Alma datang tiga puluh menit sebelum acara dimulai. Kali ini Alma beda dari biasanya, dandanya lebih formal nan juga elegan. Dengan celana panjang warna merah maroon, lengkap dengan kemeja putih dipadu dengan balzer warna merah sama persis seperti bawahanya.
Arya yang sedari tadi selalu curi-curi pandang terhadap Alma. Tapi rasa gengsinya lebih besar untuk sekedar jujur jika dirinya menganggumi mantan sekertarisnya. Jadi untuk sekedar melirik Alma itu sudah cukup baginya.Intan sedari tadi badanya sudah panas dingin. Tapi untuk menolak kemauan Jimmy pun itu hal mustahil.
Akirnya acara dimulai, dengan gemetar Intan membuka acara seperti pada umumnya. Dengan salam dan kata ucapan terimakasih.
Karena Intan terlalu gugup, bicaranya awut
Dengan pandangan semakin kabur dan kesadaran semakin menurun, Jimmy masih mampuh melihat keganasan sekertaris pribadinya. Rasanya ingin bangun dan membantu Intan melawan dua pria itu, tapi benar-benar badannya lemah, seperti tenaganya sudah tak tersisa di serap belati.Dengan cepat Intan melangkah mendekati Jimmy yang di sebelahnya masih berdiri pria yang menusuknya. “Kau menjauh dari bosku atau ingin nasipmu sama seperti dia!” pekik Intan, dengan tanggan membawa belati.“Oh kamu mengancamku? Kamu tidak lihat bosmu lagi sekarat? Mendingan kamu pasrah, aku cuma ingin hartamu!” ejek pria itu.Intan berjalan ke belakang sambil berteriak, “aku sudah sering membunuh orang, jangan sampai kau aku bunuh seperti korban-korbanku!” Belati itu ditancapkan pada betis pria yang masih meringkuk kesakitan, darah keluar mengenai telapak tanggan Intan."Ah ….!"Pria itu m
Terlihat layar ponsel Intan tertera puluhan notifikasi panggilan tak tertawab. Dari Mama Eva, Stif dan juga Bara.Ada apa Bara menelfonku?” tanya dalam hati Intan.Pertanyaan itu segera Intan abaikan, lebih baik sekarang memberi kabar Mama Eva. Pasti sekarang sangat mencemaskan Intan.“Ma, Intan di rumah sakit. Tadi malam waktu perjalanan pulang ada perampok. Bosku jadi korban penusukan dan sekarang sedang di rawat,” ujar Intan.“Kamu baik-baik saja—kan?” tanya Mama Eva, dengan panik.“Baik Ma, tenang saja. Tolong kirimkan saja baju ganti untukku. Aku akan pulang jika keluarga Bosku sudah datang.” Suara Intan teramat paruh.Mama Eva menghujani Intan dengan sejuta pertanyaan. Hal wajar sebenarnya jika seorang ibu kuatir secara berlebihan pada anaknya.Intan juga berkali-kali mengucapkan terima kasih. Teringat kemarin pagi sebelum Intan b
Pria dengan kulit putih bertubuh gempal sedang tidur panjang di atar ranjang besi. Tiga orang berharap jika dirinya segera bangun dan sehat seperti sedia kalam.Ruangan itu nampak mewah lebih mirip kamar hotel bintang lima bukan rumah sakit. Lengkap dengan dua tempat tidur ukuran sedang, lengkap dengan ruang tamu dan kamar mandi di dalamnya.Sofa warna biru laut di ruangan depan Arya sedang termenung. Sesekali memainkan poselnya.Intan dan Alma duduk di sebelah Jimmy yang terbaring menutup mata.Sekilas Intan melihat ruangan rawat inap yang baru pertama kali ia kujungi, hatinya kagum dengan apa yang ia saksikan.Tiga kali lebih lebih besar kamar tidur Intan. Tapi siapa pun tidak ada ke inginan untuk tidur di kamar ini.Sesederhan apa pun ruangan kamar seseorang pasti akan lebih memilih tidur di kamarnya sendiri dari pada ruangan rawat inap kelas VIP.
