21 +. Sesuaikan umur kalian untuk membaca tulisan ini agar mudah mengerti apa yang ingin penulis sampaikan! Philophobia yang di derita Intan terlahir dari trauma masa kecil. Kenangan pedih yang terbentuk sejak usia keemasan hingga memasuki remaja menjadi hal yang tertanam di alam bawah sadar manusia hal itu lah membuat sulit untuk dilupakan. Intan hidup dalam bayang-bayang trauma masa kecil bersama ayahnya. Ayahnya menghianati mamanya di depan mata Intan, sejak saat itu hubungan Intan dan Ayah semakin jauh. Dan hal itu juga yang membuat Intan sulit membuka diri untuk sebuah hubungan yang serius, pacaran atau menikah sekalipun. Bertekad untuk tidak memberi tahu mamanya, Intan mengubur sakit hatinya dengan kesibukan yang cukup padat, hingga tidak ada sisa tenaga untuk memikirkan ayahnya. Bertemu dengan Bara, untuk pertama kalinya Intan jatuh cinta. Tapi hal buruk terjadi ketika Bara ternyata sudah berkeluraga. Melisa,istri Bara terus melakukan teror hingga Intan benar-benar frustasi. Melisa melakukan pelecehan terhadap Intan, membuat Intan marah, tidak sengaja membunuh Melisa. Sejak saat itu Intan semakin trauma dengan sebuah hubungan serius, termasuk rasa cinta. Hingga memasuki usia hampir kepala tiga Intan tidak berniat sedikit pun untuk menikah, kesibukannya berkerja dan hobi traveling membuatnya bahagia meskipun tanpa seorang suami. Ketenangan yang ia rasakan berubah ketika Jimmy mengutarakan cintanya pada Intan. Sejak saat itu Intan menjadi tidak terkendali, mudah marah dan cemas berlebihan. Yuk ikuti ceritanya perjuangan Intan untuk sembuh dari fobia yang ia derita. Selamat membaca!
View MoreIntan melihat arah keluar candela kaca rumah sakit, dilihatnya seorang ayah mengendong putri kecilnya, membuatnya teringat kenangan perih masa kecil bersama Ayah.
Waktu itu Intan duduk di kelas 4 SD, untuk pertama kalinya diajak Ayah pergi ke sebuah restoran Itali yang berada di tengah kota Surabaya, pergi hanya berdua tanpa Stif ataupun Mama.
"Ayah, kenapa mama sama Stif tidak di ajak?" tanya Intan kecil dengan rambut di kepang dua.
"Tidak apa. Kamu jangan bilang sama mama ya! Kalo kita ke sini, bilang saja kita ke toko buku!ā ujar ayah dengan wajah senyum sumeringah, badannya membungguk sejajar dengan Intan, yang tingginya baru satu meter lebih sedikit.
"Oke !" jawab Intan dengan polos dengan kedua jempolnya berdiri dan keempat jarinya ditekuk.
Pelayan datang membawa sebuah nampan dua jus jeruk dan pizza dengan toping keju, makanan kesukaan Intan. Secara otomatis mata Intan terbuka lebar dengan bibir tersenyum lebar, Ayah tersenyum melihat wajah berbinar anak perempuannya.
"Kamu suka?"
"Suka Ayah, boleh di makan sekarang?" tanya Intan sambil menganggukan kepala.
"Boleh, ayo makan!" Ayah berkata seraya mengambilkan sepotong pizza.
Satu gigitan masuk ke mulut manis Intan, seperti anak kecil lainnya jika sudah suka dengan makanan tertentu tidak perlu menguyah terlalu lama.
Gigitan ke empat terhenti ketika seorang perempuan menghampiri Ayah, mereka terlihat akrap dengan obrolan tanya kabar dan kesehatan.
Usianya terlihat lebih tua dari Ayah atau Mama Eva, tapi untuk guratan wajah cantiknya masih terlihat jelas! Ditambah dengan make up yang menutupi keriput di bawah kelopak matanya.
Dres tanpa lenggan, dengan belahan dada lebar, membuat garis tengah di antara payudara terlihat jelas meskipun gundukan itu tidak terlalu besar. Bodynya terlihat terawat, terlihat dari rampingnya pinggang dan besarnya bokongnya, mirip buah pear.
"Hay cantik, pasti ini Intan?" kata perempuan itu kepada Intan sambil duduk di sebelah Intan.
