Semua Bab Lessons of Love: Bab 11 - Bab 20
28 Bab
11
Selesai makan, Elora berniat memberi ucapan selamat ke pasangan Trista dan Elang, tapi di atas panggung masih sangat ramai. Pasangan itu sedang sibuk berfoto dengan teman-teman sesama selebritis, dan para wartawan juga masih berkerumun di sekitar panggung. "Masih rame banget ya...," gumam Elora. "Kamu udah mau pulang? Santai aja, El... Baru jam satu," respon Rico. Ia memandang berkeliling, lalu mendadak berdiri. "El, kamu tetap di sini ya..." "Kenapa?" Elora memandangi Rico dengan heran. "Kamu mau ke mana?" Rico hanya tersenyum, ia berjalan ke tempat para pemain musik. Entah apa yang diobrolkan, tapi ia sepertinya disambut gembira oleh para pemain musik.   Mendadak, penyanyi dan pemusik berhenti. Rico mengambil alih tempat duduk di belakang piano besar. Seseorang memasangkan microphone di atas piano, di dekat mulutnya. Elora terperangah. Rico mau main piano! Bukan cuma itu, dia juga mau meny
Baca selengkapnya
12
Elora terbiasa bangun pagi sejak memasak sarapan buat Rico, tapi ia sampai harus mengingatkan diri sendiri, kalau Rico sedang pergi. Senin pagi, Elora bangun jam setengah enam. Lalu, ia termenung di kamar. Kenapa Rico terus yang ada di pikirannya?Tangan Elora meraih ponsel, mengetik chat untuk Rico. Kemarin siang, Rico mengabari, kalau dia sudah di Ambarawa. Dia langsung ziarah ke makam Mamanya. Dan hari ini, dia akan mengunjungi panti asuhan tempat dia sering dititipkan waktu kecil.Setelah kirim chat, Elora mandi dan ganti pakaian. Lalu, ia mengetuk pintu kamar Mia untuk membangunkan sahabatnya. Mia, seperti biasa, bangun dengan malas."Kamu mau bareng aku nggak?" tanya Elora, melihat Mia masih duduk santai di sofa dan belum mandi."Kamu lagi buru-buru? Ini baru jam enam lewat dikit kok, ngapain berangkat pagi banget?" sahut Mia. "Aku udah mulai males, El... Kayaknya, kalo udah married nanti, aku mau resign. Aku pingin jadi make-up artist p
Baca selengkapnya
13
Hari Kamis ini terasa sangat panjang dan melelahkan bagi Elora. Rico berulang kali mengirim chat, bahkan meneleponnya. Tapi tak satu pun yang dia balas. Dia merasa tidak punya semangat untuk mengerjakan apa-apa, dan perasaannya juga mudah sekali tersinggung. Waktu diomeli Raras, dia hampir saja cekcok, kalau tidak ada Vania yang menyenggol tangannya, mengingatkan dia."Kamu kenapa sih, El? Tumben kamu debat sama Raras tadi... Lagian, udah tau nggak ada gunanya, tetap aja dia yang didengerin sama atasan," tegur Vania, waktu mereka sedang istirahat makan siang di pantry.Elora menghela nafas. "Iya, nggak tau nih... Aku lagi bad mood hari ini...""Ada masalah?""Banyak, Van..."Vania tertawa kecil. "Tumben, biasanya kamu tuh paling jarang ngeluh. Yah, semua orang pasti punya masalah, ngapain juga aku nanya ya? Tapi, biasanya keceriaan kamu tuh nular. Kalo liat kamu murung gitu, jadi aneh aja...," komentar Vania.
