Semua Bab MISTERI GADIS KEMBAR: Bab 21 - Bab 30
37 Bab
Bab 21. ARYA BANASPATI
    Di tempat berbeda, tampak segumpal asap hitam yang perlahan-lahan mulai menipis dan menampakkan sesosok pria muda dengan paras yang cukup tampan bak seorang pangeran.    Di hadapan pemuda itu tampak sepasang laki-laki dan perempuan yang tengah duduk bersimpuh. Kepala mereka menunduk menatap lantai. Tak sedikit pun mereka berani menengadahkan wajah mereka.    “Haruni, Widarta, angkat wajah kalian dan katakan seperti apa aku sekarang!” titah pemuda itu kepada dua abdi setianya.    Ya, pemuda itu adalah jelmaan si iblis hitam yang telah mengambil raga seorang pemuda yang baru saja menjadi korban pembunuhan. Sedangkan dua orang yang sedang duduk bersimpuh itu adalah Haruni dan Widarta.    Dengan penyamarannya saat ini, iblis hitam berniat menjerat Dara dan Diandra. Ia bahkan telah merencanakan semuanya dengan matang dengan mempelajari cara  hidup manusia. 
Baca selengkapnya
Bab 22. ISTANA BANASPATI, DAHLIA DAN KAMAR 23
    Dahlia tertegun di depan pintu kamar bernomor 23. ‘Kenapa harus kamar dengan nomor 23 yang tersisa. Dari tiga puluh kamar, kenapa nomor ini yang tersisa’ batin gadis itu.    “Hai, kamu, Dahlia, kan?” tanya seorang gadis seusianya.    “Iya, aku Dahlia,” jawabnya.    “Kenalkan, namaku Sofie, aku menempati kamar nomor 25, kamu, di kamar ini ya?” ujar gadis bernama Sofie itu.    “Hanya ini yang tersisa,” sahut Dahlia singkat.    “Sepertinya, kamu tidak suka dengan kamar ini,” tukas Sofie.    “Bukan tidak suka kamarnya. Aku ... tidak suka dengan angka 23,” lirih Dahlia.    “Kenapa?” tanya Sofie penasaran.    “Sudahlah, kita turun saja,” sahut Dahlia terdengar enggan mengatakan alasa
Baca selengkapnya
Bab 23. PESAN UNTUK SI KEMBAR
    “Kakek, memanggil kami?” tanya Dara.    Tampak Diandra berdiri disamping Dara dengan tatapan seolah menanyakan hal yang sama.    Ustadz Yusuf yang tengah menjentik tasbih mendongakkan kepala dan mengulas senyum lembut ke arah gadis kembar di hadapannya.    “Duduklah dan tunggu kakek selesai,” ucapnya lembut.    Kedua gadis kembar itu pun duduk di hadapan ustadz Yusuf yang tampak masih serius menjentik tasbih di tangannya.    Tak lama kemudian, pria tua itu tampak memasukan tasbih ke dalam saku bajunya. Sepertinya dia telah selesai dengan do’a dan dzikirnya.    “Dara, Diandra, dengarkan kakek baik-baik. Hari ini, kakek akan pergi. Kakek minta, kalian tinggallah bersama paman Fikri. Nanti, paman kalian Azzam dan keluarganya, juga akan tinggal di sini. Kakek ingin, selama kakek pergi kalian tingg
Baca selengkapnya
Bab 24. BAKHTIAR ALFARIZI
    Allah memang Maha Besar. Pertempuran yang tetap tidak seimbang itu, akhirnya dimenangkan oleh ustadz Yusuf dan sang pemuda asing, meski ustadz Yusuf harus terluka.     “Kita istirahat di sana dulu, Kek,” ajak pemuda itu. Dibimbingnya ustadz Yusuf ke sebuah gubug yang tak jauh dari tempat mereka bertempur. Setelah mendudukkan ustadz Yusuh disebuah balai bambu, pemuda itu bergegas mencari dedaunan yang bisa digunakan sebagai obat.     “Terima kasih, anak muda. Tapi, kalau boleh tahu, kamu ini siapa dan darimana? Terus, kenapa kamu bisa ada di hutan ini?” cecar ustadz Yusuf ketika pemuda itu tengah mengobati lukanya akibat cakaran dari makhluk mengerikan yang menjadi lawannya.     Pemuda itu mengulas senyum tipis sebelum menjawab pertanyaan ustadz Yusuf.     “Saya, Bakhtiar Alfarizi, Kek. Kakek, bisa panggil saya, Bakhtiar. Kebetulan, saya memang sedang menunggu Kakek,” jawab
Baca selengkapnya
Bab 25. WATI, PENGUASA DESA DAMAI?