"Iya," jawab Intan singkat dengan tatapan polos, khas anak kecil
"Ini tante bawa boneka untuk kamu!" perempuan itu berkata sambil memberi boneka panda.
Intan kecil berbinar menerima boneka panda, perempuan itu tau sekali kesukaan Intan padahal belum pernah bertemu. Tidak perduli dengan siapa Ayah ngobrol begitu akrap, Intan kecil menikmati pizza dan mengendong boneka panda.
Lima belas menit berlalu datang perempuan menyapa Ayah.
"Intan sama Tante Merry dulu ya, ayah ada kerjaan sebentar!" pinta Ayah, tangganya membelai ubun-ubun Intan.
"Tapi, Ayah " Intan menggerutu, bibirnya moyong.
"Intan belanja mainan sama Tante Merry ya!" Ayah membujuk Intan.
"Ayo adik manis ikut tante yuk !" Merry membujuk dengan senyuman lebar berdiri di hadapan Intan.
Ayah memberi beberapa lembar uang ke Merry, dengan paksa meninggalkan Intan, yang matanya berkaca-kaca. Awalnya Intan begitu takut dan kaku, tapi Merry begitu pintar merubah suasana hati Intan.
Mengajak Intan berkeliling mall, terserah Intan mau beli mainan apa, pasti dituruti! Merry tidak melarang. Kalo uang habis tinggal minta Bos, ayahnya Intan.
*
Intan tersadar dari lamunan masa kecilnya setelah Mama Eva menepuk bahunya, sambil berkata dengan suara khasnya yang cempreng.
"Intan, ayo pesen taxinya kok ngalamun sih!" kata Mama Eva, kedua tangganya menjijing tas besar berisi baju ganti.
"Iya Ma, sabar dong," jawab Intan fokus menatap layar ponsel.
"Mama sudah gak tahan di rumah sakit baru semalam tapi serasa seminggu," gerutu Mama Eva.
Sampai rumah Mama Eva merebahkan diri sambil selonjoran, menikmati udara segar di rumah membuat dirinya lebih rilex dari pada di rumah sakit, bau obat atau disenfektan.
Maag akut Mama Eva kambuh, dokter minta Mama Eva dirawat beberapa hari di rumah sakit, tapi hanya bertahan semalam.
Terus-terusan ngomel minta rawat jalan saja, karena tidak tahan tidur dengan kasur rumah sakit yang tidak seberapa empuk, kamar bau obat dan banyak alasan Mama Eva, untuk minta pulang.
Sampai rumah Intan bergerak gesit mandi, lalu pake sunblock wajah, tanggan dan kaki. Mengoleskan bedak tipis kewajahnya, itu cukup membuatnya lebih segar.
Wajahnya sudah cantik tanpa make up. Bergegas mengantar Stif ketemu dengan Bara. Mama Eva mengantar Intan dan Stif di depan teras rumah.
Wajahnya nampak bahagia, dipeluknya anak laki-laki kesayanganya dengan erat. Tidak ada nampak wajah Mama Eva sedikit lebih segar, mungkin sudah tertutupi dengan kebahagianya.
"Kamu bilang pengen kerja, sekarang kesempatanmu." kata Mama Eva sambil melepas pelukanya.
"Iya Ma, aku berangkat dulu ya." kata Stif sambil mencium tanggan mamanya.
Sejak Ayah pindah tugas ke luar kota Mama Eva sering melamun, apalagi kalo Ayah sulit dihubungi. Intan hanya bisa menghibur sebisanya, mengatakan jika, "Ayah mungkin sedang sibuk."
Meskipun hati kecilnya seperti tau jika Ayah pergi memilih kerja di luar kota pasti ada hal lain.
Sesuai janji Intan kecil dengan Ayah tidak akan pernah mengatakan jika ayahnya ketemu dengan wanita lain.
Intan kecil dijadikan alasan agar bisa keluar rumah disaat hari libur dengan embel-embel keluar sebentar atau belanja kebutuhan sekolah. Padahal setelah keluar rumah Merry bergerak untuk jadi pengasuh sementara Intan kecil.
***
Ketika Intan usia 12 tahun diajak Ayah berenang di hotel bintang lima di pusat kota Surabaya, hanya lima belas menit dari rumah Intan. Intan yang beranjak gede senangnya luar biasa bisa ketempat semewah itu. Meskipun ada rasa sedih di hatinya kenapa Mama dan Stif tidak boleh ikut.
