tau sebenarnya aku yang membunuh Melisa. Intan ngoceh sendiri di dalam mobil. Air mata Intan mengalir membasahi pipi mulusnya. Intan berusaha mengambil kotak kecil tisu di sebelahnya. Tisu itu jatuh di  dekat kakinya. Intan berusaha mengambil tisu itu, membungkukkan badan sambil menyetir.  Bruk!!! Intan sedikit kehilangan pandangan arah depan. Intan menabrak sesuatu dengan cukup keras. Kakinya dengan cepat menekan rem. Di tegakkanya tubuhnya, Intan melihat seorang kakek tua tersungkur bersama gerobaknya. Oh Tuhan apa lagi ini? Kakek tua itu berdiri dengan susah payah, wajahnya teramat sedih. Berusaha menegakan gerobaknya yang
Read more
Bab 15. Move On!
Malam ini Intan tidak bisa memejam matanya. Hingga pukul 1 malam jam mata Intan masih terang benderang, sama sekali tidak ada rasa kantuk. Terngiyang-iyang saat pertama kali Bara mencium telapak tanggannya dengan begitu romantis.Samar-samar Intan mendengar suara rintihan tangisan suaranya sangat jelas terdengar dari kamar Mama Eva. Intan melangkah perlahan, dengan kaki berjinjit. Lalu menempelkan daun telingnya ke pintu.Benar Mama Eva menangis, sama seperti sore saat Intan pulang kerja. Intan tak kuasa mendengar mamanya menangis. Hatinya hancur, seoalah-olah merasakan kepiluhan Mama Eva.Perlahan Intan membuka pintu kamar, terlihat jelas Mama Eva meringkuk sedih. Intan menghampiri Mama Eva. Menyentuh pundak Mama Eva perlahan, lalu memeluknya.“Menangislah Ma, menangislah! Tapi jangan sendirian. Izinkan Intan jadi sandaran.”
Read more
Bab. 16 Vanya Bayi Manja
Wanita itu meneguk minuman yang diberikan Bara seperti orang kehausan.“Kamu ngak apa–apa?” tanya Bara.Wanita itu menoleh, matanya sendu  di ikuti air berlinang menetes di pipinya. Ada kepiluhan yang tak terbendung.“Om. Aku diputusin pacarku Om. Tolongin aku!” wanita itu menangis histeris.Bara nyaris pingsan di panggil sebutan Om, rasanya panggilan itu tak pantas untuknya. Menjijikan sekali.“Jangan diam aja dong! Om ayo tolongin aku!” rajuk wanita itu.Bara menarik nafas panjang, “kamu ini siapa tau–tau maksa saya?” “Aku Vanya Om.” Wanita itu menjawab pelan. Bara geleng–geleng, “siapa yang tanya namamu?” “Om tadi yang tanya?” Bara terdiam sambil memandang wajah wanita imut itu.“Om mau—kan tolongin saya?” ucap Vanya.“Gini ya aku
Read more
Bab. 17 Pengalaman Perdana
Bara menemui Intan di dalam sebuah kamar dengan nuasa putih. Tembok putih, sprei putih dan selimut putih. Dan ada seikat mawar merah yang dimasukan dalam vas kaca berisi air, tepat di sebelah meja ranjang.Intan hanya berbalut lingerie merah sama seperti warna bunga mawar. Kain  sutra yang hanya menutup sebagian tubuh Intan. Dadanya dibiarkan terbuka tanpa bra, pundaknya putih mulus hanya ada sehelai kecil kain lingerie. “Kamu sungguh mengoda gairahku!” kata Bara sambil berbisik di telingga Intan.Intan hanya tersenyum tipis. Tanpa minta izin Bara mencium kening Intan, ke pipi dan turun  leher. Bara merasakan hangat bibirnya saat bertemu dengan bibir Intan, perlahan Intan membuka mulut. Mengizinkan lidah Bara berkelana di rongga mulut Intan. Tanggan Bara di pinggul kecil Intan, seolah-olah pinggul itu sudah diciptakan pas dengan tikaman tanggan Bara.Lenggan Intan melingkar di le
Read more
Bab. 18 Penusukan