Baca selengkapnya
14
Rumah Rico berada di daerah perumahan mewah di Jakarta Selatan, bertingkat dua, dan terlihat sangat megah dari luar. Seorang petugas keamanan membukakan pintu pagar waktu mereka tiba. Mobil Jeep Rico diparkir di garasi, yang terletak di basement. Lalu, mereka naik lewat tangga di basement ke lantai satu, langsung terhubung ke ruangan luas yang terang, sepertinya ruang tengah atau ruang keluarga. Satu ruangan itu saja lebih luas daripada seluruh rumah Elora.Elora terkagum-kagum. Arsitektur rumah itu klasik, warna cream dan putih mendominasi. Ruang keluarga itu seperti terbagi jadi tiga bagian. Di sisi kanan dekat jendela besar, terpajang satu set sofa kulit warna putih dan meja kaca. Bagian tengahnya kosong, sepertinya diisi kalau ada acara saja. Di sisi kiri, ada rak besar dari kayu jati, yang berisi satu set home theatre berukuran ekstra besar. Di depan rak, terdapat lima buah reclining seat atau sofa rebah, berwarna cream. Sepertinya nyaman sekali kalau menonton samb
Baca selengkapnya
15
Di kantor Deep Production, situasinya tidak heboh seperti di Max TV kemarin. Tidak ada yang menggosip atau membahas berita kemarin, jadi Elora merasa lega.Dia diperkenalkan oleh Victor dengan Ghani, sutradara yang akan menggarap film Sang Superstar dari naskahnya. Sutradara berambut panjang dan berumur sekitar empat puluh tahun itu orangnya sangat unik, tapi humoris. Dia lulusan IKJ juga, seperti Rico. Dan Elora merasa cocok berdiskusi dengannya.Mereka sedang menyesuaikan beberapa bagian naskah di ruang kerja Ghani, ketika Victor masuk, dan menyerahkan sebuah map kertas pada Ghani."Ini beberapa calon pemain hasil casting kemarin. Besok kamu yang tentuin aja, siapa yang mau kamu pilih. Aku minta mereka datang lagi jam sembilan ya...," kata Victor pada Ghani."Siap, Bos...," jawab Ghani dengan santai. Ghani menoleh memandang Elora. "El, kamu juga mau liat calon pemainnya?""Mmm... Kayaknya nggak perlu sih
Baca selengkapnya
16
Hari itu benar-benar mimpi buruk bagi Elora. Pertama, Trista. Setelah itu, Pak Iyan dan Raras. Berapa orang lagi yang akan memanfaatkan berita dia dan Rico, demi dapat ketenaran?Wajah Pak Iyan dan Raras tampak jelas kecewa, waktu Elora menolak mentah-mentah tawaran wawancara eksklusif itu."Tapi, ini demi rating Max TV, demi masa depan kita semua juga... Sebutin aja berapa yang kamu minta, Elora... Kami bisa ajukan ke manajemen..." Wajah Pak Iyan memelas.Yang benar saja? Memangnya Pak Iyan pikir, Elora mau menjual privasi dirinya sendiri dan Rico demi uang?Elora berjalan dengan cepat, kembali ke biliknya di The Nest, ketika dia mendadak menyadari tatapan mata dari seluruh rekan-rekannya di ruangan itu padanya. Elora membalikkan badannya, melihat ke arah layar monitor besar di tengah ruangan. Benar dugaannya! Mereka baru saja menonton siaran ulang acara infotainment yang menampilkan Trista tadi. Sepertinya, gosipnya baru menyebar sekarang. D
Baca selengkapnya
17