Di saat Intan asik selfi bersama Ayah, seorang tante datang menghampiri Ayah, mungkin usianya lima tahun lebih tua, waktu itu Ayah berusia 39 tahun.
Tapi stylenya lebih mirip wanita usia 25 tahun, dengan kaos polo bawahan rok mini menampakan paha mulusnya, tangganya menenteng tas berukuran sedang, merk terkenal di dunia. Keluaran Paris.
Tidak banyak accesoris di tubuhnya hanya memakai kalung putih liontin bungan matahari dengan batu berlian yang melingkar, sangat menawan. Terlihat jelas itu berlian asli. Dari kilaunya.
āHay Mas, sudah lama di sini?ā sapa wanita itu dengan senyuman menawan memperlihatkan guratan halus di sekitar mata.
āNdak kok tenang saja, apakabarmu?ā jawab ayah sambil berdiri tegak cengar cengir.
Intan terdiam membisu, lebih mirip patung anak kecil di ujung kolam renang, wanita itu tersenyum manis kearah Intan. Matanya benar-benar terbius dengan apa yang dia lihat.
Wanita itu umurnya tidak muda lagi tapi bodynya benar-benar sexy. Bokong dan payudara sebesar buah melon ukuran sedang, pinggul ramping.
Badannya menolak tua, walapun umurnya sudah kepala empat, badan wanita itu menawan, setiap mata yang memandang pasti tidak percaya jika umurnya lebih dari empat puluh tahun.
Kulit putih mulus seperti bayi, walapun guratan garis halus sudah muncul di sekitar matanya.
Dengan sedikit langkah cepat Ayah menarik tanggan wanita itu menjauh dari Intan. Tidak lama, hanya dua menit. Di sampingku tiba-tiba Merry datang menepuk pundakku.
āAyo renang,ngalamun aja!ā kata Merry sambil duduk di sampingku.
Aku hanya terseyum tipis. Intan makin akrab dengan Merry, dia lebih mirip teman bermain Intan.
Ayah kembali mendekati Intan diikuti wanita sexy itu dengan langkah kecil. Seperti biasa Ayah bilang ada perkerjaan sedikit yang harus diselasaikan dengan rekan bisnisnya.
āJangan lama-lama ya Yah!ā pinta Intan dengan tersenyum manis.
āIya sayang, nanty kalo udah capek renang, ke hotel aja sama tante Merry!ā
Ayah meninggalkan Intan dengan Merry di kolam renang itu, kolam renang itu nampak tidak terlalu ramai hanya sepuluh orang. Wajar saja kolam renang di hotel bintang lima tidak semua orang bisa leluasa masuk, kecuali mereka siap membayar mahal.
Dua jam Intan berenang dengan Merry badanya terasa lelah, lalu kembali ke kamar hotel, yang telah Ayah pesan. Pemandangan tidak mengenakan ketika berjalan di lorong hotel. Lorong itu nampak sepi tidak ada orang lewat hanya Intan dan Merry yang cekikian.
Merry mengeluarkan sebuah kartu mendekatkan kearah sensor pintu itu secara otomatis terbuka.
Di kamar paling ujung satu lorong dengan kamar Intan pesan di buka dan terdengar cengegesan pria dan wanita yang dikenal Intan.
Intan melihat wanita dan seorang pria keluar pintu bersama sambil berpelukan dan ciuman.
Mata Intan tidak berkedip melihat Ayah dan wanita itu mesra sekali, tanggan Ayah melingkar di pinggul wanita itu, mulutnya berkeliran kepipi dan leher, wanita itu mengeliat! Kegelian diiringi ketawa yang amat renyah.
Merry yang sudah masuk kamar hotel kembali keluar melihat tatapan mata Intan yang begitu tajam, seperti bola matanya mau keluar.
Ayah menegakan tubuhnya, melepaskan tanggannya dari pinggul wanita itu, setelah sadar putri kecilnya melihat adegan tak senonoh. Intan masuk kamar hotel sambil berlari membanting pintu dengan kasar, hingga suara dentuman pintu terdengar diseluruh ruangan.
Merry yang diambang pintu jantungnya seperti mau copot dari tubuhnya, melihat Intan kecil marah begitu dasyat. Merry menyadari sesuatu telah terjadi. Menghampiri Intan yang menangis tersedu-sedu, badannya tengkurep diatas kasur.