    Meninggalkan padepokan kiai Ummar, jauh di desa Damai, tampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat begitu cantik. Dengan dandanan bak orang kota, wanita itu tengah memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menghancurkan sebuah kedai kecil.    “Cepat, hancurkan tempat ini!” teriaknya.    Rambut panjang wanita itu dibiarkan tergerai dan berkibar tertiup angin. Kacamata hitam bertengger di kepalanya.    Desa Damai tak lagi sedamai namanya. Kehancuran dan bencana terjadi sejak puluhan tahun lalu. Tepatnya sejak awal kedatangan wanita itu. Siapakah wanita itu?    Wanita itu adalah Watina, biasa disapa Wati. Putri tunggal Sarina dan Suryaman, sepupu dari Mayasari, bibi dari si kembar. Dialah yang telah menghasut warga hingga mereka tega membakar keluarga Mayasari.     Sejak tragedi sepuluh tahun lalu, Wati yang telah kehilangan sel
Baca selengkapnya
Bab 26. (TERPAKSA) MENEMUI HARUNI
    “Paman,” sapa Wati sesopan mungkin.    “Ayo, ke pondok, bibimu sudah menunggu di dalam,” ajak Widarta.    Wati mengikuti langkah Widarta menuju pondok. Pria itu meminta Wati langsung masuk ke dalam pondok setelah mereka sampai.    “Duduklah,” ujar Haruni meminta Wati untuk duduk.    Setelah duduk, wanita itu baru menyadari sesuatu. Ia pun menatap bergantian kepada Haruni dan Widarta. ‘Wajah mereka ... kenapa bisa berubah. Bibi, menjadi sangat cantik dan paman, dia ... tampan sekali berbeda dengan saat bertemu di luar tadi’ monolog Wati dalam hati.    Haruni yang menyadari hal itu hanya tersenyum miring. ‘Anak ini pasti terkejut dengan perubahan kami’ batin wanita paruh baya yang kini terlihat sangat cantik itu.    “Ekheem ... Ada apa Bibi ingin aku datang ke sini?
Baca selengkapnya
Bab 27. PERNIKAHAN GAIB UNTUK SI KEMBAR
    Setelah para warga pulang ke rumah masing-masing, ustadz Yusuf diikuti kedua putranya dan Bakhtiar memilih masuk untuk melaksanakan salat isya terlebih dahulu sebelum melaksanakan upacara pernikahan.    “Nak Tiar, kenalkan, ini putra sulung kakek, Azzam, kamu bisa memanggilnya paman Azzam. Sedangkan yang di sebelahnya, adalah paman Fikri, putra kedua kakek,” ujar ustadz Yusuf memperkenalkan kedua putranya pada Bakhtiar.    Dengan takzim, Bakhtiar menyalami mereka berdua.    “Senang bisa berkenalan dengan Paman berdua,” ujar Bakhtiar.    “Kami, juga senang bisa berkenalan denganmu. Besar harapan kami agar kamu bisa menyelamatkan Dara dan Diandra. Seperti yang kamu tahu, mereka bukanlah keluarga kandung kami, tetapi bagi kami, mereka adalah keluarga kami,” tutur Azzam mewakili Fikri.    “Tentu, Paman. Saya akan
Baca selengkapnya
Bab 28. DESA DAMAI KEMBALI GEMPAR
    “Dia, masih hidup. Aku harus segera mencari bantuan,” gumam pemuda itu. Ia kemudian mengayuh sepedanya dengan cepat kembali desa untuk mencari pertolongan.     “Tolong! Tolong!” teriak pemuda itu sambil mengayuh sepedanya.     “Dik! Didik!” pemuda itu menghentikan sepedanya saat sayup-sayup mendengar ada yang memanggil namanya. Dilihatnya seorang pria tengah berjalan mendekatinya.     “Kenapa kamu teriak-teriak begitu, Dik?” tanya pria itu.     “I-Itu Pak Sigit, ada ... ada korban kejahatan yang dibuang ke desa kita. Di-dia ada di bawah pohon besar di ujung jalan. Denyut nadinya sangat lemah tetapi dia masih hidup,” terang pemuda bernama Didik itu.     “Jangan menyebar berita yang tidak benar, Dik. Jika warga mendengar ini, bisa menimbulkan keresahan. Kau tahu,
Baca selengkapnya
Bab 29. DILEMA USTADZ YUSUF
    Melihat Ustadz Yusuf yang masih terdiam, membuat rasa penasaran dalam diri kedua gadis kembar itu semakin besar.    “Kek, ayolah, ceritakan lagi pada kami,” rengek Dara sambil bergelayut di bahu kiri ustadz Yusuf.    “Iya, Kek, Andra juga penasaran lho,” kali ini, Diandra yang membujuk ustadz Yusuf.    Pria tua itu, merasa semakin dilema tetapi dia harus melakukan sesuatu agar kedua gadis kembar itu tak lagi merengek padanya.    “Baiklah, kakek akan cerita, tetapi tidak sekarang,” tukas ustadz Yusuf.    “Yaa, Kakek, kok gitu!” seru mereka kompak.    “Ada apa, ini? Ramai sekali,” ujar Halimah yang tiba-tiba hadir di sana.    “Oh, itu Nek, kami sedang menonton berita kejahatan yang lagi ramai saat ini,” jawab ustadz Yusuf yang tak sepenu
Baca selengkapnya
Bab 30. DUKA DAN AMARAH SI KEMBAR
    Beberapa hari kemudian, ustadz Yusuf memanggil Dara dan Diandra ke ruang pribadinya. Sesuai janjinya, hari ini ia akan menceritakan semuanya kepada kedua gadis kembar itu. Dilema yang dialaminya menghilang sudah setelah ia teringat ucapan kiai Ummar. Ia juga sudah menghubungi Bakhtiar dan meminta pemuda itu untuk bersiap jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu.    “Hari ini, kakek sudah siap menceritakan semuanya pada kalian. Apa, kalian yakin, ingin mendengar keseluruhan ceritanya?” tanya ustadz Yusuf pada kedua gadis kembar itu.    “Iya, Kek,” jawab mereka serempak.    Ustadz Yusuf tampak menghela napas panjang sebelum memulai ceritanya.    “Sebelum kakek mulai bercerita, bisakah kalian ceritakan kembali mimpi yang kalian alami kepada kakek?” pancing ustadz Yusuf.    “Iya, Kek. Waktu itu, Dara seperti dibawa ke r
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status