Bara pergi meninggalkan rumah Intan dengan amarah meluap-luap, entah kenapa dia bisa segila ini kepada seorang perempuan.Dirinya benar-benar dikuasai rasa yang tidak menentu. Pertemuannya dengan Intan kemarin benar-benar mengobarkan api yang sudah hampir padam.Sempat hati Bara untuk terima mengiklaskan yang berlalu tapi melihat Intan untuk beberapa saat sudah menghancurkan benteng pertahanan Bara. Rasanya sia-sia tekad untuk menjauh dari Intan selama ini.Hingga muncul ide gila Bara, kesempatan yang tidak akan datang di lain waktu.Polisi pintar dan sangat berpengalaman, Bara tau jika Intan tidak mengerti, hanya saja Intan butuh saksi yang kuat untuk membuktikan ia adalah korban.Otak Bara cerdas, ambil kesempatan dalam kepelikan yang Intan rasakan saat ini.Bara menawarkan jalan pintas yang begitu cemerlang, tapi sayang Intan adalah betina yang menjunjung harga dirinya melebi
Intan menyadari dirinya bukan dari bagian mereka, melangkah keluar. Memberikan kesempatan kepada anak dan orang tua untuk saling melepas rindu.Tersirat perasaan iri pada Intan dengan kelurga kecil itu, begitu salimg terikat. Keharmonisan mereka seperti mimpi dirinya yang mustahil Intan dapat.Dibanding kelurganya, begitu berbanding terbalik. Orang tuanya bercerai setelah menjalani hubungan beracun sekian tahun lama, dan kini Intan tidak pernah mau tau soal Ayah, meskipun dirinya begitu merindukanya.Duduk di kursi besi bersandarkan dinding rumah sakit air mata Intan membasahi pipinya. Meratapi nasip dirinya yang malang. Tapi mau bagaimana lagi suratan takdir tidak bisa ditampik.Wanita malang itu tak punya pilihan lain selain berusaha mejalani hidup yang tersisa, mensyukuri sisa-sisa nikmat Tuhan.Mungkin Tuhan telah meng
Semakin hari kesehatan Jimmy mulai pulih. Tapi tetap dia harus istirahat total untuk kesembuhanya fisik dan psikis, ada secerca trauma yang harus disembuhkan akibat insiden yang menimpa Jimmy.Psikolog pribadi Jimmy melakuan serangkaian terapi untuk memulihkan kesehatan mentalnya.Kini Intan sibuk bolak balik, antara rumah Jimmy dan kantor. Mengantar berkas jika membutuhkan tanda tangga Jimmy. Hal itu cukup melelahkan, karena dalam sehari bisa dua atau tiga kali berkas yang harus di antar ke rumah bosnya.Dengan jarak di tempuh dalam waktu satu jam perjalanan, jika lancar tanpa macet.Belum lagi jika langkahnya terhambat di rumah Jimmy, ketika Ming memaksanya untuk duduk walapun sekedar mendengar cerita yang sudah diulang puluhan kali. Cerita tentang masa mudanya, cerita tentang perjuangan hidupnya yang dulu mlarat hingga kini mendapat julukan “crazy rich Surabaya.” dan semua hal.
Spontan Vanya mencubit perut Bara, hingga Bara merintih kesakitan. Bara membalas mencubit hidung mungil Vanya.Mereka tertawa bersama layaknya seperti anak kecil. Spontan Bara menarik Vanya dekat denganya lalu mencium bibir Vanya kembali. Kali ini ciuman Bara lebih cepat dan ganas. Vanya mebalas ciuman itu, dua bibir kini bertemu kembali untuk kedua kalinya.Tanggan Bara tidak bisa diam, mulai mengusap punggung Vanya dan menuju perut Vanya, lalu tanggannya menyusup masuk ke dalam kaos Vanya. Tanggan Vanya membelai kepala Bara. Gairah mulai panas. Tanggan Bara meremas gundukan di dada Vanya.Vanya kini mulai merintih, tidak seperti di teras dia menahan suara keluar dari mulutnya. Entah mengapa bayangan Intan muncul kembali di ingatanya.Bayangnya di kepalanya saat ini Intan bersamanya, mekipun pelukanya adalah Vanya. Bara menepisnya mencoba dengan cara terus melumat bibir Vanya penuh gaira
Seperti bunga kaktus yang mekar di gurun tandus. Vanya menjadi warna baru di hidup Bara. Meskipun hubungan tanpa status mereka layaknya orang pacaran pada umumnya. Saling menghitung, jalan bersama, bahkan Alvaro sering ikut bersama, dan mereka juga sudah biasa mesra.Perlahan Bara mampuh ambisius dan rasa cintanya pada Intan.