Pukul 09.30 semua jajaran staf, semua kepala bagian telah mengisi bangku kosong. Bersiap untuk acara pelepas dan penyambutan manager lama dengan yang baru.Alma datang tiga puluh menit sebelum acara dimulai. Kali ini Alma beda dari biasanya, dandanya lebih formal nan juga elegan. Dengan celana panjang warna merah maroon, lengkap dengan kemeja putih dipadu dengan balzer warna merah sama persis seperti bawahanya. Arya yang sedari tadi selalu curi-curi pandang terhadap Alma. Tapi rasa gengsinya lebih besar untuk sekedar jujur jika dirinya menganggumi mantan sekertarisnya. Jadi untuk sekedar melirik Alma itu sudah cukup baginya.Intan sedari tadi badanya sudah panas dingin. Tapi untuk menolak kemauan Jimmy pun itu hal mustahil.Akirnya acara dimulai, dengan gemetar Intan membuka acara seperti pada umumnya. Dengan salam dan kata ucapan terimakasih.Karena Intan terlalu gugup, bicaranya awut
Read more
Bab. 19 Sejarah Kelam
Dengan pandangan semakin kabur dan kesadaran semakin menurun, Jimmy masih mampuh melihat keganasan sekertaris pribadinya. Rasanya ingin bangun dan membantu Intan melawan dua pria itu, tapi benar-benar badannya lemah, seperti tenaganya sudah tak tersisa di serap belati.Dengan cepat Intan melangkah mendekati Jimmy yang di sebelahnya masih berdiri pria yang menusuknya.  “Kau menjauh dari bosku atau ingin nasipmu sama seperti dia!” pekik Intan, dengan tanggan membawa belati. “Oh kamu mengancamku? Kamu tidak lihat bosmu lagi sekarat? Mendingan kamu pasrah, aku cuma ingin hartamu!” ejek pria itu.Intan berjalan ke belakang sambil berteriak, “aku sudah sering membunuh orang, jangan sampai kau aku bunuh seperti korban-korbanku!” Belati itu ditancapkan pada betis pria yang masih meringkuk kesakitan, darah keluar mengenai telapak tanggan Intan."Ah ….!"Pria itu m
Read more
Bab. 20 Pertemuan Tak Terduga
Terlihat layar ponsel Intan tertera puluhan notifikasi panggilan tak tertawab. Dari Mama Eva, Stif dan juga Bara.Ada apa Bara menelfonku?” tanya dalam hati Intan.Pertanyaan itu segera Intan abaikan, lebih baik sekarang memberi kabar Mama Eva. Pasti sekarang sangat mencemaskan Intan.“Ma, Intan di rumah sakit. Tadi malam waktu perjalanan pulang ada perampok. Bosku jadi korban penusukan dan sekarang sedang di rawat,” ujar Intan.“Kamu baik-baik saja—kan?” tanya Mama Eva, dengan panik.“Baik Ma, tenang saja. Tolong kirimkan saja baju ganti untukku. Aku akan pulang jika keluarga Bosku sudah datang.” Suara Intan teramat paruh.Mama Eva menghujani Intan dengan sejuta pertanyaan. Hal wajar sebenarnya jika seorang ibu kuatir secara berlebihan pada anaknya. Intan juga berkali-kali mengucapkan terima kasih. Teringat kemarin pagi sebelum Intan b
Read more
Bab. 21 Obsesi Bara
Pria dengan kulit putih bertubuh gempal sedang tidur panjang di atar ranjang besi. Tiga orang berharap jika dirinya segera bangun dan sehat seperti sedia kalam.Ruangan itu nampak mewah lebih mirip kamar hotel bintang lima bukan rumah sakit. Lengkap dengan dua tempat tidur ukuran sedang, lengkap dengan ruang tamu dan kamar mandi di dalamnya. Sofa warna biru laut di ruangan depan Arya sedang termenung. Sesekali memainkan poselnya.Intan dan Alma  duduk di sebelah Jimmy yang terbaring menutup mata.Sekilas Intan melihat ruangan rawat inap yang baru pertama kali ia kujungi, hatinya kagum dengan apa yang ia saksikan. Tiga kali lebih lebih besar kamar tidur Intan. Tapi siapa pun tidak ada ke inginan untuk tidur di kamar ini.Sesederhan apa pun ruangan kamar seseorang pasti akan lebih memilih tidur di kamarnya sendiri dari pada ruangan rawat inap kelas VIP.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status