Merry membelai rambut Intan yang masih basah usai berrenang, tenggorokanya ingin mengeluarkan suara tapi tak mampuh terucap. Hatinya piluh melihat gadis kecil itu meraung-raung.
āIn-Intan.ā Merry mencoba memanggil dengan suara lembut.
Intan justru menangis semakin keras, dadanya sakit luar biasa. Melihat perselingkuhan Ayah didepan matanya sendiri. Saat itu juga Intan dapat berfikir, bukan layaknya anak 12 tahun tapi 6 tahun lebih dewasa.
Perempuan itu bukan rekan bisnis Ayah, tapi rekan tidur. Bisik hati Intan.
Sekitar tiga puluh menit berlalu Ayah masuk kamar hotel menghampiri Intan yang sedang menangis, Ayah mencoba meminta maaf tapi Intan kecil terus meringkukkan badan di kasur.
Iming-iming beli baju, mainan, leptop baru tapi Intan tidak ngubris.
Ayah mengisaratkan Merry untuk meninggalkan kamar, tanpa banyak tanya Merry keluar. Ayah mencoba mengajak bicara Intan, tapi hal mengejutkan terjadi.
āAku akan bilang sama Mama, ayah selingkuh!ā Intan teriak sambil menegakan badannya dari tidur.
Wajah Ayah merah merona,seperti udang rebus. Sorot matanya teramat tajam, tangganya mengepal.
āPlakk!ā
Telapak tanggan Ayah melayang ke pipi Intan.
āSilahkan kau ngomong sama Mamamu! Kalo kamu orangtuamu bercerai!ā Pekik Ayah dengan segala kemarahanya.
Intan menahan kesakitan di pipinya, tak mampuh mengatakan apa pun lagi. Yang ada hanya kesakitan yang meninggalkan luka sulit sembuh.
*
Intan mengendari motor meticnya dengan kecepatan sedang menyusuri jalan kota Surabaya, hari Minggu ramai orang berolahraga. Entah lari atau bersepedah.
Sampai di parkiran Polrestabes Surabaya, Stif dan Intan menuju ke ruangan Bara.
Bara telah menunggu kedatangan mereka sambil membuka lembaran kertas di meja kerjanya. Jadi seorang polisi memang tidak ada habis pekerjaanya, kalo hari libur dibuat kerja, tetap ada saja perkara minta ditanggani. Kesibukanya terhenti kala suara pintunya yang terbuka di ketuk.
"Gimana kalo kita langsung menuju bengkel saja, kita jalan kaki? Tidak kok dari sini," kata Bara tanpa basa basi sambil melangkah mendekati Intan dan Bara.
āBoleh kalo memang tidak merepotkan,ā jawab Intan sambil tersenyum lebar.
Intan menarik nafas panjang, matanya tertuju pada lampu-lampu warna warna di langit-langit cafe. Semakin malam semakin banyak pengunjung yang datang. Rata-rata mereka berpasangan, duduk berdua dan larut dalam sebuah obrolan.Ponsel Bara bergetar kembali, untuk kedua kalinya. Dan saat itu juga Bara segera menekan salah satu symbol. Ponsel itu berhenti berdering. āKenapa sih dimatiin? Sudahlah angkat aja dulu, siapa tau penting!ā ujar Intan.āDia biasa telefon di jam-jam tertentu, paling mengingatkan makan.ā Bara mengangkat bahu.āBagus dong, dia sangat perhatian.ā Mata Intan terbuka lebar, sangat antusias.Bara tak menjawab hanya tersenyum nyengir. Lalu tangganya meraih kopi susu di hadapann
Dari jarak lima meter Jimmy tersenyum melambaikan tangganya lalu bergegas masuk mobil, perlahan meninggalkan parkiran. āHati-hati di jalan!ā ujar Jimmy.āKamu juga!ā Intan tersenyum sangat manis.Intan tak menyangka jika bos besarnya yang sekarang menjadi kekasihnya begitu manis padanya, memang lain tak seperti yang dulu yang sikapnya begitu dingin terkesan angkuh.Dua bola matanya kini memandang laju mobil kekasihnya hingga keluar dari gedung kantor. Kini Intan melangkah masuk mobil dan memaju mobilnya menuju cafĆ© tempat dirinya janjian dengan Bara.Derung mobil Intan melesat menembus jalanan kota yang mulai padat, mobilnya berhenti tepat di bawah lampu merah. Di samping mobil Intan, dua pasang manusia terlihat sedang perdebatan, terlihat dari raut marah wanita yang sedang di belakang. Sesaat wanita itu turun dan berlari meninggalkan pria yang bersamanya.Pria itu nampak kebinggunan tapi untuk meng