Di minggu-minggu dan bulan-bulan berikutnya, jadwal Elora jadi tambah padat. Kuliahnya sudah dimulai. Setiap hari sepulang kerja, dia harus kuliah online di depan laptop, dari jam tujuh sampai jam sepuluh malam. Hari Sabtu, kuliah tatap mukanya dari jam delapan pagi sampai jam tiga sore.Otomatis, dia cuma punya waktu libur di Sabtu sore dan hari Minggu. Capek memang, tapi tekadnya sudah kuat, dia harus kuliah dan lulus dengan baik, semuanya demi Rico.Para wartawan acara infotainment sepertinya pun sudah mulai capek memburu Elora dan Rico. Elora tetap diantar jemput Pak Tino tiap hari, belum sekalipun mereka dipergoki wartawan. Rico sering disorot kamera berulang kali, saat dia sedang berada di kantor, entah untuk konferensi pers, launching program baru, atau acara lain di UP-News dan Deep Production. Tapi, para wartawan tak pernah diberi kesempatan untuk wawancara tentang urusan pribadi. Rico punya staf yang memastikan semua kemunculannya di berita cuma untuk u
Baca selengkapnya
18
Acara roadshow hari itu ditutup sekitar jam dua sore dengan foto bersama. Dan yang menjadi favorit sore itu, bukan lagi Elang atau Adinda, melainkan Elora. Ratusan ABG cewek, gadis-gadis muda, bahkan ibu-ibu, berebut mau berfoto bersama Elora. Mereka meneriakkan nama Elora, menyerbu maju ke depan panggung, biarpun akhirnya ditahan oleh para petugas keamanan, karena jumlah penonton yang berfoto harus dibatasi. Mereka yang berhasil dipilih untuk foto bersama Elora, berebut menyalami, memeluk, dan meminta tanda tangannya. Elora terpana, ia tak pernah menyangka akan dapat sambutan dan penggemar seheboh itu. Pak Tino setia berjaga di dekatnya, tapi tak ada yang mengganggu Elora. Mereka semua bersikap baik padanya. Bahkan, ia juga mendapat banyak hadiah dari para penggemar barunya itu.Satu jam kemudian, barulah acara foto bersama itu bisa ditutup, biarpun banyak yang belum kebagian kesempatan. Panitia terpaksa harus membubarkan kerumunan penonton, yang masih ter
Baca selengkapnya
19
Akhirnya, Elora memutuskan untuk ikut ke Bali. Dia bosan sendirian di rumah, apalagi Rico belum pulang dari London, dan Mia pasti pergi kencan dengan Danu. Kapan lagi bisa ke Bali gratis?Sabtu pagi jam tujuh, Elora sudah berkumpul dengan tim di Bandara Soekarno-Hatta. Pak Tino tidak ikut. Elora memutuskan tidak usah mengganggu waktu libur Pak Tino. Lagipula, dia pergi ke Bali untuk liburan, dan rasanya tak mungkin wartawan mengikuti dia ke mana pun."Nggak apa-apa, Rico... Pak Tino nggak usah ikut ke Bali, cukup ngantar sama jemput aku di bandara aja," begitu jawab Elora pada Rico, saat mereka ngobrol di telepon satu hari sebelumnya."Mbak El...!" seruan Adinda membuyarkan lamunan Elora. Mereka semua sedang mengantri pemeriksaan barang di bandara. Adinda tampak gembira melihat Elora ada di rombongan. "Senangnya, Mbak bisa ikut juga...! Nanti, kita berenang di pantai, ya..."Elora merasa hatinya terang
Baca selengkapnya
20
Elora terbangun karena merasa silau, sinar matahari menembus masuk dari tirai jendela yang terbuka sedikit."Eh, Mbak El... Udah bangun?" suara Adinda memanggil. "Sorry ya, aku berisik ya? Aku habis mandi..." Adinda berdiri di dekat meja rias, di depan cermin besar. Dia tersenyum malu-malu, rambutnya masih kelihatan basah."Nggak...," gumam Elora. "Jam berapa ya?"Rasanya malas sekali untuk bangun, kepalanya masih agak berdenyut."Jam tujuh lewat, Mbak...""Astaga!" Elora tersentak bangun. "Pesawat kita jam sepuluh kan?""Tenang, Mbak... Cuma setengah jam kok ke bandara," Adinda menenangkan Elora. "Kita masih sempat sarapan juga."Elora buru-buru bangun, padahal kepalanya masih pusing. Uh, dia selalu begitu kalau kurang tidur! Akhirnya, dia mandi dengan cepat. Lalu turun ke restoran bersama Adinda untuk sarapan.Semua anggota tim yang lain juga masih sarapan, sambil mengobrol dengan santai. Elora mulai w
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status