Baju tidur sudah menempel di tubuh Intan, dirinya sudah siap tidur, iseng mengecek notifikasi gawainya. Wajahnya sedikit terkejut dengan pesan singkat yang ia baca, mengetik beberapa kata tapi ia hapus. Hal itu diulang beberapa kali.Intan urungkan, ia malas membalasnya mungkin jika sempat besok pagi ia akan mengirim balasan, akirnya membuka pesan singkat dari Jimmy terlihat baru lima menit lalu ia kirim.Intan tersipu malu untuk kebeberapa kalinya, tubuhnya terasa ringan melayang keudara. Hatinya menari-nari sangat riang. Rasanya malam ini Intan menjadi tuan putri. Halusinasi orang yang sedang jatuh cinta memang aneh. {Terimakasih telah menerima aku jadi kekasihmu. Aku bahagia.}Sebaris pesan singkat itu yang membuat Intan kepayang malam ini. Tanpa berfikir panjang Intan balas pesan singkat itu. 
Jimmy manfaatkan moment makan siangnya untuk menyatap makanan di kedai Mama Eva, meskipun itu bukan itu tujuan utama. Tapi dengan melakukan itu Jimmy mejadi lebih paham pola hidup dan kebiasan keluarga wanita, yang membuatnya jatuh cinta.Meskipun tidak mendekati keluarga yang ideal tapi Jimmy mengerti Intan yang sekarang adalah bagian dari masalalu yang telah berlalu dan tidak harus dibesar-besarkan.Toh ia mengerti tidak semua keluarga benar-benar utuh, Jimmy sendiri sebagai anak pertama merasakan orang tuanya yang berliku-liku.Rasa grogi Intan semakin menghilang, ia lebih tenang sekarang. Suasana rumahnya kini semakin hangat, ditambah gerimis telah berganti hujan dan angin malam membawa udara semakin dingin.Jimmy dan Stif membicarakan soal bisnis terlihat semakin seru. Jimmy yang lebih jauh bergelut dengan bisnis, jual beli dan berkorelasi mempunyai segudang pengalaman. Moment ini tidak disia-siakan
Tapi Stif memilih lekas menjauh dari tempat itu. Dia menyapa sopan Jimmy dan pergi, tak ingin terlalu lama bertatap muka dengan Fani.Stif sudah memaafkan kesalahan Ayah tapi dia belum terima dengan keberadaan Fani, tidak mudah memaafkan kesalahan orang yang menghancurkan istanah yang dibuat dengan susah payah. āStif!ā teriak Intan.Stif berhenti melangkah dan menoleh. āAku nebeng! mobilku di kantor.ā Suara Intan sedikit meninggi karena Stif lumayan jauh darinya. āMbak bawa helm?ā tanya Stif.Intan mengeleng, tak mungkin naik motor tanpa helm jika tak mau berurusan dengan polisi lalu lintas.Jimmy dibelakangnya tersenyum nyengir. āBiar kakakmu aku yang antar.ā Jimmy be
Nasfu sudah menguasai otak manusia. Persetan dengan kewarasan! Itu nomor sekian.Yang ia inginkan hanya terpenuhi kenikmatan di bawah pusar yang sudah bergelora, meskipun hanya tersalurkan selama dua menit.Mata Aldi semakin ganas, melihat Eva meronta-ronta, mulut yang masih dibungkam membuat kesulitan bernafas, tubuh Eva mulai lemas. Gerakanya semakin tidak bertenaga.Terdengar suara pintu dibuka. Secepat kilat Aldi berdiri, berusaha menutupi perbuatan binatangnya.Nafas Eva tersengal-segal sambil terbatuk-batuk. Melihat Hadi yang berdiri di depan pintu lantas berdiri, berlari dan memeluk suaminya. Tak perduli dengan kimono yang porak poranda. Kini ia merasa lebih aman. āApa yang kalian lakukan?ā Merah padam wajah Hadi.Aldi berusaha memasang wajah setenang mungkin.&n
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments